แชร์

02

ผู้เขียน: Ayu Sekti
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-15 12:39:57

Suatu hari, Nilam berbincang dengan ayahnya yang berada di dapur sedang sarapan.

"Ayah, ini hari libur 'kan? Antar Nilam ke toko alat tulis ya? Beberapa peralatan Nilam sudah rusak," ujar Nilam dengan nada manja pada Bayu.

"Oke. Sekalian beli sayur di pasar. Kamu sudah mandi, Nak?" tanya sang ayah yang bernama Bayu kepada Nilam.

"Sudah dong. Nilam dah wangi coba sini," jawab Nilam dengan nada manja.

"Ih bener, anak ayah wangi. Yasudah, ayo kita ke pasar."

Nilam langsung digendong menuju motor bututnya. Mereka berdua menuju pasar dengan hati yang berbahagia meski mereka ditinggal wanita yang paling berharga.

Setengah jam kemudian, mereka sampai di pasar tradisional.

Mereka sudah memarkir motor butut mereka di tempat parkir. Dilanjutkan menuju pasar untuk membeli alat tulis milik Nilam dan membeli kebutuhan pokok.

Biasanya yang berbelanja adalah Rengganis dengan diantar oleh Bayu. Sekarang Bayu hanya dengan anak cantiknya yang bernama Nilam.

"Nilam, coba kamu pilih peralatan apa saja yang ingin kamu beli. Mumpung ayah ada rezeki hari ini."

Ayah dan anak sudah sampai di kedai alat tulis. Nilam sangat bergembira sekali bisa membeli alat tulis dan memilih yang dia mau.

"Iya, ayah. Biasanya yang beli Mama dan Mama kalau beli yang kualitasnya nggak bagus dan mudah rusak. Aku pilih kualitas yang bagus ya?"

Nilam bisa membedakan alat tulis yang awet dan berkualitas. Karena anak tersebut adalah anak cerdas.

"Tentu, Sayang. Asalkan, kamu rajin belajar dan sekolah. Soal mama, jangan diungkit lagi. Dia sudah bahagia di luar sana. Penting, kamu bahagia sama ayah," jawab Bayu dengan bijaksana.

"Baik. Ayah, nih Nilam sudah memilih buku dan tempat pensilnya. Hanya ini kok yang Nilam Beli," jawab Nilam yang ternyata ia telah selesai memilih barang yang akan dibeli.

Bayu langsung membayar barang yang diinginkan putri cantiknya.

"Sayang, aku mau ajak kamu makan bakso mau? Yuk, kita ke kedai Pak Somad."

Selesai berbelanja alat tulis, Nilam diajak Bayu ke kedai yang menjual bakso urat yang lumayan rame. Kedai Pak Somad yang menjadi langganan favorit Bayu.

Ia teringat saat pengantin baru bersama Rengganis. Mereka sering makan bakso di kedai tersebut. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan.

Tidak lama, dua mangkok bakso sekaligus dua es teh manis tersaji untuk Nilam dan Bayu. Mereka menikmati makanan yang masih panas tersebut.

"Ayah, baksonya enak banget. Terima kasih ya. Ayah baik banget. Nggak seperti mama."

Nilam teringat pada Rengganis yang selalu perhitungan kepada Nilam. Uang yang diberikan Bayu pada Rengganis ia pergunakan untuk belanja pakaian dan alat make up yang bermacam-macam. Rengganis termasuk wanita yang boros dan suka dandan secara berlebihan. Hal tersebut membuat Rengganis selalu kurang dengan pendapatan yang diperoleh oleh Bayu.

"Masih kurang nggak baksonya? Nilam boleh nambah kok," jawab Bayu sambil menatap Nilam dengan tatapan haru. Dalam hati ia masih mengingat kenangan bersama sang istri.

"Nilam sudah kenyang, Ayah. Ayah saja yang nambah, biar besok kerjanya kuat. Ayahnya kan kerjanya berat," sahut Nilam yang pengertian dengan sang ayah.

"Anak pinter. Tapi ayah juga sudah kenyang. Yasudah, kita belanja kebutuhan pokok yuk. Kita belum beli bahan buat persediaan hari esok."

Bayu sudah membayar menu yang telah ia habiskan. Saatnya kini beralih ke kedai sayur dan lauk.

Mereka membeli beberapa ikat kangkung dan telur. Tidak lupa bumbu dan bahan lain sebagai pelengkap memasak.

"Eh Bayu. Dengar-dengar istri kamu menceriakan kamu, ya. Suami nggak becus. Ngurus istri dan anak satu saja nggak becus. Sudah yatim piatu. Miskin pula. Lihat, Nilam tampak kurus dan berpakaian lusuh. Kasihan sekali dia!"

Seorang pria berumur sekitar 40 tahun, mengejek Bayu dengan alasan Bayu tidak bisa membahagiakan Nilam dan istrinya. Mereka tahunya, istrinya Bayu minggat dengan Bayu karena Bayu tidak bisa menafkahi sang istri.

"Ayahku itu baik dan membelikan keperluan sekolah dan hidupku. Bapak tidak perlu menyakiti hati ayahku! Mama yang jahat, dia meninggalkan aku dan ayah. Mentang-mentang kalian orang kaya, dengan sombongnya menghina!" tegas Nilam dengan penuh keberanian.

Nilam merasa sedih dan tidak terima jika ayahnya direndahkan oleh orang lain.

Pria yang mengejek Bayu terdiam.

"Nilam, ayo kita pulang. Biarkan mereka menilai ayah seperti apa. Ayah itu memang orang tidak punya, tetapi Nilam harus rajin sekolah dan nggak boleh sedih ya?"

Bayu memang pria sabar dan tidak mudah terpancing emosi hanya gara-gara ucapan tetangga.

"Oke, Ayah. Nilam juga muak melihat mereka saling ejek dan cari muka."

Mereka berbalik dan menuju tempat parkiran.

"Biarkan saja, Nak. Kita fokus pada keluarga kecil ini. Habis ini ayah akan buatkan kamu mie ayam. Kamu suka nggak?"

Bayu mencoba mengalihkan pembicaraan agar Nilam tidak ikut dalam memikirkan orang-orang yang suka menghina dirinya. Cukuplah dia jangan anaknya yang menderita. Bayu ingin, Nilam selalu bahagia.

Bayu dan Nilam mulai mengendarai motor butut menuju rumah kecilnya. Rumah kecil yang menjadi sebuah pembelajaran. Makna yang tersirat mengenai arti kehidupan yang sederhana dan apa adanya.

Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai rumah. Ketika berada di depan pintu masuk, pemandangan tidak enak mulai terjadi. Rengganis bersama Weldan sudah ada di depan rumah. Bayu masih diam dan mencoba tenang. Ia membuka gembok pintu hingga pintu terbuka.

"Nilam, kamu masuk ke dalam dulu ya. Ada tamu agung yang datang. Nilam mengiyakan apa perkataan sang ayah.

"Mas Bayu, boleh saya bicara? Bisakah kita di dalam rumah. Di sini malu didengar banyak tetangga."

Ternyata Rengganis masih mempunyai malu. Bayu pun menuruti mereka. Mereka duduk di ruang tamu dengan jiwa yang tegang dan gelisah.

"Maaf, kalian mau bicara apa? Saya harap, saya tidak ingin kalian menyebar masalah dan nantinya aku yang pusing. Aku itu butuh tenang," ujar Bayu apa adanya.

"Oke, Mas. Saya cuma mau memberikan ini!"

Nilam memberikan secarik kertas. Dalam hati, Bayu sudah tidak menangis. Ia langsung menandatangani surat sakral tersebut. Dalam hitungan detik, Bayu sudah resmi bercerai dengan Rengganis.

"Tumben kamu menginginkan aku cerai, Mas? Biasanya kamu nggak bolehin jika aku cerai!"

Sedikit kecewa seorang Rengganis menggugat cerai Bayu. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Bayu kini resmi menyandang status duda. Dan tidak bisa diganggu gugat.

"Buat apa saya mempertahankan wanita yang sudah tidak mencintaiku. Jika memang kamu benar-benar ingin bercerai, maka aku akan menceraikan kamu saat ini juga! Ingat, Rengganis, pada hari ini kita sudah tidak menjadi suami dan istri lagi," jawab Bayu dengan mantap. Bayu mencoba menutupi kerapuhan hati yang sulit dimengerti oleh banyak orang.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Mas Duda Yang Dihina   05

    Sore itu, Bayu berhasil menyerobot pertikaian di depan rumah Weldan yang juga melibatkan mantan istrinya. Ia tidak mau tahu lagi tentang nasib Rengganis yang telah membuat hatinya terluka. Terlebih, Rengganis adalah ibu yang tega meninggalkan buah hati yang seharusnya masih butuh kasih sayang. Tidak lama, ia sudah sampai di rumah Pak Darto. Orang yang menjadi langganan rumah burung milik Bayu. "Selamat sore, Pak. Ini pesanan rumah burungnya," sapa Bayu kepada Pak Darto yang kebetulan sedang duduk ngopi di teras depan rumah. "Eh, Mas Bayu. Mari silakan duduk dulu. Mbok e, ada tamu, kopi satu!" teriak Pak Darto kepada istrinya yang mungkin berada di dalam rumah. "Oh, iya Pak!" jawab suara Ibu-Ibu yang terdengar nyaring di telinga Bayu. Bayu menuruti permintaan Pak Darto. "Pak Darto, Bapak jadi beli berapa ya? Saya ambilkan dari gerobak saya! Maaf, saya tidak bisa lama, karena ada anak saya masih di rumah sendirian," ungkap Bayu yang bercerita apa adanya. Ia mengingat Nilam yang di

  • Mas Duda Yang Dihina   04

    "Anak-anak, kalian tidak boleh menghina sesama manusia ya. Apalagi sama teman dan keluarganya. Dosa ya. Mas Bayu, maafkan kelakuan anak-anak santri di sini ya. Semoga mereka hanya becanda. Nilam, mari sama Kak Aisyah, jika mereka menghina, nanti Kak Aisyah akan hukum mereka."Tidak lama, datanglah guru TPQ di komplek tersebut yang bernama Aisyah. Seketika hati Nilam semangat kembali dan melupakan kesedihannya. Ternyata guru ngajinya pengertian dan tidak membeda-bedakan. Bayu tetap tersenyum. Sebagai oranh dewasa, ia memaklumi kelakuan anak-anak yang mungkin pengaruh dari didikan orang tua. Kebanyakan warga komplek membanggakan kekayaan dan lupa dengan sanak saudara yang sedang kesusahan. "Nilam, ayah tidak apa-apa. Tuh, dipanggil Ibu ustadzah, jadi, kamu jangan takut mengaji ya. Jika ada apa-apa bilang sama ustadzah ya. Ini ada uang jajan setelah ngaji. Beli makanan yang sehat ya?"Bayu berjongkok dan mengusap kerudung sang anak agar tetap kuat dan tegar menghadapi kepahitan hidup.

  • Mas Duda Yang Dihina   03

    "Suami miskin saja belaku kamu, Bayu. Kamu iri kan Rengganis sebentar lagi menjadi istriku," sahut Weldan pada siang itu. Weldan berkacak pinggang di depan Bayu yang duduk di ruang tamu sederhana. Sementara Rengganis juga berdiri sambil merangkul pundak Weldan. "Aku memang miskin, Nona dan Tuan, tetapi saya mempunyai harga diri. Silakan kalian pergi dari rumah saya. Saya takut Nilam akan mengetahui konflik ini. Satu lagi, kamu ibu tidak tahu diri. Bukannya menengok Nilam, tetapi kamu malah menghina saya!" Bayu sedikit emosi karena mantan istrinya datang malah bersama selingkuhannya dan bersikap sombong. Pria mana yang tidak sakit hati. Namun, ia berusaha tegar dan kuat di depan mereka. Bayu itu pria tangguh."Hahaha, harga diri macam apa? Memangnya bisa buat beli cincin dan emas? Lihat, Mas Weldan memberikan emas dan tas branded. Bisa buat tabungan. Hla kamu, lauk ayam saja sebulan sekali. Dasar kuli miskin. Hah udahlah capek ngomong sama Mas Bayu. Cakep sih, tapi Oon, yuk, Mas kita

  • Mas Duda Yang Dihina   02

    Suatu hari, Nilam berbincang dengan ayahnya yang berada di dapur sedang sarapan. "Ayah, ini hari libur 'kan? Antar Nilam ke toko alat tulis ya? Beberapa peralatan Nilam sudah rusak," ujar Nilam dengan nada manja pada Bayu. "Oke. Sekalian beli sayur di pasar. Kamu sudah mandi, Nak?" tanya sang ayah yang bernama Bayu kepada Nilam. "Sudah dong. Nilam dah wangi coba sini," jawab Nilam dengan nada manja. "Ih bener, anak ayah wangi. Yasudah, ayo kita ke pasar." Nilam langsung digendong menuju motor bututnya. Mereka berdua menuju pasar dengan hati yang berbahagia meski mereka ditinggal wanita yang paling berharga. Setengah jam kemudian, mereka sampai di pasar tradisional. Mereka sudah memarkir motor butut mereka di tempat parkir. Dilanjutkan menuju pasar untuk membeli alat tulis milik Nilam dan membeli kebutuhan pokok. Biasanya yang berbelanja adalah Rengganis dengan diantar oleh Bayu. Sekarang Bayu hanya dengan anak cantiknya yang bernama Nilam. "Nilam, coba kamu pilih peralatan

  • Mas Duda Yang Dihina   01

    "Mas, kita bercerai saja. Aku sudah tidak betah hidup dengan kamu yang miskin!" ujar seorang wanita berumur sekitar 23 tahun. "Jangan begitu, Dek. Bertahanlah dan bersabar menjalani hidup ini. Untuk menjadi kaya itu butuh proses. Mas memang hanya seorang kuli, tetapi mas itu tanggung jawab meski semua serba kekurangan. Toh, Nilam bisa sekolah," jawab Bayu dengan nada ramah. Seorang pria berumur 28 tahun yang sudah mempunyai anak perempuan berumur tujuh tahun. "Sudahlah, Mas. Aku sudah bertahan lima tahun denganmu, tetapi hidup ini masih seperti ini saja. Lihat dasterku lusuh. Apalagi wajahku. Tak pernah kau belikan aku skincare! Lihat, istrinya Mas Weldan, cantik dan selalu tercukupi. Pokoknya hari ini aku ingin pulang ke rumah ibuku. Aku juga mau menikah dengan Mas Weldan," ungkap istrinya Bayu yang bernama Rengganis. "Rengganis, apa kamu bilang? Menikah dengan Weldan suami orang itu? Jangan mencari prahara di atas rumah tangga orang lain, Dek. Bahaya. Nanti mas yang malu. Maaf

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status