Share

3. Dikira Mudah

"Assalamualaikum Bu," ucap Diandra.

"Walaikumsalam Di," Sambut sang Ibu.

"Loh.. Baju kamu kenapa basah gitu, Di?"

"Gak Papa Bu, cuma kecipratan air aja."

"Siapa yang tega ke kamu gini, Di?"

"Biasa Bu. Ulah Orang gak ada adab, si Bos nyebelin itu Bu."

"Pak Zaid? Bos kamu?" Tanya Ibu Diandra.

"Siapa lagi kalau bukan Bos nyebelin itu Bu."

"Kalau gitu kamu mandi dulu gih. Nanti kita langsung makan malam selesai sholat."

"Iya Bu, Diandra mandi dulu Bu." Diandra segera pergi ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi ia masih sangat kesal pada Zaid.

"Baju ini baru aku pake sekali lagi, nodanya bisa ilang atau enggak ya?" Diandra ngedumel.

***

"Di, kamu udah selesai sholat belum?" Ibu Diandra berasa di depan kamarnya.

"Udah Bu."

"Ayo buruan ke bawah Di. Kita makan malam bareng."

"Iya Bu. Diandra keluar sebentar lagi." Buru buru Diandra melipat muken dan sajadahnya.

"Tap.. Tap.. " Langkah kaki Diandra menuju meja makan yang ada di dapur.

"Di, kamu mau Ibu ambilin nasinya?" Tanya Ibu Diandra.

Ibu Diandra bernama Rina. Wanita itu sudah menjadi orang tua tinggal sejak suaminya meninggal saat Diandra masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

Bu Rina wanita yang tangguh dan tabah. Ia berhasil membesarkan Diandra dan kedua adiknya. Adik Diandra bernama Rinal dan sudah bekerja dan si Bungsu sedang belajar di salah satu negeri Timur Tengah sejak setahun lalu.

"Iya Bu, tapi dikit aja. Diandra gak selera makan Bu."

"Loh, kok dikit aja. Ibu udah masak banyak lo Di. Di rumah cuma ada kita berdua. Rinal ada urusan kantor, pulangnya larut malam."

"Iya Bu. Diandra cuma lagi gak napsu makan aja."

Bu Rina enggan bertanya lagi, Ia membawa dia piring berisi nasi. Sedangkan lauknya ada di meja di hadapan mereka berdua.

"Ini, coba habisin ya Di."

"Iya Bu."

Diandra dan sang Ibu menikmati makan malam mereka tanpa banyak bicara. Bu Rina paling tau jika mengobrol saat makan akan membuat mood Diandra lebih buruk lagi.

Usai menyantap makanannya hingga habis, Diandra bermaksud mencuci piring dan alat alat memasak yang berserakan di wastafel.

"Di, apa kamu gak kepikiran untuk menikah?" Bak petir di tengah gurun luas, Diandra mendengar pertanyaan yang tidak bisa Ia jawab.

Tidak ada kata yang keluar dari mulut Diandra, Ia menyabuni gelas gelas kotor. Mereka berdua terjebak dalam keheningan tanpa suara untuk beberapa saat.

"Apa Ibu akan bahagia jika Diandra menikah, Bu?" Tanya Diandra. Wanita itu masih mebelakangi sang Ibu dan terus menyabuni peralatan masak yang kotor

"Ibu pasti akan bahagia jika kamu segera menikah, Di."

"Apa ini ada kaitannya dengan rencana pernikahan Rinal, Bu?" Diandra berbalik dan menghadap sang Ibu.

"Bukan. Ibu hanya ingin melihat kamu hidup bahagia dengan seseorang Di. Ibu tidak tahu usia Ibu sampai kapan. Ibu khawatir jika kamu tidak kunjung menikah."

'DEGG.. ' Batin Diandra. Hati anak aman yang tidak terenyuh jika seorang Ibu mengatakan hal seperti itu.

Diandra segera mencuci tangannya dan duduk di samping sang Ibu.

"Ibu pasti akan panjang umur dan melihat Diandra menikah. Diandra janji Bu. Suatu hari nanti hari itu pasti akan tiba. Ibu jangan ngomong aneh aneh gitu ya Bu."

"Ibu serius Di. Ibu ingin sekali melihat kamu menikah sebelum Ibu meninggal."

"Bu, udah Diandra bilang, Ibu pasti akan tetap sehat. Sampai nanti, Bu." Mata Diandra berkaca kaca.

Keinginan sang Ibu yang satu ini terlalu sulit untuk Ia makbulkan. Tahun ini usia Diandra menginjak 29 tahun, namun belum memiliki rencana untuk menikah.

Menikah bukan perkara yang mudah bagi Diandra. Ia merasa belum siap dan belum pantas untuk menikah. Entah pernikahan seperti apa yang akan Ia jalanin jika menikah di waktu yang kurang tepat.

"Gak ada yang tahu usia Ibu sampai kapan, Di. Apa tidak ada satupun dari pria yang kamu kenal yang kamu sukai?"

"Mereka semua baik, Bu. Tapi Diandra tidak menyukai mereka."

"Tolong pikirkan lagi permintaan Ibu, Di. Ibu ingin segera melihat kamu menikah."

"Diandra akan berusaha, Bu."

'Ini sesuatu yang tidak mungkin Bu, bagaimana Diandra bisa mewujudkannya?' Batin Diandra.

Usai obrolan itu, Diandra menyelesaikan cucian piringnya dan kembali ke kamarnya.

Di lihatnya banyak pesan masuk dari Ketua Tim 1. Ketua Tim 1 bernama Sequ, pria berusia 25 tahun dan sangat cerdas.

[Bu Dian, Pak Bos benar benar gila. Awalnya saya pikir saya bebas menentukan konsep dan anggaran iklan yang akan perusahaan kita buat, ternyata enggak]

[Andai saya tahu apa yang terjadi sejak awal, saya pasti tidak akan menyanggupinya Bu]

[Apa yang harus saya lakukan Bu? Si Bos crazy mengirimi saya banyak pesan]

3 kali panggilan tidak terjawab dari Sequ.

Diandra merasa kasian dan membalas pesan itu.

[Katakan pada Pal Zaid jika kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi anggarannya benar-benar minim dan tidak memungkinkan] sent.

Sequ is tyiping..

Rupanya Sequ sedang menunggu jawaban langsung dari Dian untuk membalas pesan Zaid.

[Apa Pak Bos tidak akan murka, Bu?]

[Tenanglah, kamu sudah berusaha yang terbaik. Si bos akan ngerti kok]

Sequ langsung mengikuti saran Diandra, alhasil ia dikatai katain lewat pesan singkat oleh Zaid.

Itu sudah menjadi hal biasa, Sequ tidak akan tersinggung. Mereka semua sudah terlatih dikatain tidak becus dan lain-lainlain-lain oleh Zaid.

[Terima kasih Bu. Akhirnya beban saya sudah berkurang. Sepertinya Pak Zaid akan kembali merepotkan Ibu]

[Tidak masalah Sequ, si Bos memang sudah bawaan dari Oroknya kayak gitu. Keep semangat 💪💪]

Akhirnya kegiatan saling bertukar pesan itu usai juga. Diandra bisa sedikit relaks. Diandra berbaring di kasurnya dan merasakan dunianya beristirahat untuk sesaat.

Namun pikirannya tidak kunjung mau diajak beristirahat. Ia memikirkan kata kata Ibunya tadi.

Sungguh berat permintaan sang Ibu. Diandra selalu sibuk bekerja dan menikmati waktunya tanpa memikirkan hubungan yang seserius itu.

Kali ini ia sangat terdesak, kondisi kesehatan sang Ibu belakangan ini banyak menurun. Ditambah lagi sang Adik yaitu Rinal membicarakan rencana pernikahannya pada Diandra dan sang Ibu sebulan lalu.

Diandra tidak masalah jika sang adik menikah lebih dulu, namun tampaknya sang Ibu berat hati mengizinkan Diandra dilangkahi oleh sang Adik.

'Dian baik baik saja seperti ini, Bu. Diandra pasti akan menikah Suatu hari nanti jika menemukan pria yang tepat, dan sekarang bukan momen yang tepat. Zahra juga masih perlu banyak uang untuk sekolahnya, dan Ibu akan segera pensiun bulan depan. Sedangkan Rinal, Rinal pasti akan fokus membina keluarga kecilnya setelah menikah Bu.' Pikiran dan segala alasan nyata beradu dalam kepala Diandra.

"Satu hal lagi, Bu. Dian ingin terus berada di dekat Ibu."

"Dret.. Dret... " Panggil masuk dari Zaid berhasil membuyarkan pikiran Diandra. Ia sudah menduga Zaid akan menghubunginya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status