“Ya, dokter Lian benar. Istri anda memang sedang mengandung, Don Victorino. Saat ini usia kandungannya sudah berjalan tiga minggu.” Beritahu dokter kandungan yang tengah menggerakkan transducer di perut Belinda, yang diubah menjadi sebuah gambar di layar monitor. Baik Belinda maupun Victorino dan Lilian, mereka sama-sama memandangi monitor yang menampakkan bagian dalam rahim Belinda tanpa berkedip. Hanya Victor saja yang berdiri di luar pintu, karena Victorino tidak mengizinkan adiknya itu untuk masuk.“Mana anakku?” tanya Victorino dengan tidak sabar. Matanya menyipit tajam saat melihat monitor itu dengan teliti namun tidak juga menemukan janin yang ia cari.“Astaga, sabar Rino. Baru tiga minggu dan baru terlihat kantung kehamilan saja. Bukan begitu, Dok?” “Anda betul, Nona Belinda. Kalian lihat ini.” Dokter itu melingkari bagian yang akan ia jelaskan pada Belinda, Victorino dan juga Lilian. Meski sebenarnya Lilian telah mengetahui letak kantong kehamilan Belinda mengingat ia sendi
“Kenapa jalannya lelet sekali, Rino?” keluh Belinda dengan tidak sabar saat ia dan Victorino menaiki tangga menuju kamar mereka. “Kamu harus mulai berhati-hati sekarang ini, My Lady. Karena ada yang sedang berkembang di dalam rahimmu itu, anak kita.” Belinda pun emmutar kedua bola matanya, “Astaga, tidak harus seperti itu juga, Rino. Aku tetap berhati-hati tanpa harus jalan sepelan siput.” “Er!” Rino memanggil asisten pribadinya, “Ya, Don Victorino?” “Apa pembuatan lift sudah dimulai?” tanya Victorino. “Lift?” ulang Belinda. “Sī. Aku tidak mau kamu kelelahan karena harus turun naik tangga setiap harinya.” “Ya Tuhan, Rino. Jangan berlebihan seperti itu!” “Tidak ada yang berlebihan untuk keselamatan Istri dan juga anak-anakku. Jadi, bagaimana Er?” “Besok pengerjaannya baru akan dimulai, Don Victorino.” “Bagus!” “Rino, rumah pasti berantakkan sekali selama pengerjaan itu. Tidak bagus untuk Felippe yamg pastinya akan terlalu banyak menghirup debu nantinya.” “Itu makanya kita
“Anda mau saya bawakan majalah atau sebagainya untuk menemani anda di sini, Lady Belle?” tanya Cecil setelah membantu Belinda berbaring kembali di tempat tidurnya. Tubuhnya belum pulih sepenuhnya, jadi ia masih harus lebih banyak istirahat lagi.“Tidak perlu, Cecil. Tolong nyalakan saja televisinya dan letakkan remotenya di meja ini,” jawab Belinda sambil menunjuk meja nakas di sebelahnya.“Baik, Lady.”Setelah menyalakan televisi, pelayan pribadinya itu meletakkan remote di tempat yang telah ditunjuk Belinda tadi. “Kalau anda membutuhkan sesuatu, anda bisa menekan tombol ini, seperti biasanya saya akan segera membantu anda," ujar Cecil sebelum keluar dari kamar itu.Belinda mengangguk pelan, ia merapikan selimutnya saat mencoba untuk tidur tapi ternyata matanya sulit untuk diajak berkompromi, karena selama setengah jam ia hanya membolak-balik badannya tanpa bisa tidur sedikitpun.Menyerah untuk mencoba tidur siang lagi, Belle pun akhirnya duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia me
Dengan hati-hati Belinda memindahkan lengan Victorino yang tengah merangkul pinggangnya. Gerakannya terhenti saat terdengar gumaman pelan pria itu, sebelum kembali memindahkan lengannya setelah napas lembut pria itu yang kembali teratur. Berhasil memindahkan lengan Victorino, Belinda beringsut menjauh ke sisi tempat tidur lalu menurunkan kedua kakinya hingga ia berhasil berdiri tanpa membuat Victorino terbangun, ia meraih jubah kamar yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri, dan meringis pelan saat merasakan nyeri di pangkal pahanya tiap kali ia melangkahkan kakinya. Bagaimana tidak, ini kali pertamanya ia melakukan hubungan intim. Selama ini ia berhasil menjaga dirinya dengan sangat baik, dan tidak mau melakukan hubungan intim tanpa adanyya ikatan pernikahan. Bahkan ia mengaku menderita penyakit AIDS saat Hose berusaha memperkosanya di kantor. Tentu saja pria itu tidak percaya begitu saja hingga Belinda harus meminta salah satu temannya untuk membuat hasil diagnosa palsu dan m
"Tio Henry!” pekik Felipe yang baru pulang sekolah.'Hola, Bro!" sambut Henry sambil sedikit menunduk dan merentangkan kedua tangannya, bersiap menggendong Felipe yang sedang meleparkan dirinya padanya,“Tío Henry nginep lagi?” tanya Felipe, kedua tangan kecilnya melingkari leher Henry.“umm, tergantung. Apa kamu mau Tío tidur di kamarmu atau tidak,” jawab Henry sambil mencubit gemas hidung Felipe.“Aku tanya Mamá dulu, karena aku sudah besar jadi aku harus tidur sendiri.”“Claro, kamu memang harus menghormati Mamámu. Ok, kabari tío kalau Mamámu memberikan lampu hijau untuk kita.”“Henry!" sapa William yang sedang melangkah pelan ke arahnya.“Your Grace,” balas Henry.“Sudah bertemu dengan Belle?”“Oh, sudah. Kalau anda mengizinkan, saya mau mengajak Belle keluar malam ini,” izin Henry dengan ragu-ragu.Karena William yang baru saja menemukan kembali keluarganya itu terlihat sangat protektif pada mereka, terutama pada Belle dan juga Felipe.“Berdua saja?” tanya sang Duke.“Ya, Your Gra
Belinda terlihat sangat cantik saat dengan anggun menuruni satu persatu anak tangga untuk menghampiri Henry yang telah menunggunya di bawah.Henry bahkan menahan napasnya saat senyum manis Belinda terarah padanya, sudah lama ia tidak melihat senyum menawan wanita itu lagi, senyum yang tanpa beban seperti yang ia lihat saat di Spanyol.Gaun warna hitam dengan model sederhana tidak dapat menutupi betapa indahnya lekuk tubuhBelinda. Gitar Spanyol, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan lekuk tubuh wanita itu.“Aku sudah siap,” ucap Belinda sesaat setelah wanita itu berdiri tepat di depan Henry yang masih terpukau pada kecantikannya itu,“Ah ya, Kita jalan sekarang,” balas Henry sambil mengulurkan tangannya untuk rangkul Belinda.“Kami pergi dulu, má!” seru Belinda pada mamá Juana yang menuntunnya saat turun tangga tadi.“Ya, hati-hati. Henry, tolong jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya,” pinta mamá Juana.Henry mengangguk pelan, lalu mengedarkan matanya ke segala arah sebelum bertanya,
Di sebuah Apartement mewah yang berada di pusat kota Madrid, Don Victorino menatap landscape kota besar itu sambil duduk santai di balkon kamarnya dengan sebuah cerutu yang terselip di jemari tangannya. Meski terlihat santai, pikirannya sangatlah kacau. Tidak bisa satu detik pun ia tidak memikirkan Belinda dan juga putra mereka, Felipe. Ia Amat merindukan keduanya. Seandainya waktu dapat diputar kembali, Victorino tidak akan menyiaka-nyiakan kesempatan yang telah diberikan tuhan padanya, saat pada akhirnya ia bertemu dengan putranya dan juga Belinda. Ia akan langsung melamar wanita itu dan memberikan keluarga yang utuh untuk Felipe. Mungkin saja saat ini mereka tengah becanda dan tertawa riang di salah satu ruangan di Palazzonya, atau di Apartement ini, di manapun istri dan putranya itu ingin tinggal. Tapi dendam telah membutakan mata dan hatinya. Dendam yang pada akhirnya tidak hanya membuat Belinda melupakannya, tapi juga Felipe yang bisa dipastikan sangat membencinya. Victorino
“Itulah yang Belle akui pada Lilian di hari pertama mereka bertemu dan berbincang lama di ruang kuning. Dan astaga, kenapa kamu menghancurkan Palazzo itu, Rino?” “Fokuslah pada masalah Belle, Vic. Jangan merembet ke yang lain!” sungut Victorino. Ia telah tidak Sabar ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. “Lo siento, (Maafkan aku,) Ok, kita kembali ke Belle. Jadi Belle menceritakan semuanya pada Lilian saat mereka di ruang kuning itu. Awalnya Belle berencana untuk menggagalkan rencana Hose itu. Tapi … “ “Tapi kenapa dia tetap melanjutkannya?” tanya Victorino dengan tidak sabar. “Bisakah tidak menginterupsiku sampai aku selesai menceritakan semuanya? Atau aku akan menghentikannya sampai di sini.” “Aku bisa mati penasaran! Lanjutkan, aku tidak akan memotong pembicaraanmu lagi!” seru Victorino sambil merubah posisi duduknya agar lebih nyaman lagi, dan Victor pun kembali melanjutkan, “Tapi setelah mengetahui kalau pria yang akan mereka jebak itu adalah kamu dan terlebih lagi Hose akan