“Aku ingin membersihkan diriku. Maaf …” Clarabelle berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi. Dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia sangat paham jika Jordan akan marah, tetapi Clarabelle punya alasannya dan dia harus tegas dengan itu.
Jordan hanya memandangi saja saat Clarabelle menghilang di balik pintu kamar mandi. Terasa getaran dari saku celananya. Jordan merogoh kantung celana dan mengeluarkan ponsel yang tersimpan di sana. Ronald menelpon.
“Dasar,” umpat Jordan. Bagaimana bisa temannya itu menghubungi di saat seperti ini.
“Mau apa menghubungi aku sekarang?” Sedikit kesal Jordan menerima juga panggilan Ronald.
“Haa … haa …” Suara tawa Ronald memekakkan telinga Jordan hingga dia menjauhkan ponsel.
“Lagi ngapain? Sudah seru-seruan dengan is-tri-mu?!”
Jordan melotot kesal. Temannya yang satu itu paling suka bikin emosi naik. Sengaja juga dia mengatakan istrimu dieja begitu.
“Bagaimana mau seru kalau ada setan lewat!?” sentak Jordan makin gusar. Tawa Ronald kembali meledak. Dan yang lebih mengesalkan suara tawa lain juga terdengar. Rupanya Warren dan Louie ada bersama Ronald.
“Gimana? Wanita separuh Asia juga seru di atas kasur?” Kali ini Warren yang menyahut.
“Cari sendiri buat dirimu, biar kamu tahu!” Jordan ingin sekali menempeleng wajah panjang Warren. Kalau saja mereka tahu, kali ini Jordan terpaksa menahan diri karena istrinya tidak mau disentuh. Benar-benar sial. Bayangan manis melewati malam panjang dengan wanita yang dia nikahi, tampaknya harus dia singkirkan dulu.
“Apa dia panas? Atau dia pasrah?” Louie kembali menyerang.
“Hei, jangan bikin aku naik darah. Tunggu aku pulang, aku tagih tiket bulan madu. Oke?”
Dengan kasar Jordan mematikan panggilan itu dan langsung dia matikan ponselnya.
Jordan melempar ponsel ke kasur, lalu menjatuhkan punggungnya, berbaring menatap langit-langit kamar yang putih bersih. Di ranjang itu bertebaran mawar merah dan aroma wanginya merebak menusuk hidung Jordan. Sayang, semua suasana manis itu tidak semanis yang Jordan bayangkan.“Oke, Lala … sepertinya aku bertemu gadis lugu dan kuno. Makhluk langka abad ini. Kita akan lihat sejauh mana pertahanan kamu.” Bergumam sendiri, Jordan menetapkan di hati, dia akan membuktikan julukan playboy yang melekat padanya itu sepadan. Wanita seperti apapun bisa dia taklukkan. Jordan merasa tertantang dengan pernikahan mainan ini!
*****
Pagi datang.
Clarabelle membuka mata, dengan cepat dia berbalik dan melihat ke sisi lain ranjang besar tempatnya berbaring. Ah, Jordan masih tidur nyenyak. Pria tampan itu tidur terlentang dengan tangan di atas keningnya. Clarabelle tak bisa mengelak, postur dan tampang Jordan memang mempesona.
Semalam setelah mandi, dengan tegas Clarabelle mengatakan dia sangat lelah dan ingin segera tidur. Jordan tidak mendebat. Dengan senyum manis dia mengiyakan. Bahkan Jordan mengatakan agar Clarabelle memberitahu kalau dia tidak merasa nyaman dengan Jordan.
Clarabelle lega Jordan bisa memahami situasinya. Dan sepanjang malam, Jordan tidak ada niatan menyentuh Clarabelle. Keduanya pun lelap hingga pagi hadir kembali.Baru selesai dari kamar mandi, room service datang membawakan sarapan istimewa untuk pengantin baru. Dan sekaligus ada amplop berwarna merah marun titipan dari kru acara, kejutan buat kedua mempelai.
Clarabelle meletakkan makanan di atas meja. Tepat saat itu Jordan terbangun. Melihat Clarabelle akan sarapan, dengan cepat Jordan mendekat.
“Morning, Lala. You look good today. So pretty.” Jordan tersenyum. Ini bukan sekedar pujian untuk menyenangkan Clarabelle. Asli, sekalipun tanpa make up, baru bangun tidur, Clarabelle memang cantik.
“Thank you.” Clarabelle pun melebarkan senyumnya. Suami. Dia punya suami yang menyapa manis di pagi hari. Ternyata menyenangkan juga. Sepertinya saatnya Clarabelle lebih berani terbuka, mengijinkan Jordan mendekat.
Jordan duduk di sebelah Clarabelle dan mengambil porsi makanan untuknya. Dilihatnya sebuah amplop manis tergeletak di meja. Jordan mengambilnya, membuka isinya, lalu dia tunjukkan pada Clarabelle.
“Babe … Can you guess what it is?” Jordan memandang Clarabelle.
Jantung Clarabelle berdegup tiba-tiba. Dari tatapan Jordan, Clarabelle tahu apa yang tertulis di amplop itu.“Wedding present. A sweet honeymoon, for us …” Jordan mendekatkan wajahnya. “Look … Bali!”
Mata Clarabelle melebar seketika. “Bali?”
“Yup. Bali. Wonderful!” Jordan sangat senang dengan kejutan itu. Dia pernah ke Bali beberapa tahun lalu. Kenangan yang Jordan tidak akan pernah lupa. Pergi dengan wanita yang istimewa. Tetapi kali ini, dia akan kembali ke Bali dengan istrinya. Dia harus membuat momen ini lebih luar biasa.
“You like it?” Jordan bertanya dengan wajah ceria.
Clarabelle merasa ada degupan halus menyapa hatinya saat menatap mata tajam dan bagus Jordan.“Bali is special for me.” Clarabelle menjawab dengan senyum lebar.
“Really?” Jordan mencoba tertarik pada yang Clarabelle katakan. Dia sengaja menetapkan hati akan mengikuti permintaan Clarabelle. Mungkin memang Jordan harus pakai strategi lain untuk mendekati wanita yang unik ini.
“Papaku berasal dari Indonesia. Dia bertemu mama di Bali. Jika aku bisa ke sana, aku akan paham sejarah yang tercipta di antara mereka.” Dengan hati berbunga Clarabelle menjawab pertanyaan Jordan.
“Wow!” Jordan tidak mengira ini yang Clarabelle ungkapkan. Yang Jordan pikir Bali adalah tempat kenangan Clarabelle dengan kekasihnya.
“I am excited.” Clarabelle melihat Jordan tampak bersemangat. Dia harus juga menyambut hari-hari istimewa di sana. Bersama pria asing yang dia sebut suami itu.
*****
Pesawat melandai, makin merendah, perlahan menjejakkan roda di landasan luas, Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Hati Clarabelle meletup dan berdetak begitu cepat. Impiannya ingin melihat negeri kelahiran papanya telah menjadi nyata. Sekian tahun berharap, dia bisa menyaksikan sendiri, Indonesia, tempat yang indah, yang sering dia dengar dari Adriano atau dia saksikan dari layar kaca, atau juga browsing di internet.
“Kita akan bersenang-senang, oke?” Jordan meraih tangan Clarabelle dan menggandengnya.
Clarabelle tidak menolak. Semakin lama bersama Jordan, dia merasa semakin nyaman. Jordan sangat manis dan terbuka. Dia mendengar semua yang Clarabelle tuturkan, menerimanya dengan lapang, tampak tidak terganggu dengan apapun yang Clarabelle ceritakan padanya.
Sementara perjalanan menuju hotel, Jordan tidak melepaskan tangan Clarabelle. Senyum pria itu berulang kali muncul menghiasi wajahnya yang tampan. Setiap kali Clarabelle melirik padanya, selalu ada letupan mendesak di dada gadis itu.
“Apa aku sudah jatuh cinta padanya?” bisik hati Clarabelle. Lama Clarabelle memang tidak merasakan debaran seperti ini. Sejak dia memutuskan menyingkirkan semua hal tentang laki-laki. Anehnya, dengan pria yang dia temui pertama kali di hari pernikahannya, Clarabelle menemukan getaran itu kembali.
Jordan mulai memahami Clarabelle. Tidak rugi dia browsing beberapa situs tentang gadis-gadis Asia. Memang, Clarabelle lahir dan besar di Sydney, tetapi setelah beberapa kali perbincangan, Jordan bisa melihat dia sangat berbeda dengan gadis Aussie pada umumnya. Dan jawabannya, Jordan temukan pada karakter wanita Asia.
“Kunci sudah aku temukan, Lala. Tidak akan lama, kamu akan pasrah dan memberikan dirimu padaku.” Yakin, Jordan bicara dalam hati. Dia tatap lembut mata Clarabelle. Dia tebar pesona yang dia bisa pastikan membuat Clarabelle tidak akan ragu makin lekat dengannya.
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak