"Cekrekkk" Diandra membuka pintu ruangan rapat dengan terburu-buru.
Di dalam ruangan sudah berkumpul semua orang. Mereka melihat ke arah Diandra. Penampilan Diandra berantakan dan menjadi perhatian orang orang. Ia juga berkeringat."Maafkan saya." Diandra segera masuk ke dalam ruangan."Syukurlah Ibu tiba tepat waktu, jika tidak pasti saya sudah dihabisi oleh Pak Zaid," Bisik Fifi.Kali ini Fifi yang ikut rapat bersama Diandra."Maaf, kejadian tidak terduga terjadi, Fi."Diandra sudah tahu kebiasaan kliennya itu, pasti Zaid akan mengajak kliennya itu mengobrol dan minum kopi dulu sebelum rapat. Ini memungkinkan untuk Diandra tiba di kantor sebelum rapat.Mata Zaid tidak lepas dari Diandra sejak wanita itu tiba. Zaid pasti akan memarahinya abis baisan nanti, dan Diandra sudah tahu itu.Diandra merapikan sedikit penampilannya dan membuka file yang akan ditampilkan pada klien.20 menit berlalu, respon klien sangat baik. Mereka suka dengan kinerja Diandra dan Tim."Sangat bagus dan fresh. Kami sangat luas. Semoga eksekusinya sebagus rencana.""Terima kasih Pak. Kami akan berusaha sebaik mungkin," Jawab Zaid."Terima kasih Pak," Ucap Diandra juga.Diandra kembali duduk di kursinya semula dan membiarkan Zaid yang mengambil alih pembicaraan setelahnya.Zaid lanjut bernegosiasi mengenai harga, pastinya itu sangat penting. Zaid sangat handak dalam melobi, Diandra sering kali menjadi saksi dari keterampilan Zaid itu.Zaid mengantarkan klien hingga lift turun, diikuti oleh Diandra dan Fifi setelah pembicaraan usai."Terimakasih Pak Dani, semoga perjalannya menyenangkan.""See you, Mr. Zaid dan Diandra," ucap Klien mereka."Take Care, Sir," Ucap Diandra.Senyum Zaid maupun Diandra merekah mengantarkan klien itu pergi."Diandra, segera ke ruangan saya!" Titah Zaid. Raut wajahnya otomatis berubah 180 derajat dari yang tadi."Baik Pak."Fifi sudah tahu jika Diandra akan menghadapi badai dan tidak bertanya apapun.Diandra langsung mengekoti Zaid dibelakang ke ruangan.Sesampainya Diandra disana, ia tidak berani duduk dan berdiri sambil menunduk."Mana keangkuhan kamu yang biasa, lihat ke arah saya! Buka ke lantai.""Maafkan saya Pak. Saya terlambat tiba dan hampir mengacaukan rapatnya.""Sudah berapa lama kamu kerja di sini?""Empat tahun Pak.""Terus.. Kenapa hal sesederhana ini kamu masih belum bisa?""Maafkan saya Pak. Kesehatan sangat buruk tadi malam dan menyebabkan saya kesiangan.""Banyak alasan kamu. Jangan ulangin lagi! Saya udah gak punya energi buat marah marah sama kamu.""Baik Pak. Saya permisi." Diandra berbalik badan."Oh iya, good job untuk yang tadi. Dan penampilan kamu hari ini jauh lebih baim dari biasanya," Puji Zaid.'Dia muji aku atau apa?' Diandra mengerutkan keningnya."Makasih Pak," Singkat saja. Diandra masih kurang enak badan dan ingi segera pergi dari sana.Di ruangannya, Diandra sudah ditunggu oleh rekan rekan kerjanya."Terlambat sedikit saja, pasti aku bisa mati gara gara gak bisa napas, Bi," Ungkap Fifi pada Bianca.Mereka sedang menggunjingkan apa yang terjadi di dalam ruangan rapat tadi."Syukurlah saya tiba tepat waktu kan, Fi," Sambung Diandra. Ia baru saja tiba di ruangan mereka."Iya Bu. Saya hampir kehabisan napas melihat ekspresi Pak Zaid tadi.""Jangan khawatir, saya gak akan mengulanginya lagi. Kamu pasti kesulitan tadi," Diandra menyentuh bahu Fifi.Ia paham betul bagaimana cara Zaid mengintimidasi bawahannya walau hanya dengan sebuah tatapan."Iya Bu. Ibu kenapa bisa terlambat? Wajah Ibu juga pucat banget.""Oh... Itu.. Saya sedikit demam."Bianca dan Fifi bisa melihat keringat yang bercucuran dari dahi Diandra."Sepertinya Ibu gak terlalu biak, Bu. Apa Ibu gak izin pulang aja?" Saran Bianca."Saya akan izin pulang setelah rapat acara perayaan aniversary perusahaan kita nanti siang. Saya udah ngerasa mendingan kok.""Kalau gitu, Ibu mau dibeliin obat atau sarapan, Bu?""Sandwich yang ada di lobi aja, Bi. Boleh bantu saya beliin?" pinta Diandra.Ia memang sedang meriang tapi masih sanggup untuk bekerja."Baik Bu, saya akan segera membawakannya untuk Ibu."Selepas sarapan pagi, kondisi Diandra tidak juga membaik. Ia memutuskan untuk pulang saja.Diandra mengirim pesan pada Ketua Pelaksana Acara aniversary perusahaan bahwa ia tidak bisa bergabung siang nanti.***Siang harinya, semua orang yang terlibat dalam perencanaan acara aniversary perusahaan berkumpul di salah satu cafe dekat kantor.Zaid juga bergabung bersama mereka."Dimana Diandra?" Tanya Zaid pada Sequ."Bu Dian sakit dan pulang lebih awal Pak.""Tadi keliatannya baik baik aja. O.. Kalau begitu ya udah. Mulai pembicaraannya.""Baik Pak," Ucap Ketua.Ketua acara ini sejatinya adalah Diandra, tapi karena ia sangat sibuk, ia dijadikan Wakil Ketua oleh rekan rekan lainnya. Posisi Ketua dilimpahkan pada bagian humas, yaitu Doni.Doni menyampaikan setiap progres persiapan yang sudah dikerjakan. Tidak ada yang spesial dari pertemuan itu. Zaid hanya ingin tahu apa persiapannya sudah selesai atau belum.Perayaan besar itu akan diadakan sekita tiga hari lagi. Akan banyak orang orang penting yang akan menghaditi acara itu."Baiklah, tolong berkoordinasi dengan Diandra, dan rekan rekan lainnya Don. Saya pergi lebih dulu karena ada meeting di luar setelah ini.""Baik Pak. Kami akan berusaha menyiapkan yang terbaik.""Saya pergi dulu, nikmati makan siangnya.""Baik Pak. Terimakasih," Ucap Beberapa Orang.Zaid dan Dikata langsung meninggalkan tempat itu."Apa kondisi Diandra sangat buruk, Dik?""Saya kurang tahu Pak, tapi tadi pagi wajah Bu Diandra sangat lucaat padahal udah pake make up.""Benarkah? Ternyata hanya saya yang tidak menyadarinya."Sedangkan Diandra sudsh tiba di rumahnya, tapi tidak seorangpun ada disana.Diandra mengganri pakaiannya dan segera berbaring di karsurnya. Diandra bermaksud untuk tidur. Ia pikir demamnya akan hilang jika cukup istirahat."Uhukk.. Uhuk.."Diandra bergeser ke kiri dan ke kanan. Ia masih merasa tidak nyaman."Uhukk. uhukk.uhukk.." Batuk Diandra kian parau. Kepalanya juga terasa pusing."Kenapa kepalaku juga ikutan sakit?" gumam Diandra.Beberapa detik berlalu, Diandra kembali berbaring dan berusaha untuk tidur.Beberapa jam berlalu, Diandra terbangun di tempat yang asing baginya."Mba Dian.. Mba," Panggil Rinal. Rinal yang berada di samping Diandra saat wanita itu terjaga."Mba ada dimana, Ri?" Tanya Diandra."Kita ada di rumah sakit Mba. Mba tadi gak sadarkan diri saat Rinal sampe di rumah.""Kamu gak bilang Ibu kan, Ri?""Enggak Mba. Ibu pasti akan khawatir jika tahu Mba masuk rumah sakit, jadi Rinal gak kasih tahu Ibu.""Good idea. Mba sudah merasa lebih baik. Kita pulang sekarang ya Ri," Punya Diandra."Tadi darah Mba sudsh diambil dan masih menunggu hasilnya keluar Mba. Sepertinya bukan demam biasa Mba.""Oh.. Gitu. Tapi Mba beneran gak papa Ri. Kamu urus administrasinya, Mba mu pulang sekarang. Kita tinggal nunggu hasilnya aja kan?""Tapi Mba... ""Ayolah Ri! Mba cuma demam biasa kok.""Baiklah, tapi Mba yakin gak papa kan?""Iya Ri. Panggil Susternya nanti ya. Lepasin infusnya Mba.""Iya Mba," ucap Rinal.Rinal segera keluar untuk mengurus administrasi. Sekitar sepuluh menit berlalu, Rinal kembali ke ruangan Diandra.Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra."Uhuk..uhukk"Diandra masih batuk batuk.Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki