Ameli sengaja mengatakan kehamilan itu dan kebangkrutan yang dialami oleh keluarganya agar Amar bisa membantunya. Namun, dugaan Ameli salah.
"Apa yang kamu katakan, Amar! Jelas-jelas kita melakukannya malam itu!" jawab Ameli dengan tegas.
"Tapi itu bukan anakku! Kamu bisa saja, kan, melakukan itu dengan pria lain dan meminta pertanggungjawaban kepadaku!" jawab Amar sambil membuang wajah ke samping.
"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, Amar! Jelas-jelas ini anak kamu dan aku melakukan itu hanya denganmu!" ucap Ameli semakin meninggikan nada suaranya.
"Sudahlah, Ameli! Tidak mungkin itu anak Amar. Apa kamu sengaja meminta pertanggungjawaban kepada kami agar kami mau menutupi kebangkrutan yang keluargamu alami saat ini? Jika iya, apa yang ada didalam pikiranmu salah besar, karena itu tidak mungkin kami lakukan!" sahut Bu Mega.
"Jadi, kami memutuskan untuk membatalkan pernikahan!" imbuh Pak Hadi.
Hati Ameli terasa seperti tercabik-cabik. Rasa ingin menangis bercampur rasa benci menyelimuti hatinya.
Dia sama sekali tidak menyangka, pertanggungjawaban yang dia harapkan dari Amar dan keluarganya kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kekecewaan dan rasa sakit hati yang akhirnya Ameli dapatkan.
Kemudian Ameli kembali ke rumah sakit untuk menemani mamanya. Sesampainya di rumah sakit, Ameli melihat Bu Mila sedang berlatih berjalan dengan dibantu oleh salah satu perawat. Ameli kembali tidak dapat membendung air mata ketika melihat mamanya sedang berjuang untuk sembuh meski tertatih-tatih.
"Ameli sudah datang, Ma!" ucap Ameli setelah mengusap air matanya.
Ekspresi Bu Mila seketika berubah. Dia mencoba untuk mengatakan sesuatu namun mulutnya sulit digerakkan.
"Biar saya aja, Sus!" ucap Ameli kepada perawat tersebut.
Ameli kemudian membantu mamanya untuk berjalan kembali ke atas ranjang pasien. Bu Mila berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada Ameli. Meski dengan suara yang terbatas, tapi Ameli paham apa yang ingin ditanyakan oleh Bu Mila.
"Apa tadi kamu habis bertemu dengan Amar? Apa kamu cerita semua dengan dia? Lalu bagaimana responnya?"
Begitu pertanyaan yang diajukan oleh Bu Mila meski dengan suara terbatas. Ameli terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Hmm, Ma, tadi Ameli membelikan kismis kesukaan Mama. Makan, deh! Ini enak, lho!" ucap Ameli sambil mengambil kismis yang dikemas cantik dari dalam plastik belanjaan.
Jawaban Ameli tersebut juga bertujuan untuk mengalihkan pertanyaan Bu Mila. Namun, sepertinya Bu Mila tahu jika Ameli sedang berusaha mengalihkan pertanyaannya sehingga Bu Mila mulai kesal dan bertanya kepada Ameli sekali lagi dengan nada lebih tinggi.
Melihat Bu Mila yang mulai tidak bisa mengontrol emosi, akhirnya Ameli terpaksa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentu saja, hal itu membuat Bu Mila kembali syok dan akhirnya pingsan.
"Mama? Bangun, Ma!" teriak Ameli sambil menggerak-gerakkan tubuh mamanya.
Ameli kemudian bergegas memencet tombol darurat yang berada tak jauh darinya.
"Suster! Tolong mama saya, Sus!" ucap Ameli dengan perasaan gugup.
Tidak berselang lama, beberapa perawat datang untuk melihat kondisi Bu Mila. Air mata Ameli terus mengalir membasahi pipi.
"Maafkan Ameli, Ma!" ucap Ameli di dalam hati dengan rasa bersalah.
Kondisi Bu Mila yang kembali syok mengakibatkan lebih lama berada di rumah sakit, hal itu tentu saja memakan biaya pengobatan yang cukup banyak. Sementara, kebangkrutan yang dialami oleh kedua orangtuanya mengakibat Ameli harus terpaksa menjual rumah mewah yang selama ini dia tempati.
Ameli duduk termenung di kursi sambil memandangi wajah Bu Mila. Rasa kasihan terhadap Bu Mila dan rasa bersalah terhadap dirinya sendiri terus menyelimuti relung hati Ameli.
"Harusnya aku bertekad untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Mama jika akhirnya justru akan berakibat seperti ini," ucap Ameli di dalam hati.
"Papa? Bagaimana kabar Papa?" imbuhnya.
Hari itu juga, Ameli pergi ke penjara untuk mengunjungi papanya. Setelah melewati prosedur penjengukan, akhirnya Ameli berhasil ketemu Pak Danang.
"Ameli sangat rindu dengan Papa," ucap Ameli sambil memeluk papanya.
"Papa juga rindu, Sayang! Papa berjanji! Suatu saat nanti papa akan membalas satu per satu orang-orang yang telah mengkhianati papa!" ucap Pak Danang dengan menahan amarah.
"Bagaimana kabar Mama kamu?" imbuhnya.
Ameli kemudian menceritakan apa yang semuanya terjadi kepada papanya. Mulai dari penyakit stroke yang dialami oleh Bu Mila serta pernikahan yang batal.
"Kenapa pernikahannya dibatalkan? Bukankah Amar telah melamarmu?" tanya Amar.
Sepertinya Pak Danang lupa jika pernikahan terjadi, itu harusnya sudah terlaksana dua Minggu yang lalu. Dan tidak mungkin bagi Ameli untuk tidak memberitahu papanya meski sedang berada di dalam penjara.
Ameli kembali mengatur nafas sebelum akhirnya melanjutkan apa yang ingin dia katakan semuanya.
"Apa? Berani sekali mereka menghinamu seperti itu? Papa tidak akan tinggal diam!" ucap Pak Danang sambil mengepalkan tangan.
"Ameli, Papa masih punya sedikit tabungan di bank. Dan tabungan itu, Papa atas namakan kamu. Maaf kalau selama ini papa lupa memberitamu! Kamu bisa ambil uang itu untuk biaya rumah sakit mamamu," imbuhnya.
Apa yang dikatakan oleh Pak Danang seperti angin segar bagi Ameli.
"Terimakasih banyak, Pa!" ucap Ameli sambil kembali memeluk papanya.
"Papa yang harusnya berterimakasih dan papa juga minta maaf karena tidak bisa menemanimu melewati ini semua. Kamu harus jadi wanita yang kuat! Jangan kalah dengan keadaan! Kita besarkan anak ini bersama-sama!" ujar Pak Danang.
Tangis Ameli kembali pecah. Dia sangat beruntung mempunyai sosok orangtua seperti papanya. Sosok yang tidak menyalahkan dan tidak menghakiminya.
"Maafkan Ameli, ya, Pa!" ucap Ameli dengan suara sesenggukan.
"Sudah Papa maafkan! Dan ingat pesan Papa! Jangan mencoba ingin melukai calon bayi itu karena dia sama sekali tidak bersalah!" pesan Pak Danang.
"Iya, Pa! Ameli janji! Ameli akan menyayangi anak ini sebagai Papa dan Mama menyayangi Ameli," jawabnya.
Setelah menjenguk papanya, Ameli bergegas menuju salah satu bank yang dimaksud setelah pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil barang-barang yang penting termasuk buku tabungan.
Ameli pergi ke bank tersebut dan mengambil sejumlah uang yang berada di dalam rekening tersebut.
"Totalnya lima ratus lima puluh juta rupiah, Kak. Ini mau diambil semuanya atau sebagian?" tanya teller bank.
Ameli tidak menyangka papanya menabung uang untuknya segitu banyak.
"Transfer ke nomer rekening ini aja, Kak!" jawab Ameli sambil menyebutkan nomer rekening miliknya yang selama ini dia pakai.
Tidak berselang lama, pemindahan dana pun berhasil. Kemudian Ameli kembali ke rumah sakit untuk menemani Bu Mila.
***
"Kak Ameli, kondisi mama Anda sekarang sudah mengalami kemajuan. Meski belum bisa beraktivitas dan kelancaran berbicara seperti semula, tapi kondisi seperti ini sudah jauh lebih baik dari kemarin," ucap Dokter Ana.
"Iya, Dok. Saya juga melihat kemajuan mama sekarang sudah jauh lebih baik," jawab Ameli.
"Ya, meski kejadian kemarin sempat membuat kami semua panik, tapi bersyukur, itu semua bisa terlewati," ucap Dokter Ana sambil tersenyum kepada Ameli.
"Terimakasih banyak, Dok, dan saya minta maaf," jawab Ameli sambil membalas senyuman dokter dengan perasaan bersalah.
"Tidak perlu minta maaf, karena itu sudah menjadi tugas kami untuk selalu siap dengan segala yang terjadi terhadap pasien kami," ujar Dokter Ana.
"Dan ada kabar bahagia yang ingin saya katakan kepada Anda," imbuhnya.
"Apa itu, Dok?" jawab Ameli dengan cepat.
"Aku sudah berniat jika kehadiranku tidak akan membuat beban di hidupmu jadi jika kamu tidak suka, maka kamu boleh meninggalkanku sekarang juga," ucap David dengan tegas.Ameli terdiam memandangi wajah David. Melihat wajah David, Ameli tiba-tiba merasa tidak tega jika harus meninggalkannya sendirian di tepi jalan yang sepi ini. Terlebih, Ameli merasa jika dia memang membutuhkan sosok laki-laki yang bisa membuatnya tenang untuk saat ini."Masuklah!" perintah Ameli sambil menyalakan mesin mobil."Apa?" respon David terkejut."Masuk dan ayo, kita pergi ke rumahmu!"David terdiam dengan perasaan tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ameli."Kenapa kamu masih berdiri di situ? Jangan sampai aku berubah pikiran dan meninggalkanmu sendirian di tepi jalan yang banyak binatang buasnya ini," imbuh Ameli."Kamu jangan menakut-nakutiku!" Jawab David yang kemudian kembali masuk ke dalam mobil Ameli dengan cepat."Aku tidak menyangka, mempunyai tubuh gagah
"Amar? kenapa kamu memukulnya?" Ameli mendorong tubuh Amar."Apa yang baru saja dia lakukan kepadamu, Ameli? beraninya dia menciummu.""Memang kenapa kalau dia menciumku?""Apa?" "Amar, sudah cukup semua perlakukanmu kepadaku dulu dan aku minta mulai sekarang, jangan pernah muncul di hadapanku lagi! Kehadiranmu selalu membuat hidupku kembali dirudung banyak masalah," ujar Ameli.David terdiam melihat apa yang dikatakan oleh Ameli. Rasa penasaran David sedikit terkuak dengan pernyataan yang baru saja Ameli lontarkan."Aku tahu jika aku salah, Ameli, tapi aku memperbaiki semuanya. Aku menyesal dan aku ingin kembali menjalani hidupku bersamamu," bantah Amar yang masih berusaha membujuk Ameli agar mau menerimanya."Apa? kembali hidup bersama kamu bilang? kapan kita hidup bersama? jangan berucap seakan kita pernah menjalani kehidupan di dalam sebuah ikatan karena itu tidak pernah terjadi," jawab Ameli.Ameli membalikkan badan dan hendak kembali masuk ke d
Amar terdiam beberapa detik hingga pada akhirnya dia mengatakan hal yang sangat tidak terduga."Karena ada sebagian hidup Amar yang Amar titipkan kepada Ameli, Bu, dan itu tidak bisa dinilai dengan materi," ucap Amar."Apa maksudmu?" tanya Bu Deni sambil menggenggam jari-jari tangan.Ameli terkejut dan menatap wajah Amar dengan mata melotot. Tidak seketika tersentuh hatinya, Ameli justru semakin teringat akan semua janji palsu yang telah Amar berikan kepadanya dan pada akhirnya meninggalkannya begitu saja.Amar menatap wajah Ameli yang juga sedang menatapnya. Pria yang berstatus sebagai CEO itu tahu jika Ameli masih menaruh rasa dendam kepadanya."Karena...,""Permisi, pasien sudah siuman dan sudah bisa ditemui namun untuk saat ini maksimal jumlah anggota keluarga yang diperbolehkan masuk hanya dua orang," ucap salah satu perawat yang tiba-tiba keluar dari ruangan."Ibu tidak akan memaafkan kalian berdua jika sesuatu terjadi kepada Frieda." Ucap Bu Deni d
Sesampainya di rumah sakit, Ameli membawa wanita tersebut langsung ke dalam ruang UGD. "Permisi, Bu, apakah Ibu saudara dari pasien?" tanya salah satu perawat yang ada di dalam ruang UGD."Eee, sa-saya...,""Tolong melakukan pendaftaran dulu, Bu," sahut perawat tersebut yang kemudian bergegas berlari masuk mengikuti pasien tanpa memberi kesempatan Ameli untuk melanjutkan ucapannya."Apa? aku bahkan tidak tahu siapa dia. Bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?" ucap Ameli di dalam hati.Ameli kemudian teringat dengan tas selempang yang melekat di tubuh wanita tersebut ketika dia berusaha membawanya masuk ke dalam mobil. Ibu satu anak tersebut kembali berjalan menuju mobil."Setidaknya aku bisa menemukan handphone dan KTP wanita itu agar aku bisa menghubungi keluarganya," ucap Ameli sambil membuka resleting tas berwarna hitam dengan ukuran sedang tersebut."Ah, dapat!" imbuhnya yang kemudian membuka dompet dan melihat KTP milik wanita yang tanpa sengaja
Sesampainya di rumah, Ameli tidak langsung turun dari mobil. Dia melamun menatap pintu rumah dengan bayangan berbagai pertanyaan yang akan muncul dari kedua orangtuanya."Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada mama dan papa jika aku pulang tanpa Jendra?" gumamnya dalam hati.Dengan langkah kaki yang berat, Ameli akhirnya membuka pintu mobil dan menurunkan kakinya lalu berjalan perlahan masuk ke dalam rumah."Kenapa kamu lama sekali? kemana saja kamu? Jendra saja hingga sudah selesai makan dan beres-beres?" tanya ibunya Ameli begitu melihat Ameli datang dari balik pintu."Apa? Jendra sudah ada di rumah?" tanya Ameli terkejut."Bagaimana kamu ini? kenapa anaknya pulang bersama orang lain, kok, kamu tidak tahu?" balas ibunya Ameli.Tanpa menjawab ucapan mamanya lagi, Ameli bergegas berlari menuju kamar Jendra. Begitu berhasil masuk ke dalam kamar Jendra, dia melihat Jendra sedang tertidur pulas dengan wajah polosnya. Ameli berjalan perlahan mendekati Jendra dan m
"Apa yang kamu lakukan kepadaku?" tanya Ameli sambil meletakkan kedua tangan di depan dada."Lakukan kepadamu? kenapa kamu bisa mempunyai pikiran seperti itu? apa aku terlihat seperti pria cabul?" tanya David sambil tersenyum dengan mata menggoda."Jangan halangi! aku ingin pergi dari sini! Ah, mana tasku?" Ameli melihat ke semua sudut kamar.Begitu dia melihat tas selempangnya yang terletak di sofa, bergegas Ameli berlari dan mengambilnya. Ketika mengambil tas, Ameli dikejutkan dengan suara notifikasi pesan. Seketika Ameli membuka isi pesan itu dengan jari bergetar."Ah, astaga! aku sudah membuat mama dan papa khawatir. Jendra pasti tadi malam juga mencari keberadaanku. Ibu macam apa aku ini!" gerutu Ameli yang kemudian bergegas mengembalikan handphonenya kembali ke dalam tas."Jadi siapa kamu sebenarnya?" tanya David dengan tatapan tidak berkedip."Apa? kenapa kamu bertanya seperti itu kepadaku? harusnya aku yang bertanya seperti itu. Siapa kamu dan kenapa kamu membawaku ke sini?" t