Pras menahan kekesalannya pada sang adik, Sofi. Barusan tadi pagi-pagi sekali Sofi menghubungi Pras, dan mengatakan padanya jika ia dan Vania akan lebih sedikit lama tinggal di rumah orang tuanya.
Selain Vania yang masih betah tinggal di rumah oma-opanya. Ternyata Vania masih sedikit kesal dengan sikap Pras terakhir kalinya sebelum ia pergi ke rumah oma-opanya. Bagaimana Pras yang melarang keras Vania untuk tak menemui Wika sekeluarga.
Sofi hanya bisa tertawa di seberang telepon saat mendengar suara kakaknya yang menggeram kesal. Pastilah kakaknya itu merasa kesepian di tinggal sendirian, tanpa ada Vania dan celotehannya.
Pras memilih tak mau larut dalam kerinduannya pada sang anak. Toh, hari ini juga setelah selesai mengajar ia bisa pergi ke rumah orang tuanya.
Pras melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, berdiri dibawah pancuran shower yang mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin sepertinya cocok untuk
"Mau bercerita?" tanya Pras melirik sekilas Wika yang hanya diam saja semenjak mereka pamit pergi tadi.Sekarang ini mereka berdua tengah berada di mobil milik Pras yang tengah melaju di jalanan menuju ke kampus. Suasana diantara mereka memang hening sejak dari lima menit yang lalu, Pras fokus menyetir sembari menatap jalanan sedangkan Wika diam dengan segala pemikirannya yang berkecamuk tak karuan."Tidak masalah jika kamu belum siap untuk bercerita. Tapi, jika kamu membutuhkan teman curhat, saya harap orang itu adalah saya." ucap Pras tampak begitu percaya dirinya.Wika hanya memutar bola matanya malas ke arah Pras. "Baik pak," sahut Wika santai meskipun ia tampak kesal pada lelaki itu."Jujur, saya tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi saat ini. Maksudnya, saya tidak tahu masalah apa yang sedang menimpa kamu saat ini Wika—""Saya baik-baik saja pak," sahut Wika memotong perkataa
"Dan, satu lagi..., jangan panggil saya bapak. Saya bukan bukan bapak kamu Wika. Oke!" ucap Pras seraya mengedip-ngedipkan matanya.Meskipun bingung dengan nada perintah permintaan Pras, namun Wika tetap menganggukkan kepalanya."Terus, saya harus memanggil anda apa kalau bukan bapak?" tanya Wika pada akhirnya tak tahan untuk protes juga.Pras tersenyum manis seraya merangkum wajah Wika dalam tangkupan kedua tangannya. "Jika di depan banyak orang kamu panggil saya bapak. Tapi, jika kita sedang berduaan seperti ini, maka kamu cukup panggil saya mas.""Apa? Mas?" Pras mengangguk, "aneh."Dahi Pras mengernyit, "aneh kenapa?""Ya anehlah pak, tetiba saja bapak minta untuk di panggil mas kalau kita sedang tidak bersama orang banyak.""Itu namanya gak aneh Wika, tapi romantis.""Eh!" Wika berjengit kaget mendengarnya. "Romantis dari
"Ayo pulang," ajak Pras pada Wika yang mulai mengantuk.Dengan gerakan malas Wika bangkit dari duduknya, mengekori Pras yang berjalan lebih di depannya. Tadi siang Pras mengirimi pesan chat pada Wika untuk pulang bersama. Wika awalnya tentu tidak mau, karena ia bisa mati kebosanan menunggu Pras seperti tempo hari saat Wika menunggunya untuk pulang bersama.Dan ternyata terbukti benar! Namun penolakan Wika lenyap saat ia luluh dengan permintaan Pras yang bagaikan rayuan maut untuknya. Alhasil, akhirnya Wika menyetujui untuk pulang bersama dan menunggu Pras."Tadinya saya ingin mengajak kamu ke rumah orang tua saya, karena saya merindukan Vania. Tapi, jika dilihat situasi sekarang ini, kamu sangat mengantuk." kata Pras menatap Wika yang mulai memejamkan matanya kembali setelah mereka masuk ke dalam mobil."Uhm, sedikit pak." sahut Wika lirih."Masih hidup, kan?" goda Pras.
"Wika," Pras mengguncang pelan kedua bahu Wika."Bangun Wika, kita sudah sampai." kali ini Pras menepuk-nepuk pelan kedua pipi halus dan lembut milik Wika."Enghh," erang Wika menggeliat bangun dari tidurnya."Hoamm, sudah sampai?" tanyanya sembari menguap dan mengucek kedua matanya.Pras mengangguk, "ayo kita keluar."Pras keluar dari mobil di susul Wika, terkejut saat matanya menatap ke arah rumah orang tua Pras. Di sana Wika melihat empat sosok yang tengah berdiri menatap ke arah mereka."Kejutan! Mereka menyambut kita secara antusias." ucap Pras tersenyum.Wika menoleh ke arah Pras, "pasti mas yang menghubungi mereka jika kita sudah hampir sampai." tebak Wika."Benar!" akui Pras jujur."Kakak cantik!" teriak Vania berlari kecil ke arah Pras dan Wika.Wika menyambut hangat sosok Vania yang mengha
Acara makan malam keluarga Pras bersama Wika berlangsung lancar dan menghangat dengan di selingi obrolan ringan. Obrolan kembali berlanjut saat semuanya telah selesai makan dan mereka memilih untuk berkumpul di ruang keluarga.Banyak hal yang masuk dalam obrolan antara Wika, Pras dan keluarganya. Dari situ juga Wika jadi tahu nama kedua orang tua Pras. Ibu Pras bernama Mala dan ayah Pras bernama Burhan Girandi.Sayangnya obrolan harus terhenti karena Vania yang mengantuk dan merengek untuk di temani tidur. Sofi mengambil alih Vania yang berada dalam pangkuan Wika sedari mereka berada disini.Sofi meringis saat mendapatkan penolakan dari keponakannya yang merengek untuk di temani tidur oleh Wika.Wika melirik ke arah Pras, Sofi, Bu Mala dan Pak Burhan yang mengagukkan kepala mereka tanda setuju.Mendapatkan persetujuan itu Wika menggendong tubuh Vania yang sudah mulai terlelap, membawanya menai
Wika menatap penuh tanda tanya ke arah Pras, ia perlu jawaban kepastian dari lelaki itu mengenai permintaan kedua orang tua Pras yang meminta dirinya untuk memanggil mereka dengan sebutan ibu dan bapak juga.Pras yang tidak menemui titik terang jawabannya pun merasa frustasi. Pras sangat tahu jika ini tidak akan selesai apabila Wika tak mendapatkan jawaban darinya."Sudah... sebaiknya kamu turuti saja keinginan kedua orang tua saya. Sepertinya mereka sangat ingin kamu memanggilnya seperti itu, sebab kedua orang tua saya sudah menganggap kamu seperti puteri kandungnya sendiri. Iya, kan Fi?" kata Pras yang menolehkan kepalanya ke arah Sofi untuk meminta kebenaran dari jawabannya.Sofi awalnya bingung, tapi ketika melihat kedipan mata sang kakak akhirnya Sofi menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan Pras."Baiklah," sahut Wika pada akhirnya menganggukkan kepalanya, "ibu, bapak." sambung Wika setuju untuk memangg
"Bagaimana rasanya nginap di rumah calon mertua, nak?""Uhuuk!" Wika tersedak orange jusnya sendiri saat mendapati pertanyaan menggoda dari mamanya.Dan, apa itu tadi? Calon mertua?"Mama!" rajuk Wika merasa kesal.Bu Asti hanya menanggapinya dengan kekehan. "Loh, kenapa marah?""Habisnya mama nyebelin tahu, pakai bilang kata calon mertua lagi." Wika terlihat bergidik ngerih mendengarnya."Hmm, memang ada yang salah?""Jelas salah!" sentak Wika cepat."Kamu sih yang gak tau apa-apa. Jelas-jelas mama, papa, Sofi dan kedua orang tua Pras berniat menjodohkan kalian berdua."JEDDDEERRRRR!"A—apa? Maksudnya mama apa?""Dan, hal ini juga sudah di setujui oleh Pras sendiri." sambung Bu Asti menjelaskan dengan santai dan senyum manisnya."Mama bercanda?"
Sialan! batin Wika beberapa saat yang lalu ia terlena dan terbuai dengan ciuman yang Pras berikan untuknya.Dengan kadar kesadarannya yang mulai berkurang Wika malah membalas ciuman Pras. Tentu saja hal itu membuat kesenangan tersendiri untuk Pras yang berhasil memancing Wika, untung saja itu tidak berlangsung lama karena Wika kembali menyentak kesadarannya saat tangan Pras yang mulai nakal menyentuh breast-nya."Mesum!" umpat Wika melayangkan tatapan tajamnya pada Pras yang malah nyengir saja.Melihat ekspresi Pras yang tenang-tenang saja tanpa merasa bersalah ataupun berdosa dengan apa yang ia lakukan barusan. Rasanya Wika ingin sekali menampar wajah pria itu, atau setidaknya memotong tangan itu yang tadi dengan berani menyentuh seraya meremas gundukan kembar kenyal miliknya.Ya, walaupun harus Wika akui sentuhan dan remasannya itu... uuhh!Astaga!Wika menggelen