Share

Bab 4

"Hari ini pasien sudah bisa dibawa pulang. Ini beberapa obat yang nanti bisa Anda tebus di apotik beserta peluasan biaya ketika administrasi selesai dilakukan," ujar Dokter Ana.

"Syukurlah, terimakasih banyak, Dok!" jawab Ameli dengan perasaan bahagia dan juga harap-harap cemas.

Ameli berharap biaya rumah sakit tidak memakan jumlah banyak agar sisa tabungannya bisa dia pakai untuk membeli rumah baru yang lebih kecil. 

Dan saat yang ditunggu tiba. Ameli dipanggil ke kasir untuk melakukan pembayaran.

"Total semuanya lima ratus empat puluh juta rumah," ucap petugas kasir sambil menunjukkan beberapa berkas.

Ameli terkejut. Tentang saja, jumlah tersebut sangatlah besar untuk kondisi Ameli saat ini. Kini sisa tabungan yang dia miliki tinggal sepuluh juta, yang artinya dengan uang sepuluh juta tersebut dia harus bisa memutarnya untuk hidup ke depan dan juga biaya kontrol mamanya.

Setelah melunasi biaya rumah sakit, Ameli bersama Bu Mila keluar sambil membawa beberapa pakaian yang dia masukkan ke dalam satu koper dan satu tas ransel. Mereka keluar rumah sakit kemudian pulang dengan menaiki taksi. Namun, kali ini Ameli bingung akan pulang kemana. Ditambah, dia juga harus menjaga nutrisi untuk dirinya sendiri karena ada calon bayi yang kini sedang dikandungnya.

"Dengan uang segini sangat tidak mungkin untuk membeli rumah, meski rumah yang sangat kecil. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Ameli di dalam hati.

Bu Mila berusaha menggerakkan tangannya dan berusaha ingin bertanya sesuatu kepada Ameli. Meski dengan suara yang terbatas, lagi-lagi Ameli bisa memahami mamanya.

"Tenang, Ma! Ameli cari kontrakan yang tak jauh dari sini dan dengan biaya yang murah," ucap Ameli sambil memegang tangan Bu Mila.

"Sedang cari kontrakan, Kak?" tanya Pak Eko, nama sopir taksi yang tanpa sengaja mendengar apa yang dikatakan Ameli kepada mamanya.

"Ah, iya, Pak! Benar. Apa Bapak tahu kontrakan yang murah daerah sini sebelah mana?" respon Ameli dengan cepat.

"Ada, Kak. Di daerah Kanyar. Kalau Kakak mau bisa saya antarkan ke sana," jawab Pak Eko.

"Mau banget, Pak! Terimakasih banyak!"

Bantuan dari Pak Eko seperti angin segar bagi Ameli. Dan benar saja, sesampainya di lokasi, Ameli mendapati banyak kontrakan dengan biaya yang terbilang cukup murah, yaitu sekitar 1,5 juta hingga 2 juta per bulan.

Namun, Ameli tidak langsung mengambil kontrakan tersebut. 

"Jika aku mengambil kontrakan dengan harga segini, itu artinya aku harus cepat dapat kerjaan untuk menutupi biaya kontrol mama dan biaya check up kehamilanku ke dokter," gumamnya dalam hati.

Akhirnya, Ameli terus berjalan. Kontrakan demi kontrakan dia datangi hingga akhirnya dia mendapat kontrakan dengan biaya sangat murah.

"Kebetulan yang harga tujuh ratus ribu ini tinggal sisa satu kamar, Kak. Kalau Kakak mau, saya bisa siapkan untuk Kakak," ucap pemilik kontrakan.

Tanpa berpikir panjang, seketika itu juga Ameli mengambilnya. Kini, Ameli bisa sedikit bernafas lega.

"Mama, untuk sementara kita tinggal di kontrakan yang kecil ini dulu, ya! Sambil menunggu Ameli dapat kerja untuk biaya hidup kita kedepannya. Maafin Ameli, ya, Ma!" ucap Ameli sambil memegang tangan Bu Mila.

Bu Mila menangis sambil memeluk Ameli. Dia tahu bahwa perjuangan puteri semata wayangnya itu sungguh luar biasa.

Hari itu, hidup baru Ameli dimulai. Besoknya Ameli bersiap pergi untuk mencari kerja. Dengan ijasah S1 jurusan ekonomi yang dia punya, Ameli masuk ke pintu demi pintu perusahaan. Namun, belum juga melalui tahap seleksi berkas, Ameli sudah mendapat penolakan. Dan hal itu Ameli dapatkan di hampir semua perusahaan yang dia lamar. Setelah Ameli melakukan penelusuran, penolakan tanpa alasan yang dilakukan oleh hampir semua perusahaan yang dia lamar karena status Ameli yang merupakan Puteri dari Pak Danang Pamungkas. 

Berita tentang penangkapan Pak Danang atas tuduhan penggelapan uang kerjasama dengan perusahaan lain telah tersebar kemana-mana sehingga hal itu membuat Ameli kesulitan melamar kerja di perusahaan. Padahal, Ameli yakin dan tahu sendiri bahwa papanya tidak melakukan itu.

Setiap hari Ameli pulang ke kontrakan dengan membawa kabar kekecewaan kepada Bu Mila dan itu berlangsung beberapa bulan hingga tidak terasa perut Ameli mulai membesar.

"Uangnya tinggal segini dan aku belum juga mendapatkan kerja, apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dalam hati sambil memainkan bolpoin di jarinya.

Ameli tidak putus asa. Besoknya dia kembali mencoba melamar kerja di sebuah toko dan juga di sebuah cafe untuk menghindari rasa sakit atas tuduhan yang dilakukan kepada papanya.

"Apa tidak sayang? Jurusan S1 ekonomi hanya melamar di sebuah cafe seperti ini? Apalagi, Anda sedang hamil besar. Apa Anda tidak kecapekan nantinya jika menjadi pelayan di sini?" tanya pemilik cafe.

"Tidak," jawab Ameli singkat dengan senyum manis di wajahnya.

Meski sedikit ragu dengan kondisi Ameli yang sedang berbadan dua, akhirnya pemilik toko bernama Bu Yeni, menerima Ameli untuk bekerja di cafe miliknya.

"Silahkan isi biodata dan surat pernyataan di sini! Anda sudah bisa mulai bekerja besok. Karena cafe ini cukup ramai jadi usahakan untuk datang lebih awal!" perintah Bu Yeni sambil menyodorkan beberapa lembar kertas.

Setelah mengisi dan menandatangani beberapa surat termasuk surat perjanjian kontrak kerja, Ameli akhirnya memutuskan untuk pulang ke kontrakan dengan perasaan senang. Meski pekerjaan yang dia dapatkan saat ini bukanlah pekerjaan yang dia inginkan, tapi setidaknya bisa sedikit menyambung hidupnya untuk beberapa bulan ke depan.

***

Hidup Ameli kembali terasa baru ketika dia harus merubah jadwal antara merawat mamanya, memperhatikan kehamilan serta waktu kerjanya. Hari pertama Ameli bekerja berjalan dengan lancar. Meski dirinya terlahir ketika kedua orangtuanya masih dengan ekonomi baik, namun Ameli sangat cekatan melayani pelanggan. Tak jarang dari mereka memberikan tip kepada Ameli karena merasa iba sekaligus kagum atas kecekatannya mengantarkan makanan ataupun minuman.

"Pyaar...!" 

Terdengar bunyi pecahan gelas dari arah pengambilan makanan dan minuman.

"Maaf, saya tidak sengaja! Saya akan segera membersihkan!" Ucap Ameli yang bergegas mengambil alat pembersih lantai dan kemudian membersihkannya.

Dengan perut yang semakin membesar, Ameli sudah merasa kesulitan bergerak dan mudah merasa lelah sehingga tanpa sengaja dia menjatuhkan sebuah gelas yang hendak diantarkan kepada pelanggan.

"Kak, Kamu dipanggil Bu Yeni," ucap salah satu temannya.

Ameli segera menemui Bu Yeni setelah selesai membersihkan tumpahkan minuman tersebut.

"Ibu panggil saya?" tanya Ameli begitu masuk ke dalam ruangan Bu Yeni.

"Iya, silahkan duduk!" jawab Bu Yeni.

"Ameli, saya lihat selama ini kerja kamu bagus. Untuk seorang ibu hamil seperti mu, tenaga dan kecekatanmu aku akui. Tapi, kondisi seperti jika diteruskan tetap tidak baik terutama untuk kesehatan dan keselamatan bayi yang ada di dalam perutmu," ujar Bu Yeni.

"Hari ini saya perhatikan, kamu terlihat sangat kelelahan," imbuhnya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam laci meja dan memberikan kepada Ameli.

"Apa ini, Bu?" tanya Ameli yang terkejut melihat sebuah amplop berwarna putih berada di depan matanya.

"Ini sebagai tanda terimakasih saya karena kamu sudah bekerja dengan baik selama di sini," jawab Bu Yeni.

"Tapi, Bu! Ini masih tanggal dua puluh, bukannya gajian tanggal tiga puluh?" bantah Ameli dengan perasaan bingung.

"Ya, benar! Karena ini gaji terakhir kamu bekerja di sini," jawab Bu Yeni dengan suara tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status