Share

Bab 3

Ameli sengaja mengatakan kehamilan itu dan kebangkrutan yang dialami oleh keluarganya agar Amar bisa membantunya. Namun, dugaan Ameli salah.

"Apa yang kamu katakan, Amar! Jelas-jelas kita melakukannya malam itu!" jawab Ameli dengan tegas.

"Tapi itu bukan anakku! Kamu bisa saja, kan, melakukan itu dengan pria lain dan meminta pertanggungjawaban kepadaku!" jawab Amar sambil membuang wajah ke samping.

"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, Amar! Jelas-jelas ini anak kamu dan aku melakukan itu hanya denganmu!" ucap Ameli semakin meninggikan nada suaranya.

"Sudahlah, Ameli! Tidak mungkin itu anak Amar. Apa kamu sengaja meminta pertanggungjawaban kepada kami agar kami mau menutupi kebangkrutan yang keluargamu alami saat ini? Jika iya, apa yang ada didalam pikiranmu salah besar, karena itu tidak mungkin kami lakukan!" sahut Bu Mega.

"Jadi, kami memutuskan untuk membatalkan pernikahan!" imbuh Pak Hadi.

Hati Ameli terasa seperti tercabik-cabik. Rasa ingin menangis bercampur rasa benci menyelimuti hatinya.

Dia sama sekali tidak menyangka, pertanggungjawaban yang dia harapkan dari Amar dan keluarganya kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kekecewaan dan rasa sakit hati yang akhirnya Ameli dapatkan.

Kemudian Ameli kembali ke rumah sakit untuk menemani mamanya. Sesampainya di rumah sakit, Ameli melihat Bu Mila sedang berlatih berjalan dengan dibantu oleh salah satu perawat. Ameli kembali tidak dapat membendung air mata ketika melihat mamanya sedang berjuang untuk sembuh meski tertatih-tatih.

"Ameli sudah datang, Ma!" ucap Ameli setelah mengusap air matanya.

Ekspresi Bu Mila seketika berubah. Dia mencoba untuk mengatakan sesuatu namun mulutnya sulit digerakkan.

"Biar saya aja, Sus!" ucap Ameli kepada perawat tersebut.

Ameli kemudian membantu mamanya untuk berjalan kembali ke atas ranjang pasien. Bu Mila berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada Ameli. Meski dengan suara yang terbatas, tapi Ameli paham apa yang ingin ditanyakan oleh Bu Mila.

"Apa tadi kamu habis bertemu dengan Amar? Apa kamu cerita semua dengan dia? Lalu bagaimana responnya?" 

Begitu pertanyaan yang diajukan oleh Bu Mila meski dengan suara terbatas. Ameli terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. 

"Hmm, Ma, tadi Ameli membelikan kismis kesukaan Mama. Makan, deh! Ini enak, lho!" ucap Ameli sambil mengambil kismis yang dikemas cantik dari dalam plastik belanjaan.

Jawaban Ameli tersebut juga bertujuan untuk mengalihkan pertanyaan Bu Mila. Namun, sepertinya Bu Mila tahu jika Ameli sedang berusaha mengalihkan pertanyaannya sehingga Bu Mila mulai kesal dan bertanya kepada Ameli sekali lagi dengan nada lebih tinggi.

Melihat Bu Mila yang mulai tidak bisa mengontrol emosi, akhirnya Ameli terpaksa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentu saja, hal itu membuat Bu Mila kembali syok dan akhirnya pingsan.

"Mama? Bangun, Ma!" teriak Ameli sambil menggerak-gerakkan tubuh mamanya.

Ameli kemudian bergegas memencet tombol darurat yang berada tak jauh darinya.

"Suster! Tolong mama saya, Sus!" ucap Ameli dengan perasaan gugup.

Tidak berselang lama, beberapa perawat datang untuk melihat kondisi Bu Mila. Air mata Ameli terus mengalir membasahi pipi.

"Maafkan Ameli, Ma!" ucap Ameli di dalam hati dengan rasa bersalah.

Kondisi Bu Mila yang kembali syok mengakibatkan lebih lama berada di rumah sakit, hal itu tentu saja memakan biaya pengobatan yang cukup banyak. Sementara, kebangkrutan yang dialami oleh kedua orangtuanya mengakibat Ameli harus terpaksa menjual rumah mewah yang selama ini dia tempati.

Ameli duduk termenung di kursi sambil memandangi wajah Bu Mila. Rasa kasihan terhadap Bu Mila dan rasa bersalah terhadap dirinya sendiri terus menyelimuti relung hati Ameli.

"Harusnya aku bertekad untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Mama jika akhirnya justru akan berakibat seperti ini," ucap Ameli di dalam hati.

"Papa? Bagaimana kabar Papa?" imbuhnya.

Hari itu juga, Ameli pergi ke penjara untuk mengunjungi papanya. Setelah melewati prosedur penjengukan, akhirnya Ameli berhasil ketemu Pak Danang.

"Ameli sangat rindu dengan Papa," ucap Ameli sambil memeluk papanya.

"Papa juga rindu, Sayang! Papa berjanji! Suatu saat nanti papa akan membalas satu per satu orang-orang yang telah mengkhianati papa!" ucap Pak Danang dengan menahan amarah.

"Bagaimana kabar Mama kamu?" imbuhnya.

Ameli kemudian menceritakan apa yang semuanya terjadi kepada papanya. Mulai dari penyakit stroke yang dialami oleh Bu Mila serta pernikahan yang batal.

"Kenapa pernikahannya dibatalkan? Bukankah Amar telah melamarmu?" tanya Amar.

Sepertinya Pak Danang lupa jika pernikahan terjadi, itu harusnya sudah terlaksana dua Minggu yang lalu. Dan tidak mungkin bagi Ameli untuk tidak memberitahu papanya meski sedang berada di dalam penjara.

Ameli kembali mengatur nafas sebelum akhirnya melanjutkan apa yang ingin dia katakan semuanya.

"Apa? Berani sekali mereka menghinamu seperti itu? Papa tidak akan tinggal diam!" ucap Pak Danang sambil mengepalkan tangan.

"Ameli, Papa masih punya sedikit tabungan di bank. Dan tabungan itu, Papa atas namakan kamu. Maaf kalau selama ini papa lupa memberitamu! Kamu bisa ambil uang itu untuk biaya rumah sakit mamamu," imbuhnya.

Apa yang dikatakan oleh Pak Danang seperti angin segar bagi Ameli.

"Terimakasih banyak, Pa!" ucap Ameli sambil kembali memeluk papanya.

"Papa yang harusnya berterimakasih dan papa juga minta maaf karena tidak bisa menemanimu melewati ini semua. Kamu harus jadi wanita yang kuat! Jangan kalah dengan keadaan! Kita besarkan anak ini bersama-sama!" ujar Pak Danang.

Tangis Ameli kembali pecah. Dia sangat beruntung mempunyai sosok orangtua seperti papanya. Sosok yang tidak menyalahkan dan tidak menghakiminya.

"Maafkan Ameli, ya, Pa!" ucap Ameli dengan suara sesenggukan.

"Sudah Papa maafkan! Dan ingat pesan Papa! Jangan mencoba ingin melukai calon bayi itu karena dia sama sekali tidak bersalah!" pesan Pak Danang.

"Iya, Pa! Ameli janji! Ameli akan menyayangi anak ini sebagai Papa dan Mama menyayangi Ameli," jawabnya.

Setelah menjenguk papanya, Ameli bergegas menuju salah satu bank yang dimaksud setelah pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil barang-barang yang penting termasuk buku tabungan.

Ameli pergi ke bank tersebut dan mengambil sejumlah uang yang berada di dalam rekening tersebut.

"Totalnya lima ratus lima puluh juta rupiah, Kak. Ini mau diambil semuanya atau sebagian?" tanya teller bank.

Ameli tidak menyangka papanya menabung uang untuknya segitu banyak.

"Transfer ke nomer rekening ini aja, Kak!" jawab Ameli sambil menyebutkan nomer rekening miliknya yang selama ini dia pakai.

Tidak berselang lama, pemindahan dana pun berhasil. Kemudian Ameli kembali ke rumah sakit untuk menemani Bu Mila.

***

"Kak Ameli, kondisi mama Anda sekarang sudah mengalami kemajuan. Meski belum bisa beraktivitas dan kelancaran berbicara seperti semula, tapi kondisi seperti ini sudah jauh lebih baik dari kemarin," ucap Dokter Ana.

"Iya, Dok. Saya juga melihat kemajuan mama sekarang sudah jauh lebih baik," jawab Ameli.

"Ya, meski kejadian kemarin sempat membuat kami semua panik, tapi bersyukur, itu semua bisa terlewati," ucap Dokter Ana sambil tersenyum kepada Ameli.

"Terimakasih banyak, Dok, dan saya minta maaf," jawab Ameli sambil membalas senyuman dokter dengan perasaan bersalah.

"Tidak perlu minta maaf, karena itu sudah menjadi tugas kami untuk selalu siap dengan segala yang terjadi terhadap pasien kami," ujar Dokter Ana.

"Dan ada kabar bahagia yang ingin saya katakan kepada Anda," imbuhnya.

"Apa itu, Dok?" jawab Ameli dengan cepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status