Napas Bara memburu, ia memilih menjauh. Gerak-gerik saat menghindari serangan adalah miliknya. "Sial, dari mana dia tahu gerakkan itu. Bagaimana aku bisa mengalahkannya?" geram Bara dalam hati. "Kenapa? Kamu tak bisa mengalahkan ku. Jangan harap kamu bisa!" Bara berpikir sejenak tetapi serangan tiba-tiba datang begitu cepat hingga bagian dada Bara terpukul keras, cairan merah keluar dari mulut pemuda itu. Bara terbatuk-batuk mengeluarkan cairan pekat. Raja Kijo tak memberikan ampun kepada pemuda itu. Ia melanjutkan penyerangan. Kedua kaki Bara tak berpijak. Tubuhnya melayang ke udara. "Ha ... ha ... Kekuatanmu tak sebanding denganku!" "Aku tak peduli kekuatanmu seberapa besar. Aku tak peduli berapa banyak jurusmu. Aku hanya ingin kamu musnah!" Bara melepaskan kalung merah yang melingkar di lehernya hingga dua orang muncul bersamaan menatap Raja Kijo. Mereka adalah ayah Bara dan Sang Raja yang telah hilang. Ternyata ia berada di kalung itu menunggu waktu yang tepat untuk menyer
Bara menghampiri dua raja yang memiliki dendam terselubung. Mereka bertaruh dengan ganas dan sadis tak memberikan ampun atau permohonan maaf. Hingga sang Raja Merah terhempas dari hadapan makhluk hijau. Kini, hanya Bara yang bisa melawan Raja Kijo.Langkah Bara pasti dan akan mengalahkan raja jahanam itu. Raja yang memiliki maksud busuk kepada manusia. Maka Bara mengorbankan diri untuk saudara-saudaranya di dua dunia. "Bocah tengil, Raja merah saja tak bisa melawanku. Kamu ingin ikut mati bersamanya, ah!" Raja Kijo tersenyum sinis menatap pemuda dihadapnya. "Kalau sudah takdirku kenapa tidak." Bara melompat dan menjulurkan kaki hingga menyentuh dada raja Kijo. Sang raja terhuyung ke belakang ketika mendapat tendangan dari Bara. "Kurang ajar!" teriak raja Kijo mengema hingga ke luar kerajaan. Para anak buah gusar mendapat teriakan dari sang Baginda raja. Raja Kijo bersiap menyerang dengan kekuatan ilmu dalam yang selama ini ia simpan untuk digunakan ketika menemukan musuh lebih
Bara Seorang gadis berkemeja biru merah dengan logo di kantung depan, mengusap lembut tubuh pemuda yang kini terbaring di atas tempat tidur di dalam kamar. Tangan halusnya mengusap lembut kulit pemuda itu dengan tangkas. Perlahan memakaikan kembali pakaian yang baru untuk pria yang kini terbaring tak berdaya. Selang infus masuk dari pergelangan tangan kanan. Cairan itu yang masuk ke dalam tubuh sebagai sumber tenaga. kedua mata pemuda itu masih terpejam, entah sampai kapan mata elang akan terbuka kembali. Rasa rindu akan canda dan perhatiannya kian membuncah. Gadis berkuncir kuda tetap sabar menanti. "Sampai kapan kamu akan tertidur Kak Bara. Apakah kamu tak merindukanku. Bangunlah." Fika selalu menjaga dan merawat Bara yang sudah lima bulan tak sadarkan diri. Melalui infus, Bara mengomsumsi makanan. Setelah memastikan semua selesai, Fika merapikan peralatannya dan berpamitan. "Aku harus pergi. aku harus bekerja untuk biaya hidup kita." Fika mengusap lembut surai Bara. mengulum
Fika menatap Bara dengan kebimbangan, ia terus menatap pemuda yang sedang merapikan pakaiannya. "Jangan di tatap terus, Kakak tahu kalau ganteng.""Eh, pede banget." Fika menjulurkan lidahnya ke arah Bara. pemuda yang sibuk memilih pakaiannya hanya terkekeh saja. "Kakak, kamu yakin mau kembali ke kampung. Memangnya Mak dan Abah sudah ketemu?" "Sudah, mereka baik-baik saja dan bahagia di sana." Bara mengulum senyum ketika melihat Abah dan Mak bahagia. "Kok gak ajak aku?" Fika mulai merajuk. Bara menoleh ke arah Fika yang semakin hari semakin cantik dan dewasa. umurnya sudah matang untuk berumah tangga. Bara mengusap lembut puncak kepala Fika."Abah dan emak sudah lihat kamu. Kamu juga jangan khawatirkan mereka. Berdoa untuk kesehatan mereka.""Apa jangan-jangan mereka sudah berada di kampung makanya kamu mau kembali ke sana?""Tidak ada. Mereka tak ada di sana. Apa kamu tak ingin pulang?"Wajah manis Fika menunduk lesu. Mengingat hal dulu membuatnya sakit hati. Kalau saja waktu i
Bara Sang Pengembara Bara adalah pemuda berusia dua puluh tahun. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya yang jauh dari perkotaan. Bara memandang ketiga kambingnya dengan tatapan kosong. Kambing yang telah titipkan oleh tetangganya yang tinggal di kota. Bara akan mendapatkan seekor kambing jika kambing itu melahirkan untuk yang kedua kali. Kali ini kambing yang akan lahir adalah miliknya. "Bara!" panggil Mak Djasiah dari kejauhan. "Iya Mak," jawabnya. Pemuda itu segera bangkit dari duduknya dan menghampiri wanita yang berdaster bunga-bunga dengan hijab instannya yang sudah kumal. "Kamu lupa bawa arit sama karung," ungkap wanita itu dengan senyum. "Bara lupa, Mak!" Bara Barisata tersenyum memperlihatkan giginya. "Kamu cari rumput di sebelah sana. Rumputnya tinggi-tinggi. Hati-hati juga takut ada ular," ucap wanita itu. Menunjukkan ke arah selatan. "Kalau ada ular, Bara akan k
Bara Sang PengembaraBab 2Suara isakan terdengar di bibir mak Djasiah dan Fika. Abah hanya menatap kepergian anaknya."Bara, jaga kalung ini. Jangan sampai hilang!" pesan mak Djasiah mengalungkan kalung emas putih."Bara akan jaga kalung ini. Mak, jangan sedih. Bara akan pulang dan bawa uang yang banyak untuk Mak. Kita akan punya rumah sendiri.""Kak Bara, jangan lupain Fika," ucapnya. Matanya mengembun. Bara menghapus air mata yang menetes di pipi gadis itu."Gak akan. Fika tetap ada di hati Bara. Titip mak dan abah. Cuma kamu yang bisa aku percaya."Fika menganggukkan kepala. Ia mencium tangan Bara dan pemuda itu juga mencium tangan sahabat kecilnya.Bara menaiki truk yang telah menunggunya. Pakde Sulaiman memberikan kode untuk pamit. Lelaki itu akan mengantar barang ke Jawa Tengah.Mak Djasiah hanya memberikan uang dua ratus ribu untuk sang anak. Pesan dari ke
Bara Sang PengembaraBab 3Kala itu Lastri pulang dari sekolah. Ia masuk ke rumah. Keadaan sepi tak berpenghuni."Lastri," panggil seorang lelaki yang ia panggil paman. Masuk ke dalam kamarnya."Iya, paman." Lastri baru saja membuka dua kancing bajunya."Kamu baru pulang?" tanyanya basa basi."Iya, tapi ibu dan bibi tak ada. Ke mana ya?""Mereka sedang pergi ke kampung sebelah membantu hajatan.""Oh. Paman ada apa ke kamar Lastri," tanyanya tanpa curiga."Paman hanya ...." Mata lelaki itu mengarah pada kancing baju gadis di depannya. Mendorong tubuh Lastri hingga terjatuh ke atas kasur."Paman! Apa yang kamu lakukan?""Diem kamu! Jangan berisik!" Broto, lelaki yang baru menikah dengan bibinya berusaha mencumbu gadis di bawah tubuhnya dengan kasar."Hentikan!" teriak Lastri."Diem kamu! Nikmati saja," ucap lelaki itu. Tangannya men
Bara Sang PengembaraBab 4"Permisi," sapa Bara ketika bertemu seorang laki-laki berusia empat puluh tujuh tahun di pos ronda. Hari semakin gelap hujan akan turun.Wajahnya sangar, kumis tebal menghiasi wajahnya. Rambut bagian depan tak ada rambut hanya kulit yang mengkilap.Jari-jari lelaki itu berjejer batu akik berwarna merah, hitam, dan biru muda.Ia menatap Bara dari atas sampai bawah."Permisi Pak! Saya mau cari kerja. Apa ada?" tanya Bara dengan sopan."Oh, elu. Ayo!" ajak lelaki itu.Ia mengendarai motor Rx king model zaman dulu."Buruan naik. Mau gua kepret, apa!" bentaknya dengan logat betawi asli."Iya, Pak!" Bara naik di belakang tubuh lelaki itu.Di dalam perjalanan, lelaki itu terus berbicara yang tidak jelas. Bara hanya menjawab seperlunya saja."Kita mau ke mana, Bang?" tanya Bara."Tenang aja pokoknya. Semua beres!" uca