Home / Urban / Married at First Sight? / 8. Merengkuh Manis Belahan Jiwa

Share

8. Merengkuh Manis Belahan Jiwa

last update Last Updated: 2021-09-28 06:00:53

“Kita sampai," ucap Jordan sembari melemparkan senyum riang.

Jordan membuka lebar pintu kamar hotel mereka. Lagi-lagi hamparan menakjubkan ada di depan mata. Kamar pengantin yang berikutnya mereka lihat. Unik, dengan ciri khas Bali sebagai pernak-pernik ruangan indah itu.

“It is amazing.” Clarabelle masuk ke tengah ruangan. Dia memandang sekeliling, rasa takjub memenuhi hatinya. “I love it, really.”

Senyum Clarabelle mengembang, melihat ke arah Jordan. Dia mulai terbiasa dengan Jordan di sisinya. Tidak ada rasa canggung seperti hari yang lalu.

“Lebih dari yang kubayangkan. Thank you, At the First Time I Meet You. Aku tidak akan lupa semua ini.” Jordan melangkah lebih jauh. Dia membuka pintu yang mengarah ke balkon kamar hotel.

Dari balkon, lautan lepas terhampar begitu cantik. Biru gelap, langit di atas biru cerah. Awan berarak indah tak lelah bergerak. Sementara angin terasa menerpa wajah. Suasana pantai sangat terasa.

“Wow … it is incredible. Babe …” Jordan melihat ke sekeliling. Kekaguman yang hadir di hatinya. Ini jauh lebih indah dari tempat yang dia pernah datangi beberapa tahun lalu.

Clarabelle telah berdiri di sisi Jordan, turut menatap cantiknya pemandangan di depan mereka.

“It is really great to be here.” Jordan menoleh pada Clarabelle. Senyum cantik penuh keceriaan muncul di wajah Clarabelle. Bahkan penerbangan yang lumayan lama, tidak membuatnya tampak lelah.

Jordan melebarkan tangan dan memeluknya. Lagi-lagi Clarabelle tidak menolak. Ah, makin terbuka saja dia dalam dekapan Jordan.

“Sedikit lagi, sabar, Jordan …” batin Jordan bicara.  “Tidak malam ini. Aku akan buat kamu yang menginginkan aku, Lala. Lihat saja.”

Di tengah suasana manis itu, sementara senyum Clarabelle belum menghilang, Jordan memberikan kecupan lembut. Dia harus bermain lambat. Dia tidak boleh salah langkah, atau Clarabelle akan menarik dirinya lagi.

*****

Pesona Jordan tak bisa diabaikan. Pria itu begitu manis, membuat Clarabelle makin suka bersamanya. Para ahli cinta itu benar-benar tahu, pria seperti apa yang Clarabelle perlukan. Ramah, pengertian, pendengar yang baik, dan sabar. Siapa yang tidak akan tergoda dengannya? Bukan hanya fisiknya, sikapnya pun begitu mengesankan.

Tiga hari berlalu, berdua mereka menjelajah Bali. Pulau Dewata memang menakjubkan. Hati Clarabelle dipenuhi rasa syukur dan kekaguman menyaksikan semua keindahan di depan matanya. Dia bisa mengerti mengapa Adriano begitu bangga dengan Indonesia. Tidak pernah bosan dia mengajarkan semua hal tentang negeri asalnya paada Clarabelle. Budaya, kebiasaan, prinsip-prinsip, meskipun itu ada kalanya sedikit tidak masuk akal untuk kehidupan di Australia. Dengan melihat sendiri yang ada di Bali, Clarabelle sangat mengerti alasan papanya melakukan itu sejak dia kecil.

“Ada kalanya aku marah karena papa memperlakukan aku tidak seperti anak-anak yang lain. Ada nasihat-nasihatnya yang aku kesal, kenapa aku harus berbeda dengan teman-temanku. Sekarang aku paham. Kehidupan di sini, membuat aku mengerti. Dan aku sangat menghargainya.” Clarabelle kembali bercerita tentang dirinya.

“Jadi itu juga alasannya, kamu tidak mudah bersentuhan dengan lawan jenis?” Jordan menanyakan itu dengan senyum manis di bibir. Dia harus hati-hati, jangan sampai istrinya terganggu dengan pertanyaan itu.

Clarabelle masih sedikit tidak mudah bicara tentang hal-hal berbau pribadi seperti ini. Tetapi dia dan Jordan adalah suami istri. Pernikahannya, dia harapkan tidak hanya selama delapan minggu dalam acara itu, yang dikelilingi kamera ke mana mereka pergi. Clarabelle mau, menikah sekali dan berlangsung seumur hidupnya. Dia harus berani mengatakan apa adanya tentang dirinya. Dia berharap Jordan bisa memahami semua itu.

“You are right.” Clarabelle mengangguk. “Aku hanya akan memberikan diriku kepada pria yang menjadi suamiku dan … aku tahu dia sayang padaku, menghargaiku, bukan sekedar ingin menikmati fisikku.”

Jordan cukup terkejut mendengar ini. Jadi, Clarabelle benar-benar masih murni? Dia kira hanya karena belum saling kenal saja dia menjaga dirinya. Ternyata … Clarabelle benar-benar belum tersentuh. Jantung Jordan berdetak keras. Jika benar, dia akan merengkuh utuh Clarabelle, menjadi pria pertama yang menikmati kebersamaan terdalam dengannya. Jordan merasa menang dua kali!

“Lala …” Jordan tidak tahu mengapa di dadanya ada gemuruh yang tak bisa dia tahan. Jika mungkin, di malam indah itu, bisakah dia mendapat jackpot dari istrinya?

“Aku tidak akan memaksa. Jika kamu siap, kapan saja.” Jordan memegang tangan Clarabelle. Hatinya berkata lain, tapi dia tidak boleh gegabah.

Kelembutan Jordan membuat Clarabelle makin nyaman. Hatinya tak bisa menolak lagi. Dia mulai menikmati kecupan lembut yang sesekali Jordan kirimkan di pipi atau bibirnya. Dan di sisi terdalam dirinya, seakan mendorong dia lebih berani dan ingin melepas semua untuk pria manis yang telah mencairkan dingin hatinya.

Malam itu, ketika bulan hampir purnama, setelah makan malam romantis, di tengah rasa letih setelah menikmati cantiknya pantai di siang hari, Clarabelle dengan rela membiarkan Jordan merengkuhnya. Ada rasa takut, ada rasa malu. Tetapi dia tidak lagi mengelak. Setiap sentuhan Jordan, dia mau merasakan itu sebagai hadiah istimewa untuk awal pernikahan mereka. Penyatuan yang meneguhkan bahwa mereka sesungguhnya masuk dalam sebuah pernikahan. Bukan sekadar sebuah upacara, tetapi sebuah komitmen, sehati, sejiwa, dan juga satu tubuh.

Setelah petualangan cinta yang Jordan lewati sekian lama, terbiasa dengan banyak wanita yang bisa jadi berganti tiap malam, bersama Clarabelle, Jordan merasakan sensasi yang begitu berbeda. Clarabelle benar-benar polos, tidak tahu harus berbuat apa. Jordan justru bersemangat. Ini pengalaman luar biasa buatnya. Yang paling dia suka, karena dia menjadi pria pertama yang mendekap dalam Clarabelle, sebagai suami untuknya.

“Honey …” bisikan itu, rasanya begitu berarti untuk Clarabelle. Dia tatap Jordan yang ada tepat di depannya, pria itu masih menginginkannya.

Hingga lewat tengah malam, Jordan akhirnya melepaskan Clarabelle. Puas, lega. Dia berhasil menaklukkan gadis unik itu. Wanitanya, istrinya. Clarabelle, meski masih terlihat malu, dia tetap merapatkan diri pada Jordan, tidak ingin jauh darinya. Dalam pelukan hangat Jordan, Clarabelle akhirnya terlelap.

Beberapa jam kemudian, Jordan merasa sangat haus. Dia membuka matanya. Clarabelle masih terlelap dengan tubuh meringkuk dalam dekapan Jordan. Jordan tersenyum. Istrinya manis sekali. Dia hampir menangis saat melepaskan bagian terdalam dirinya dipenuhi Jordan.

“Malam yang luar biasa. Thank you.” Jordan berbisik, seakan Clarabelle bisa mendengarnya.

Jordan melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Jam enam lewat dua puluh menit. Perlahan dia lepaskan Clarabelle, hati-hati agar wanita itu tidak terbangun. Jordan mengambil segelas besar air, menegukanya hingga gelasnya kosong. Kemudian Jordan meraih ponsel dan duduk di sofa di sisi kanan kamar itu. Dia ingin membagikan kemenangan ganda karena ikut acara ini pada teman-temannya.

- Thank you, Guys! Kalian memang sahabat paling oke yang tahu diriku dengan sangat baik. Aku mendapat seorang istri yang cantik. Dan … jackpot-ku … Virgin!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Married at First Sight?   Extra Part 3 - You Will Be The Last

    "Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj

  • Married at First Sight?   Extra Part 2 - Welcome Home, Sweet Heart

    Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah

  • Married at First Sight?   Extra Part 1 - Yes, She Is!

    Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum

  • Married at First Sight?   124. Hold Me Tight

    Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do

  • Married at First Sight?   123. Tatapan Penuh Arti

    James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h

  • Married at First Sight?   122. Bertahanlah

    Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status