Bara Sang Pengembara
Bab 26 Mirna terkejut di balik tembok ada seseorang yang berdiri turun dari tangga.Tubuh Mirna mendadak membeku. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Sorotan mata tajam menatap tanpa jeda.
Mirna tak berani menoleh. Rasa sakit karena pecahan cangkir dan panasnya percikan air panas tak dirasakannya.
Ronald memperhatikan tingkah Mirna yang berdiri tak jauh darinya.
"Mirna, Mas. Kalian ngapain di dapur?" tanya Puspita. Wajahnya pucat dan lemah.
"Sayang, kenapa kamu turun?" Ronlad mengalihkan pertanyaannya.
Tak mungkin menjawab kalau mereka berdua sedang bermesraan di dapur.
"Mirna lama sekali naiknya," ungkap Puspita tak sabar ingin meneguk air jeruk nipis. "Cepat kamu buatkan lagi!"
"I-iya. Saya bikinkan lagi." Mirna merpikan pecahan beling dan Ronlad membantu gadis itu.
"Cepat kamu buatkan. Biar saya yang bersihkan."
M
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
Bara Sang Pengembara"Puspita, mengapa suamimu membeli pil KB di apotek?"Puspita mendapat berita tersebut terperangah. Apa mungkin sang suami yang penuh perhatian memiliki simpanan wanita.Puspita menonton televisi dengan tatapan kosong. Tak percaya tuduhan kepada Ronald."Halo, Puspita apa kau masih di sana?""Iya, mungkin kamu salah orang. Gak mungkin suamiku membeli pil itu.""Aku yakin kalau itu suamimu. Di dalam mobil juga ada wanita muda. Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?""Tidak mungkin kamu pasti salah orang. Sudah dulu, ya. Kepalaku sakit dan ingin istirahat.""Baiklah, aku harap kalau aku salah lihat. Maafkan aku sudah menganggumu."Puspita segera menutup panggilan. Hatinya cemas dan tak tahu harus berbuat apa."Tidak mungkin. Aku tak percaya. Lebih baik aku istirahat."Puspita bangkit dari sofa, semakin membesa
Bara Sang Pengembara"Mas abis ngapain kok ngos-ngosan," tanya Puspita dengan suara tinggi. Jantung berdegup kencang. Janin dalam perutnya bergerak-bergerak seakan-akan tahu perasaan sang ibu."Eh, Itu mobil mogok jadi mas dorong.""Katanya meeting kok sekarang mobil mogok yang bener yang mana?" Perkataan Puspita membuat Ronald menjadi serba salah.Ronald baru menyadari akan ucapan yang dilontarkan. Bagaikan boomerang untuknya. Memukul bibir dengan telapak tangan. Mirna menatap majikan yang kebingungan."Astaga kenapa gak bisa kerja sama mulut sama hati," gerutunya dalam hati."Mas!" bentak Puspita di seberang panggilannya."I-iya, sebentar lagi mas pulang Sayang. I love you."Ronald mengusap peluh yang masih menempel di dahi. Baru kali ini Puspita semarah itu. Entah apa yang membuat moodnya hancur."Cepat pakai bajumu kita pulang!" pinta Ronald kepada M
Mirna bersandar di belakang pintu kamarnya. Puspita meminta obat yang ia beli di apotek. Tidak mungkin memberikan pil KB bisa runyam urusannya.Beruntung Mirna memiliki obat lain di dalam tas kecil. Ia terselamatkan dari hubungan terlarangnya.Puspita mencurigai Mirna telah berselingkuh dengan Ronald. Ia yakin akan hal itu.Bukti-bukti memang belum kuat hanya saja. Sikap mereka terlihat mencurigakan.Puspita merasakan nyeri di bagian perut. "Aku tak boleh stress. Aku harus tenang. Maafkan mama Sayang." Mengusap lembut perut buncitnya yang sudah memasuki bulan ke limaSetelah kejadian itu, Ronald pindah menempati kamarnya bersama sang istri."Kamu yakin tak mual lagi kalau dekat denganku?" tanya Ronald saat makan malam berlangsung."Tentu Sayang. Kamu tahu aku rindu sekali." Menatap suaminya dengan tatapan mengoda."Aku juga Sayang."Mirna melirik kedua majikannya yang
Ronald bergegas untuk pulang ke rumah. Foto yang dikirim Mirna membuat dirinya kalang kabut, bukan Mirna mengoda dengan pakaian lingerie akan tetapi wanita itu mengirim hasil tespack. Deru mobil terdengar di halaman rumah. penjaga rumah mengernyit heran. Tak biasanya majikan pulang tengah hari kecuali pulang bersama Puspita. Penjaga rumah menyapa tuannya dengan sopan dan ramah. Ronald tak menanggapi sapaan lelaki paruh baya yang sudah bekerja lama di rumahnya. Langkah panjang Ronald mendekati pintu rumah. Mirna mengintip di balik hordeng besar berwarna emas. Tubuh rampingnya menghampiri dengan wajah bahagia. Jari mungil menyentuh handel pintu mendorong perlahan di balik pintu ia berdiri menyambut sang majikan yang sebentar lagi akan menjadi miliknya. Sorot mata Ronald membuat dirinya terkejut. Mirna memundurkan beberapa langkah. Langkah kaki Ronald begitu cepat. Lengannya ditarik ke dalam kamar Mirna dengan kasar tanpa perasaan. Kaki Mirn
Setelah memastikan keadaan aman. Mirna masuk ke dalam kamar sepasang suami istri itu. Mendorong pintu perlahan agar tak menimbulkan bunyi. Pembantu itu mencari barang dalam kamar yang dibutuhkannya. Bukan uang atau perhiasan yang diincarnya. Mirna memasukkan semua barang tersebut kedalam kantung terbuat dari kain kafan. Kantung yang ia buat sendiri. "Aku harus cepat. Sebentar lagi tengah malam," ucapnya dalam hati melihat jam dinding di kamar. Mirna diam-diam menyusup ke sebuah ruangan bawah tanah yang sudah lama tak terpakai. Ruang bawah tanah itu digunakan untuk melakukan hal-hal mistis. Semua perlengkapan yang dibutuhkan Mirna lengkap. Wanita itu memulai memejamkan mata. Mengeluarkan rambut milik kedua majikannya dan kain segitiga milik Ronald. Ada juga beberapa tetes darah milik Puspita. Mirna menyeringai. Sudah lama sekali tak melakukan hal ini. Sungguh menyenangkan baginya. Hal yang amat dirindukan selama ini. Ia pikir akan bertaubat ternyata tak bisa menjauhi ilmu itu. Mi
"Mas, sakit!" Puspita merasakan nyeri dan mulas dibagian perutnya. Ia mengigit bibir bawah. "Mas!" Menguncang tubuh lelaki di sampingnya. Ronald terbangun dari tidurnya. Membuka mata lebar melihat kondisi istrinya. "Puspita kamu kenapa?" Mata ngantuk masih terlihat jelas. "Sakit Mas." Mengusap perut yang semakin membuncit. "Kita harus ke dokter." Ronald turun ke lantai bawah dengan tergesa-gesa memanggil Mirna di kamarnya. "Mirna! Mirna!" "Ada apa Tuan?" Membuka pintu kamar mendengar teriakkan panik lelaki itu. "Panggil supir dan siapkan mobil. Puspita perutnya sakit," perintah Ronald. "Sepertinya Nona Puspita mau melahirkan." "Iya, mungkin. Cepat siapkan mobil." Mirna bergegas ke arah pos satpam memanggil supir yang sedang bermain catur. "Aduh, Mas. Sakit," keluhnya berkali-kali. Ronald duduk di belakang kemudi bersama Puspita memeluk dan mengusap perutnya."Sabar Sayang. Sebentar lagi sampai." Ronald menemani Puspita hingga masuk ke dalam ruang bersalin. Puspita haru
Malam semakin larut, suara jangkrik saling bersahutan. Malam ini tak ada satu bintang pun muncul. Hanya ada bulan sabit menghiasi langit. Bara mendengarkan cerita Ronald, lelaki itu menatap kolam renang dari balik jendela kamar putrinya yang terbaring kaku di atas ranjang. Setiap kata terucap setiap kalimat hingga membentuk sebuah kejadian yang membuat Bara mengelengkan kepala. Begitu berat kehidupan di dunia hingga mereka tak menyadari kesalahan seumur hidup. Bukan di dunia saja tetapi di dunia nyata juga."Apa yang terjadi dengan nyonya Puspita?" Cerita Ronald semakin membuat Bara penasaran. Ia merasa ada sesuatu tersembunyi di balik kematian istri majikannya. "Istriku telah disantet oleh Mirna. Salah seorang temanku menemukan sesuatu di rumah ini. Di ruang bawah tanah, wanita itu melakukan ritual setiap malam. Ia yang telah memberikan kutukan anak-anakku sebelum wanita jalang itu mati." "Mirna telah tiada Tuan?" Wajah Bara terkejut. Seketika itu angin berhembus kencang hingga