Beranda / Romansa / Married to My Anemy / 6. Kekhawatiran Rinal

Share

6. Kekhawatiran Rinal

Penulis: Asyima Handayu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 22:56:03

"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk" Suara batuk Diandra di dengar oleh Rinal. Rinal tidak yakin jika membawa pulang sang kakak menjadi pilihan terbaik.

"Cekrekk" Rinal membuka pintu ruangan Diandra.

Di sana sudah ada perawat yang melepaskan selang infus milik Diandra.

"Uhuk..uhukk.. "

"Mba, atuknya lebih parah dari tadi. Apa gak lebih baik kalau Mba tetap dirawat di rumah sakit?"

"Mba gak papa kok, Ri. Kita pulang sekarang hmm?" Pinta Diandra

Wajahnya terlihat sangat pucat dan membuat Rinal tidak bisa berhenti khawatir.

"Baiklah, Mba. Tapi kalau Mba gak ngerasa baikan setelah kita pulang, kita harus segera kembali ke rumah sakit ya, Mba."

"Baiklah, jangan khawatir Ri. Mbamu ini cuma demam doang kok."

"Iya Mba."

"Sudah selesai Bu," Ucap Suster yang membantu Diandra.

"Terima kasih, Sus," Ucap Rinal dan Diandra bersamaan.

"Sama sama Bu, Pak," Balas Suster itu. Perawat itu segera meninggalkan ruangan Diandra.

Tidak lama, Rinal dan Diandra juga pergi dari sana. Dibantu Rinal, Diandra menuju tempat parkir mobil.

"Makasih Ri," Diandra mendaratkan bokongnya pada kursi di sebelah pengemudi.

"Iya Mba. Gak perlu bilang makasih Mba."

"Maaf Mba merepotkan kamu, padahal kamu pasti capek sudah seharian bekerja."

"Mba gak boleh ngomong gitu, selama ini Mba sudah bekerja untuk keluarga kita."

"Kamu sudah dewasa Ri," Diandra menyentuh tangan Rinal.

"Rinal tahu jika Rinal mengecewakan Mba karena rencana pernikahan Rinal, Mba. Maafkan Rinal, Mba. Mba sudah bekerja keras untuk Rinal, tapi Rinal malah menikah lebih dulu dan terkesan kurang perhatian dengan keluarga kita, Mba."

"Kamu jangan khawatir, jangan pikirkan apapun. Awalnya Mba tidak setuju kamu memutuskan untuk menikah si usia yang masih muda, tapi setelah melihat kesungguhan kamu, Mba jadi tahu jika kamu sudah memikirkan semuanya dengan matang."

"Terimakasih telah mengerti Rinal Mba. Tapi keinginan Ibu, Mba..?"

"Keinginan Ibu..?" Tanya Diandra.

"Iya Mba. Ibu ingin Mba ingin segera menikah, jika memungkinkan lebih cepat dari Rinal. Kondisi kesehatan Ibu belakangan juga kurang baik, Mba."

"Jangan khawatir Ri, Mba pasti akan menikah Suatu saat nanti. Mba masih ingin tetap selalu ada di samping Ibu sedikit lebih lama Ri. Dan.." Kalimat Diandra menggantung.

"Dan apa, Mba?" Tanya Rinal.

"Mba belum menemukan pria yang tepat. Lagi pula menukah itu, tidak semudah itu bagi Mba, Ri."

"Rinal berharap Mba menemukan Pria yang baik," ucap Rinal.

"Kita malah asyik mengobrol, bisa bisa Ibu tiba lebih dulu di rumah daripada kita Ri. Ayo jalankan mobilnya."

"Baik Mba."

Rinal segera menuruti perintah Diandra. Di tengah jalan, mereka mampir untuk membeli makan malam.

"Mba di dalam mobil aja, biar Rinal yang pesan."

"Mba ikut keluar Ri, Mba banyak request biasanya."

"Tapi kan, Mba..." Rinal belum menyempurnakan kalimatnya, tapi Diandra sudah keluar dari mobil.

Buru buru Rinal memapah sang Kakak ke gerobak penjual ketoprak langganan keluarganya itu.

Dan di saat itu, mobil yang dikendarai Zaid lewat di hadapan kakak beradik itu. Zaid menyetir mobilnya sangat santai.

'Katanya pulang cepat karena sakit, tapi malah bermesraan dengan pacarnya di tengah jalan,' batin Zaid. Zaid menghentikan laju mobilnya untuk mengamati Diandra dan Rinal.

Rinal memapah Diandra berjalan dan wajahnya sangat khawatir.

"Eh.. Ada Mba Diandra dan Mas Rinal. Pesen yang kayak biasa Mba?" Tanya pedagang yang sudah sangat mengenal Diandra.

"Hmm.. Iya Mas."

"Tuh kan Mba, Rinal juga udah bilang tunggu di mobil aja. Mas juga udah hapal pesenan Mba," Rinal mengomel.

"Gak papa Ri. Mba seneng nyium harumnya ulekan kacangnya. Bikin selera makan, tau.. "

"Wah.. Sepertinya sia sia Rinal khawatir, Mba."

Sang Pedagang fokus membuat pesanan Diandra dan memilih tidak terlibat pembicaraan keduanya.

Dengan sabar, Zaid masih mengamati keduanya.

Setelah mendapat makanan yang diinginkannya Rinal kembali membantu Diandra berjalan.

"Mba, bisa sendiri Ri. Mba gak lumpuh tau!"

"Nanti kalau Mba jatuh gimana?"

"Iya iya. Mba nurut. Jalannya pelan pelan. Energi Mba belum diisi ulang."

"Aneh! Bermesraan di jalanan itu tidak sopan," ucap Zaid. Pria itu tidak tahu siapa Rinal sebenarnya.

Mereka berdua terlihat seperti pasangan dalam pandangan Zaid. Setelah melihat pemandangan yang tidak nyaman itu, Zaid segera melajukan mobilnya kembali.

***

"Aku baru tahu jika Dia memiliki seorang kekasih," gumam Zaid. Zaid sedang berbaring di atas kasurnya dan bersiap untuk tidur.

Ia terbayang berapa mesranya Diandra dan Rinal tadi, pikiran Zaid merembet kemana-mana.

Ini juga pertama kalinya Ia memikirkan seorang wanita, dan wanita itu adalah Diandra.

"Come on Zaid, apa yang kamu pikirkan? Kita sudah berjanji tidak akan memikirkan wanita manapun," Ucapnya pada diri sendiri.

Sedangkan di rumah Diandra, Diandra sedang menikmati makan malamnya bersama Rinal dan sang Ibu.

"Ibu lihat wajah kamu sangat pucat, Di. Apa kamu sakit?"

"Iya Bu, tapi Di udah minum obat Bu. Ini juga udah baikan," Jelas Diandra.

"Tapi wajah kamu tidak terlihat hanya pucat sayang, kamu yakin baik baik aja? Kalau enggak, kita bisa ke rumah sakit selesai makan," ajak Bu Rina.

'Maafkan Rinal, Bu. Sebenarnya kami juga baru kembali dari rumah sakit,' batin Rinal.

"Di gak papa, Bu. Mungkin Di cuma kurang istirahat aja, Bu."

"Baiklah, kamu juga tidak suka dipaksa. Selesai makan, langsung istirahat ya."

"Iya Bu," Diandra tersenyum ke arah sang Ibu.

"Kamu kok juga udah ada di rumah jam segini Ri? Kerjaan di kantor hari ini lebih sedikit ya?"

"Iya Bu, Rinal udah pulang dari jam 5 sore tadi. Terus Mba Dian ajak beli ketoprak. Katanya gak selera makan, Bu. Jadi beli ini deh, biar Mba selera makannya, pedes pedes gitu Bu."

"Begitu ya, syukurlah. Kita sudah sangat lama tidak makan malam berkumpul seperti ini. Terkahir kali saat Ibu baru pulang dari rumah sakit."

"Iya Bu, Alhamdulillah," Jawab Rinal.

Usai makan malam, semua orang berpisah untuk kembali ke ruang pribadi masing-masing yaitu kamar tidur.

Namun berbeda dengan Rinal, hatinya masih tidak tenang. Suara batuk Diandra memang hanya sesekali terdengar, tapi ia masih sangat khawatir. Ia pulang sebelum melihat hasil pemeriksaan darah sang Kakak.

Dulu, Diandra pernah sakit parah, dan itu masih meninggalkan kenangan yang tidak menyenangkan dalam ingatan Rinal. Ibu dan Bapak sangat sedih saat itu, ia melihat Diandra sangat kesakitan dan tidak pernah tersenyum saat itu. Rinal juga tidak ingat apa nama penyakit yang menimpa Diandra dulu, ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

"Lebih baik aku memeriksa keadaan Mba Dian," gumam Rinal.

"Tap.. Tap.." Langkah kaki Rinal menuju kamar Diandra.

"Tok.. Tok.." Rinal mengetuk pintu kamar setelah tiba di depan kamar Diandra.

Rinal menunggu respon dari Diandra, tapi tidak ada sahut dari sang Kakak. Suara langkah kaki dari dalam kamar juga tidak ada.

"Srekk... " Rinal membuka pintu kamar Diandra.

'Rupanya Mba Dian sudah tidur,' Bisik Rinal. Pria itu berjalan masuk ke dalam kamar Diandra.

Diamatinya sang Kakak yang beberapa kali meringis kesakitan dalam tidurnya.

"Cepat sembuh Mba, jangan sakit!" gumam Rinal pelan. Rinal juga membenarkan letak selimut Diandra yang tersingkap tadi.

Kekhawatiran Rinal perlahan menghilang, ia keluar dari kamar Diandra.

"Ada apa Ri?" Tanya sang Ibu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Married to My Anemy   118. The End

    Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D

  • Married to My Anemy   117. Terbongkar

    iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M

  • Married to My Anemy   116.

    Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh

  • Married to My Anemy   115. Fakta Fakta

    115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat

  • Married to My Anemy   114.

    Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid

  • Married to My Anemy   113

    "Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status