Share

03

Author: Ayu Sekti
last update Last Updated: 2025-06-15 12:43:04

"Suami miskin saja belaku kamu, Bayu. Kamu iri kan Rengganis sebentar lagi menjadi istriku," sahut Weldan pada siang itu. Weldan berkacak pinggang di depan Bayu yang duduk di ruang tamu sederhana. Sementara Rengganis juga berdiri sambil merangkul pundak Weldan.

"Aku memang miskin, Nona dan Tuan, tetapi saya mempunyai harga diri. Silakan kalian pergi dari rumah saya. Saya takut Nilam akan mengetahui konflik ini. Satu lagi, kamu ibu tidak tahu diri. Bukannya menengok Nilam, tetapi kamu malah menghina saya!"

Bayu sedikit emosi karena mantan istrinya datang malah bersama selingkuhannya dan bersikap sombong. Pria mana yang tidak sakit hati. Namun, ia berusaha tegar dan kuat di depan mereka. Bayu itu pria tangguh.

"Hahaha, harga diri macam apa? Memangnya bisa buat beli cincin dan emas? Lihat, Mas Weldan memberikan emas dan tas branded. Bisa buat tabungan. Hla kamu, lauk ayam saja sebulan sekali. Dasar kuli miskin. Hah udahlah capek ngomong sama Mas Bayu. Cakep sih, tapi Oon, yuk, Mas kita pergi."

Rengganis menghina habis habisan Bayu Setiawan yang hanya seorang kuli. Wanita itu sudah buta dengan harta dan kemewahan yang palsu.

"Astaghfirullah, ada-ada saja manusia seperti mereka. Untung saja aku sudah resmi bercerai. Jika tidak, pasti aku tambah pusing," batin Bayu sambil duduk di kursi tua sambil memegangi kepalanya. Ia mengatur napasnya yang terasa sesak. Ia memikirkan masa depan bersama Nilam kelak. Berusaha melupakan Rengganis yang telah menorehkan luka mendalam.

Rengganis dan Weldan sudah pergi. Terlihat mereka sudah tidak terlihat dari jauh mata memandang.

Bayu bangkit dari duduknya. Ingin melihat ke kamarnya Nilam.

"Oh, Alhamdulillah, dia masih tidur. Aku harus memasak untuk siang ini."

Karena Nilam tertidur pulas, Bayu menuju dapur sederhana dan memasak mie ayam sesuai janjinya pada Nilam tadi.

Bayu hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya meninggal dunia sejak dua tahun lalu karena sudah tua. Tinggal saudara-saudaranya yang sudah mapan. Kebanyakan saudara kandungnya berada di perantauan dan luar kota.

Bayu tinggal di tanah orang tuanya dan sudah mempunyai rumah sendiri meski sangat sederhana. Keluarga yang lain sudah mendapat warisan tanah di sebelah rumah tersebut. Namun, tanah mendiang keluarganya dibuat usaha kontrakan. Meski kedua kakaknya kaya, mereka sangat pelit dan tidak mau berbagi.

Melihat Bayu hanyalah seorang kuli, mereka memandang sebelah mata dan tidak pernah rukun.

"Akhirnya sayur mie ayamnya matang. Semoga Nilam suka," ujar Bayu dengan senang hati.

Selesai memasak mie ayam, dilanjutkan menggoreng tempe dan tahu serta membuat sambal. Menu sederhana ala duda siap disantap.

Makanan tersebut ia letakkan di meja makan. Berharap Nilam cepat bangun dan memakan makanan darinya.

"Ayah, Nilam lapak."

Tiba-tiba suara itu terdengar dari kuping Bayu. Yang dinantikan ternyata bangun juga. Bayu mulai ke kamar menengok sang anak.

"Haduh, anak cantik ayah udah bangun. Makan yok?"

Bayu memeluk Nilam dengan hangat. Diusapnya rambut sebahu milik sang anak. Betapa Bayu sangat mencintai Nilam lebih dari apapun. Hati yang perih ia pendam sendiri. Berharap masa depan anaknya baik tidak seperti dirinya.

"Nilam hali ini makan apa, Yah?" tanya Nilam dengan manja yang masih berada dipelukan sang ayah.

"Mie ayam dan tempe, tahu goreng, Sayang. Kamu suka nggak?" tanya Bayu sambil tersenyum.

"Apa pun masakan Ayah, Nilam suka. Asalkan halal," jawab Nilam sambil menatap ayahnya dengan senyum manis.

"Anak ayah pinter. Ayo Ayah gendong. Kita makan bareng mumpung ayah lagi libur."

Beberapa hari ini, Bayu libur kerja karena renovasi rumah sudah selesai. Kini tinggal menunggu info dari mandor kembali. Untuk saat ini, ia di rumah mengerjakan kerajinan gerabah. Berharap usahanya ada yang membeli.

"Ayah baik. Yeye, Nilam digendong."

Meski Nilam ditinggal oleh sang ibu, Bayu tetap memberikan kasih sayang yang terbaik untuknya. Mereka makan bersama dengan sayur dan lauk seadanya.

"Sayang, bagaimana rasa mie ayamnya, enak nggak? Maaf ya jika masakan ayah tidak seenak masakan Ibu kamu. Maklum, ayah jarang memasak," ujar Bayu sambil menyuapi Nilam. Memang Nilam terkenal manja dengan sang ayah. Jika ada ayahnya, Nilam selalu ingin disuapi.

"Huem, sedap. Masakan Ibu mah nggak enak. Ibu malas masak. Tugasnya mainan HP saja. Nilam sebel sama Ibu. Ibu jahat," ujar Nilam dengan polosnya.

"Nilam, jangan begitu. Oke kita nggak bahas ibumu lagi. Meski Ibu seperti itu, beliau tetap ibumu. Kamu jangan membenci ya?"

Bayu menasihati Nilam agar tidak saling membenci kepada orang yang pernah jahat kepadanya.

"Ayah, nanti Nilam diantar ke TPQ ya, soalnya Nilam nggak punya tas princess seperti Olla anak Om Weldan itu. Nilam diejek katanya anak orang miskin," ujar Nilam dengan cemberut.

Ia sudah mengalami interaksi bersama temannya. Dan ternyata kehidupan itu tidak indah seperti apa yang dibayangkan anak seperti Nilam. Ia mengalami tekanan karena dirinya bukan dari kalangan anak orang kaya.

Bayu menghela napas berat.

Kondisi ekonominya yang sulit, dan uang yang semakin menipis, dituntut untuk membeli ini dan itu. Padahal Bayu juga ingin membeli kebutuhannya yang belum terpenuhi. Pulsa listrik mau habis. Beras menipis, administrasi sekolah yang belum lunas. Soalnya Nilam sekolah di sekolah yang lumayan elit karena anjuran dari Rengganis saat menjadi istrinya.

"Sabar ya Nilam. Jika ayah punya uang, nanti dibelikan tas kesukaan kamu. Sekarang, pakai tas yang biasa kamu pakai ya. Itu kan juga gambar boneka. Yang penting, Nilam pandai mengaji dan pandai di sekolah. Nantinya Nilam menjadi anak yang pintar. Ayah juga kepengin punya motor yang layak. Motor ayah sudah butut. Beberapa kali harus servis. Untuk mengantar kamu ke sekolah, harus pakai motor. Kalau kamu jalan kaki, kan kasihan."

Bayu mencoba memberi pengertian pada sang anak. Meski umurnya baru tujuh tahun.

"Oke, Ayah. Nilam sekarang nggak malu lagi. Soalnya Nilam punya ayah yang baik dan sayang. Kalau begitu Nilam ganti baju dulu, tetapi nanti antar ke TPQ ya, Yah?"

Nilam takut dengan anaknya Weldan yang suka merendahkan Nilam. Meski Nilam pintar mengaji.

"Siap."

Bayu tersenyum sambil membereskan alat makan. Sementara Nilam ke kamar untuk ganti pakaian ngaji.

Tidak lama, Nilam sudah selesai dandan. Jilbab beserta tas sederhana sudah siap. Kini Bayu mengantar Nilam sampai ke TPQ dengan jalan kaki. Mereka berjalan kaki karena letak TPQ tidak jauh dari rumahnya. Hanya berjarak beberapa meter saja.

"Nilam datang! Nilam datang! Lihat, dia Cemen sekali diantar ayahnya. Mereka takut woy?"

Seorang bocah berusia seusia Nilam berteriak. Dia adalah Olla anaknya Weldan. Anak dari selingkuhan Rengganis.

"Iya dia penakut. Takut kita ejek ya? Hahah dasar anak miskin. Lihat, ayahnya saja pakai sandal jepit," sahut teman Nilam yang lain. Tidak lain adalah temen dekatnya Olla.

"Ayah, mereka semua mengejek aku. Apa kita pulang saja ya?"

Raut sedih memancar dari wajah Nilam. Yang tadinya ia ceria ingin menuntut ilmu, karena sang ayah diejek, Nilam sedih dan mengalami beban mental.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mas Duda Yang Dihina   43

    Sore hari yang mendung, sememdung hati Aisyah yang kini mendengar cerita dari Bayu dan Pak Riyan. Mereka sedang merencanakan pernikahan. Namun, Bayu masih belum seratus persen menyetujui usulan Pak Riyan. Dilihat dari beberapa pertimbangan. Suara daun pisang kering mengakibatkan Bayu mendengar bisikan itu. Ia langsung menuju suara tersebut. Hingga ia menemukan siapa yang ada di samping kebun rumahnya. "Neng Aisyah? Kamu di situ?" Bayu memberanikan diri mendekati Aiayah. Aisyah menunduk sambil menangis. "Maaf, saya lancang!" ujar Aisyah sambil berbalik dan mencoba berlari. Namun, Bayu dengan cepat meraih tangan Aisyah. "Aisyah, kau jangan pergi. Ayo ikut aku!" "Jangan, Mas Bayu. Kau mau ajak aku ke mana?" tanya Aisyah dengan gugup. Bayu melangkah menuju di mana Pak Riyan dan Nisa berada. Pak Riyan dan Nisa berada di ruang tamu. Aisyah pun dipersilakan duduk oleh Bayu. "Siapa ini, Bay?" tanya Pak Riyan dengan terkejut. Pikirannya menerawang ke mana-mana.

  • Mas Duda Yang Dihina   42

    "Alhamdulilah, Pak Riyan. Semoga pembangunannya lancar," jawab Bayu sambil berdiri memandang bangunan yang ia usahakan. Pak Riyan menepuk pundak Bayu. "Kalau kau kesulitan dana, kubantu. Saya pikir, kau itu pria dewasa yang matang dan sederhana. Pikirkan tentang Nisa. Saya memberi kepercayaan padamu untuk menikahkan Nisa denganmu. Semoga kau mau," bisik Pak Riyan dengan mantap. Bayu menoleh ke arah Pak Riyan dengan tatapan mata melebar. Ia sangat dilema. Masalahnya ada wanita yang juga diam-diam menyukainya. Sangat bingung saat ini. Bayu hanya diam. Dia mengambil piring kotor yang berserakan di area bangunan. Ia belum sempat membawa masuk ke dalam rumah. Tenaganya terbatas dan ia butuh istri yang memahami kondisi suami. Bukan istri egois yang ingin didahulukan keinginannya. "Mas Bayu berpikir saja dulu. Soalnya Nisa itu memang seperti itu. Saya ingin ada yang membimbingnya," ujar Pak Riyan lagi. Ia tahu isi hati Bayu yang dilema. "Hem, Baik, Pak saya akan coba dulu. Siapa tahu j

  • Mas Duda Yang Dihina   41

    Siang itu Bayu bingung. Tamunya ada dua kubu. Kubu pertama datang dari keluarganya Pak Riyan yang turun dari mobil bersama anak gadisnya berusia sekitar dua puluh tahunan. Cantik, tomboy dan cuek. Kubu ke dua datang dari tetangganya sendiri yang bernama Aisyah. "Ayah, tamunya banyak. Ada Ustadzah Aisyah dan ada mereka. Sepertinya Nilam pernah lihat," ujar Nilam yang ikut bingung dengan kejadian tersebut. "Maaf, saya cuma sebentar. Hanya ingin memberikan ini!" ujar Aisyah dengan gugup. "Oh, iya terima kasih, Neng. Nggak bertemu Nilam dulu?" tanya Bayu dengan basa-basi. "Tidak, saya permisi!" Aisyah cepat-cepat pulang karena di rumah Bayu ada tamu. Bayu pun tidak sempat membuka kantong kresek yang diberikan Aisyah. Ia fokus melayani tamunya sambil membawa kantong kresek tersebut. "Pak Riyan, Neng Nisa, mari silakan masuk," ujar Bayu sambil mempersilakan tamunya untuk masuk ke ruang tamu. Kedua tamunya langsung ke ruang tamu sambil memandang ke rumah Bayu yang d

  • Mas Duda Yang Dihina   40

    Cahaya surya mulai meredup berwarna orange. Hawa pinggiran kota yang panas berubah dingin. Polusi dari asap-asap pabrik yang sudah mengisi daerah tersebut memudar karena hawa sedikit sejuk. Namun, tidak sesejuk Bayu yang sedang ditimpa musibah. Bayu mengalami bahaya sedang diserang Suherman dan dua anak Suherman. Ia berusaha menangkis, mengeluarkan seluruh gaya silatnya yang ia pelajari saat sekolah dulu. "Rasakan ini!" "Awa, sakit!" Suherman rubuh ke aspal. Dua anak buah Suherman langsung menyerah Bayu ketika bosnya tersebut kewalahan. Satu lawan dua orang. Bayu tidak menyerah. Ia teringat dengan nasihat guru silatnya dulu. Barengi usahamu dengan doa. Pria itu berdoa agar dimenangkan dalam pertarungan membela diri tersebut. Tidak lama, tumbangkan kedua pria yang bergelar preman tersebut. Suherman berdiri. Mengusap hidungnya yang mimisan dan memberi kode pada kedua anak buahnya untuk berlari. Usahanya menghancurkan Bayu gagal. Ia lari tunggang langgang dan mencari motornya.

  • Mas Duda Yang Dihina   39

    Mentari tepat di ubun-ubun. Di rumah Bayu kedatangan tamu tidak lain adalah kakaknya Aisyah, Fathur. Beliau ingin menyatakan sesuatu. Fathur menarik napas dalam-dalam agar tidak grogi. "Mas Bayu, sebenarnya adik saya itu diam-diam menyukai sampean. Kemarin, dia mengakui dan curhat sama aku. Malahan sukanya sejak SMP. Bagaimana menurut Mas Bayu. Bayu terkejut. Detak jantungnya berpacu dengan cepat. Sesuatu yang membuatnya bergetar hatinya. Ia diam tak mampu berkata-kata. Namun, beberapa menit kemudian, ia menjawab. "Saya terkejut Mas. Serasa ini tidak mungkin, Neng Aisyah menyukai saya. Saya itu duda yang sudah punya anak. Menurut saya ya, maksudnya bagaimana ini?" Bayu masih bingung dengan tujuan Fathur ke sini. Apakah hanya sekedar memberi tahu tentang perasaan Aisyah, atau ada hal lain yang ingin disampaikan. Fathur terkekeh sambil menikmati camilan yang disediakan oleh Bayu. "Jangan bingung, Bay. Kalau mau, menikahlah dengan adikku. Siapa tahu jodoh. Kalau berminat, hubungi s

  • Mas Duda Yang Dihina   38

    "Dia bukan istri saya! Saya itu sudah bercerai,* ujar Bayu dengan jujur. Tukang bangunan tersebut tidak tahu jika Bayu duda. Tahunya Bayu sudah menikah dan punya anak. "Maaf, Mas. Kirain dia istrinya. Buat saya boleh?" tanya tukang bangunan itu yang ternyata masih muda. Selalu melirik ke arah Nurma. "Tanya saja sendiri sama orangnya. Saya tidak mau menjodohkan. Takutnya salah. Sudah ya, dari tadi menyindir terus. Nur, nih ada yang mau kenalan denganmu," ujar Bayu sambil menunjuk ke arah temannya. "Saya nggak suka sama Mas tukang. Sukanya sama Mas Bayu," ungkap Nurma pada Bayu. "Jangan begitu. Saya masih punya fokus pada Nilam. Belum bisa bicara soal cinta," jawab Bayu dengan tegas. "Cie, ada yang lagi cinlok ini. Gas pol Mas Bayu. Jangan dibuang, sayang," sahut Pak Tukang yang sedang beristirahat di teras sambil meminum kopi dan makan jajanan pasar buatan Bayu. "Ada-ada kalian ini. Disambut yuk makanannya!" "Siap! Mas Bayu, saya salut dengan model sangkar burungnya. Kapan-kapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status