Nara terdiam, dia memandangi Zico yang masih berdiri memunggunginya. Tatapannya terus terfokus pada tubuh Zico yang tinggi dan atletis. ‘Betapa indahnya tubuh ini, namun sayang sifatnya tidak seindah fisiknya,' batinnya.“Tuan, terima kasih. Karena kau sudah menerima permintaanku untuk membebaskan Kiara,” ujar Nara.Zico yang memang masih memunggungi Nara itu terlihat menunjukkan smirknya. Dia meneguk wine yang ada di tangannya itu. Lalu berbalik menghadap Nara. “Apa kau senang?” tanyanya.“Ya?” Nara kembali dibuat tersentak dengan pertanyaan Zico, entah kenapa pertanyaan itu terasa aneh di telinganya. “Iya, saya merasa senang. Karena sahabat saya baik-baik saja, dan bisa hidup seperti sedia kala,” jawabnya.Zico lalu melangkahkan kakinya, dia duduk di sofanya sembari menyilangkan kakinya dengan sikut tangannya yang dia tumpukan pada lengan sofa dan telapak tangannya dia kepalkan untuk menopang pipi sebelah kanannya. Dia menatap lurus ke arah Nara yang saat ini juga menatapnya. “T
Zico tersadar bahwa dia tidak sendiri di kamar ini. Karena di sampingnya ini ada seorang putri dari orang yang telah menghancurkan keluarganya dan membuat papanya mengakhiri hidupnya sendiri. Zico menolehkan wajahnya pada Nara yang berada di sampingnya, tatapannya itu menajam. Bahkan terasa sangat menusuk bagi Nara.“Tu-tuan?” Nara mencoba untuk bertanya lagi pada Zico. Sebenarnya dia tidak berani melakukannya, karena tatapan Zico yang sangat tajam itu membuatnya gemetaran. Di tambah ekspresi wajahnya terlihat sangat marah, apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa setelah berteriak menyebut nama papa, tiba-tiba dia terlihat sangat marah.Zico mengangkat tangannya, tangannya itu terlihat mendekati leher Nara. Dengan tatapan tajam yang dipenuhi dengan amarah itu, Zico mencekik leher Nara dengan sangat kuat.“Kurang ajar! kurang ajar kau Aryo Suharja. Berani-beraninya kau menghancurkan keluargaku. Aku tidak akan memaafkanmu! Lihat saja, aku juga akan menghancurkan keluargamu. Seperti yang
Esok paginya, Nara keluar dari dalam kamarnya. Setelah kejadian mengagetkan semalam, dia tidak bisa tidur lagi. Dia hanya duduk diam di atas tempat tidurnya hingga pagi menjelang.Sebenarnya Nara saat ini tengah mencari keberadaan Zico, karena Zico semalam dalam keadaan sangat marah. Mungkin saja dia akan melampiaskan kemarahannya itu pada orang lain atau mungkin kepada dirinya sendiri.Nara menyusuri setiap sudut mansion untuk mencari keberadaan Zico. Namun nihil, dia sama sekali tidak menemukannya. “Ada dimana dia sebenarnya. Apa dia keluar dari mansion? Atau masih ada tempat lain dari mansion ini yang belum aku datangi?” gumamnya.Nara tampak berpikir, kemudian dia terlihat memaki dirinya sendiri yang sepertinya telah bertindak bodoh. “Ya ampun dasar Nara bodoh, aku belum mendatangi ruang kerjanya. Padahal itu adalah tempat yang selalu dia datangi. Aku akan ke sana,” ucapnya lagi. Tanpa banyak membuang waktu lagi, Nara pun langsung melangkahkan kakinya dengan cepat untuk pergi k
Nara memejamkan matanya untuk mengumpulkan kesabarannya, karena memang butuh kesabaran yang ekstra untuk meladeni tingkah Zico. Dengan cepat Nara pun memegang tangan Zico dan menaruhnya di hadapannya.Zico terkejut, matanya terbelalak saat mendapat perlakuan berani dari Nara. “Kau! Aku bilang tidak mau!” Bentaknya.Dia mencoba untuk melepaskan tangannya dari pegangan Nara. Namun rupanya Nara memegangnya dengan sangat kuat, sehingga tidak mudah bagi Zico untuk melepaskannya. Zico menatap tajam Nara, tapi Nara justru lebih mengencangkan pegangan tangannya pada tangan Zico."Bukankah aku sudah bilang, untuk saat ini aku tidak bisa mengikuti perintahmu, jadi percuma saja kau memberontak atau mengusirku berkali-kali. Karena aku tidak akan mendengarkannya,” ucap Nara, yang membuat Zico semakin kesal.“Kau akan mendapatkan hukuman,” ujar Zico.“Baiklah, hukum aku. Tapi sebelum itu, biarkan aku mengobati lukamu dulu,” jawab Nara.Zico terdiam, sepertinya dia tidak bisa menjawab apa pun
Zico hanya terdiam, dia hanya memandang Nara yang sedang sibuk mendinginkan supnya dengan tatapan yang benar-benar. Bahkan tanpa di sadarinya, ujung bibirnya tampak terangkat sedikit saat melihat tingkah Nara yang terlihat lucu.Nara mendinginkan sup itu dan menyuapi Zico dengan telaten, dia terus melakukannya sampai sup di mangkuk itu habis tak bersisa.“Selamat pagi Tuan, Nona, “ sapa Jo yang datang tepat waktu. Karena Zico memang baru saja selesai memakan sarapannya.“Kau datang tepat waktu Jo, ayo!” ajaknya. Zico beranjak dari duduknya dan pergi dari meja makan, diikuti oleh Jo yang selalu mengekor di belakangnya.Nara terlihat lega, karena iblis itu akhirnya pergi. Sehingga dia bisa memakan sarapannya tanpa gangguan dari Zico lagi. “Hmm aku sudah sangat lapar, iblis itu benar-benar terus menyiksaku tiada henti. Apakah dia tidak memiliki belas kasih sama sekali, padahal kan aku bari saja menolongnya,” kesalnya.***Jo membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Zico, saat Z
Nara terkejut luar biasa saat mendengar jawaban yang di berikan oleh kedua pelayannya. 'Jadi ibu Zico masih hidup? Lalu di mana dia? Kenapa tidak tinggal di sini, kenapa di sini tidak ada yang pernah menyinggungnya sama sekali, kenapa semuanya seperti menutupi keberadaan dari ibu Zico. Rahasia besar apa yang ada di rumah ini sebenarnya? Aku harus mencari tahu semua ini.’ Pikirnya.“Jadi ....”“Mohon maaf Nona, kami hanya bisa memberitahukan Anda sebatas itu saja. Tolong jangan tanyakan lebih lagi mengenai nyonya besar,” ujar Melly yang memotong ucapan Nara.Sontak Nara pun langsung merapatkan bibirnya. Walau bagaimanapun dia harus menghormati kedua pelayannya ini. Mereka memang bekerja untuknya, tapi tetap bagi mereka tuannya itu adalah Zico. Dan hanya perintah dari Zicolah yang akan mereka turuti.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apa pun lagi,” jawabnya. ‘Lebih tepatnya, aku harus mencari tahu jawaban dari pertanyaanku itu sendiri,' batinnya.Nara lalu berdiri, dia hendak mela
Nara mencoba untuk terus membuka kunci pintu ruangan itu menggunakan jepit rambutnya, dia juga terus waspada dengan selalu melihat ke sekelilingnya, untuk memastikan bahwa benar tidak ada siapa pun yang melihatnya.Tek! Ceklek, akhirnya Nara berhasil membuka pintu itu. Terlihat senyum mengembang di bibirnya, tidak ingin membuang waktu lagi, Nara pun langsung masuk ke dalam dan menutup pintu itu kembali dengan sangat pelan.Gelap! Ya, itulah kesan pertama saat Nara masuk ke dalam ruangan itu. Sepertinya ruangan ini tidak pernah di masuki siapa pun, Nara menyusuri dinding ruangan itu untuk mencari tombol lampu. Dan syukurlah, tidak butuh membuang banyak waktu, tangannya berhasil menemukan tombol lampu yang di carinya.Saat tombol lampu itu di tekan. Lampu pun menyala dan terlihatlah isi dari ruangan itu, walaupun seperti tidak pernah di masuki oleh siapa pun. Tapi ruangan ini terlihat begitu rapi, sepertinya pelayan-pelayan di sini selalu membersihkannya dengan teratur.Pandangan ma
Tangan pak San sudah memegang gagang pintu ruangan itu. Dia mulai mengayunkannya dengan perlahan. Saat ini tubuh Nara sudah gemetaran dengan hebatnya, dia memejamkan matanya. Meminta agar pak San tidak membuka pintu ruangan ini.Saat pintu itu hampir terayun dengan sempurna, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang memanggil pak San.“Pak San!” Wanita itu tampak berlari menghampiri pak San dengan ekspresi wajah khawatir.Sontak, pak San pun langsung melepaskan tangannya dari gagang pintu itu dan menolehkan wajahnya pada gadis yang merupakan Melly, pelayan pribadi Nara.“Ada apa? Kenapa kau terlihat khawatir?” tanya pak San.Melly terlihat sangat gemetaran. Ya, waktu istirahat yang diberikan oleh Nara sudah dirinya dan Lala habiskan, namun saat mereka kembali dan melihat keberadaan Nara di kamarnya. Ternyata kamarnya sudah kosong dan tidak ada Nara di dalamnya. “I-itu pak San, no-nona tidak ada di kamarnya,” ujarnya.“Apa? Apa kau mau mati? Tuan sudah memberikan tugas ini kh