“Aku bertemu dengan Don Victorino Kemarin,” aku Belinda pada Cecil yang sedang membantunya menyisiri rambut panjangnya yang basah. Pada akhirnya ia tidak dapat menyimpan rahasia itu seorang diri lagi. Ia butuh teman bicara. Karena Mamánya sedang tidak enak badan dan lebih banyak menghabiskan waktunya di kamarnya, jadi Cecil lah yang menjadi tempatnya bertukar cerita itu. “Don Victorino?” “Ya, Don yang pernah kamu ceritakan padaku itu. Don yang Palazzonya terbakar.” “Oh ya, ya, saya ingat, My Lady. Bagaimana anda bisa bertemu dengannya? Bukankah Sang Don tinggal di Madrid?” tanya Cecil. Cecil dapat melihat senyum manis yang terulas di wajah cantik Belinda saat wanita itu menjawab, “Aku bertemu dengannya secara tidak sengaja di sekolahnya Felipe Kemarin." “Sepertinya pertemuan pertama anda dengan Don Victorino telah meninggalkan kesan yang mendalam untuk anda, My Lady,” goda Cecil seketika itu juga wajah Belinda merona merah jadinya. “Itu bukan pertemuan pertama kami, Cecil." Be
“Apa aku tidak salah dengar GG? Henry akan menikahiku dua minggu lagi?” tanya Belinda saat dirinya telah bergabung di meja makan bersama dengan Duke William, mamá Juana dan Fellipe. Tidak hanya Belinda saja yang terlihat kaget saat Duke William memberitahukan niat dari Henry, tapi juga mamá Juana dan Felippe. “Kenapa buru-buru sekali, Pá?” Mamá Juana ikut bertanya juga. Ia tidak mau Belinda akan tersiksa di dalam pernikahannya jika suatu saat nanti ingatannya kembali. Karena pria yang sebenarnya putrinya itu cintai adalah Victorino, bukan Henry. “Tidak, apa yang menjadi keputusan Henry itu sudah tepat. Belle kita membutuhkan seseorang yang selalu ada untuk menopangnya saat ini. Dan terutama saat malam hari di saat kita semua tidur,” jawab Duke William dengan santai sebelum menyesap teh hangatnya. “Aku belum mau menikah GG," tolak Belinda. “Ya, kamu harus segera menikah. Ingat Belle, kamu itu janda dengan satu anak, keluarga bangsawan mana yang akan mau menerimamu dengan tangan
“¿Por qué el silencio, Mamá? (Kenapa diam saja, Mama?)" tanya Felipe ketika selama di dalam perjalanan menuju sekolahnya Belinda hanya fokus pada pikirannya sendiri, dengan mata yang terus terarah ke luar jendela. “¿Qué pasa? (Ada apa?)” tanya Felipe lagi saat matanya bertemu mata dengan Belinda. Felipe membiarkan Belinda menangkup pipinya, jika saja Felipe tidak sedang mengkhawatirkannya seperti saat ini, putranya itu pasti akan menepis tangannya, ia paling tidak suka jika dianggap seperti anak kecil. “Oye, apa kamu sangat menyayangi Tío Henry, Mi Hijo?” tanya Belinda sambil terus menatap lekat-lekat mata putranya itu. “Apa kesedihan Mamá ada hubungannya dengan Tío Henry?” Belinda mengerjapkan kedua matanya, ia tidak habis pikir dengan Felipe yang dapat dengan mudahnya menilai suasana hati seseorang, terutama suasana hati Belinda. Apa itu karena ikatan batin antara ibu dan anak? “Apa Mamá terlihat sedang sedih, Mi Hijo?” “Sí, Mamá.” Belinda mencoba tersenyum, ia harus member
“Kenapa mereka belum sampai?” tanya Victorino pada Erasmo setelah nyaris satu jam ia menunggu Belinda dan Felipe di sekolah anak mereka itu. “Sabar, Don Victorino. Menurut Cecil mereka baru jalan kurang dari setengah jam yang lalu, mungkin saja sebentar lagi mereka akan sampai,” jawab Erasmo. “Kenapa mereka jalan lebih siang dari biasanya?” “Saya mendapat info dari Cecil kalau saat breakfast tadi, Duke William meminta kesediaan Señorita Belinda untuk menikah dengan Lord Henry dua minggu lagi. Dan … ” “Apa? Henry mau menikahi Belle dalam dua minggu ini?” Victorino yang terpancing emosinya memotong penjelasan asisten pribadinya itu. Rahangnya mengeras dan kedua tangannya membuat kepalan seolah bersiap meninju wajah Henry, seandainya saja pria itu berada di sini sekarang. Henry benar-benar telah memanfaatkan amnesianya Belinda untuk memuluskan rencananya menikahi wanita itu hanya demi menguasai harta warisannya. Keluarga mereka akan terselamatkan seandainya saja Henry berhasil meni
Victorino membiarkan saja Felipe membawanya ke mana anak itu mau. Ia hanya mengikuti langkah kecil putranya itu hingga berbelok ke gang kecil yang mengarah ke sebuah taman tersembunyi, "Apa ini tempat untukmu bersembunyi, Mi Hijo?" tanya Victorino smabil menatap ke sekeliling taman itu. "Aku tidak pernah bersembunyi dari apapun, Om Jahat!" jawab Felipe. Hilang sudah anak yang tadi terlihat begitu manis dan penurut, berganti dengan anak yang terang-terangan menatap tajam pria yang sangat ia benci itu. "Ah, jadi kamu masih menggunakan sebutan itu untuk Papámu, Mi Hijo ... " desah Victorino. "Untuk semua kejahatan yang telah Om lakukan pada Mamá dan membuat Mamáku begitu menderita, tentu saja aku akan terus memanggilmu dengan sebutan itu." "Papá yakin sekali kamu telah mengetahui apa penyebab Papá bisa bersikap impulsiv seperti itu, ya kan?" "Apa Om sedang berusaha untuk membela diri?" tanya Felipe. "Tidak, tentu saja bukan itu tujuan Papá. Tapi memang semua kejadian itulah yang m
"Aku memang menyukai Tío Henry. Tapi kebahagiaan Mamá lah yang jauh lebih penting sekarang. Huh, aku tidak mengerti dengan pikiran orang dewasa yang memusingkan itu!" Victorino menahan tawanya saat mendengar keluhan putranya itu. Begitulah jika anak kecil yang berusaha menunjukkan dirinya telah dewasa namun tidak mau tumbuh menjadi pria dewasa. "Mi Hijo ... Tidak selamanya dunia dewasa itu memusingkan, sama halnya dengan tidak selamanya dunia anak-anak itu hanya di isi dengan bermain dan bermain saja. Semua memiliki porsinya masing-masing, terkadang bahagia, kadang juga sedih dan mengecewakan. Tergantung diri kita sendiri yang akan seperti apa menanggapinya nantinya." "Aku juga tahu itu. Sekarang aku memberikan kesempatan pada Om untuk membuktikan kesungguhan Om pada Mamá. Untuk bisa mengembalikan ingatan Mamá lagi." Senyuman lebar mengembang di wajah Victorino saat mendengarnya. Mungkinkah perlahan tapi pasti putranya itu telah mulai luluh padanya? Mungkin tidak akan lama lagi Fe
dan wanita itu lumayan kaget saat dimeja yang mereka tempati sebelumnya telah tersedia minuman yang sangat digemarinya itu. Rupanya dengan sigap Erasmo telah menyiapkan semuanya. Termasuk juga buket bunga canti yang tidak terdapat di meja yang lainnya. Untung saja masalah buket bunga itu Belinda tidak menyadarinya. "Kenapa kamu bisa tahu aku menyukai minuman ini?" tanyanya dengan mata yang berbinar-binar sambil duduk di tempat favoritnya, di samping jendela kaca. Setidaknya Victorino mengira itulah tempat favorit Belinda, karena di sepanjang pengamatannya, wanita itu selalu duduk di sana, dengan siapapun ia pergi ke Kafe itu. "Aku selalu mengetahui apapun, Belle. Apapun," jawab Victorino dengan penuh percaya diri. Belinda mendengus pelan, "Jangan-jangan tadi Felipe yang memberitahunya ya kan?" tebaknya. "Tidak. Kami sama sekali tidak mebahasmu tadi," elak Victorino. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada Belinda kalau topik pembicaraannya dengan putra mereka tadi ad
Belinda terengah, saat jemari Victorino tengah bermain di area pribadinya, mengirimkan gelenyar-gelenyar nikmat ke seluruh tubuhnya."Kamu mabuk, Rino ... Kamu akan menyesalinya besok. Bagaimana bisa kamu melakukan itu dengan wanita yang kamu benci ini!"Lalu Victorino tergelak ketika Belinda memalingkan wajahnya saat melihat bukti gairah pria itu, "Aku tidak sepenuhnya mabuk, My Lady ... Aku sudah jatuh tertidur kalau aku memang benar-benar mabuk," "Aku bukan Ladymu!" sangkal Belinda."Siapa bilang kamu bukan Ladyku?" tanya pria yang telah berbaring di atasnya dengan kedua lengan yang menopang tubuh kokohnya itu, sementara matanya jelas-jelas telah terbakar api gairah."Bukan, aku bukan Ladymu, tapi pelacurmu!"Pandangan Belinda tiba-tiba menggelap, lalu kembali jelas lagi saat bertatapan dengan wajah Victorino di waktu yang berbeda,"Itu yang kamu sebut jahat? Kamu juga menikmatinya Belle dan aku tahu itu!" Teriak Victorino padanya."No ... O sí. (Tidak ... Mungkin ya.)""Apa maksu