“Anda mau saya bawakan majalah atau sebagainya untuk menemani anda di sini, Lady Belle?” tanya Cecil setelah membantu Belinda berbaring kembali di tempat tidurnya. Tubuhnya belum pulih sepenuhnya, jadi ia masih harus lebih banyak istirahat lagi.
“Tidak perlu, Cecil. Tolong nyalakan saja televisinya dan letakkan remotenya di meja ini,” jawab Belinda sambil menunjuk meja nakas di sebelahnya.“Baik, Lady.”Setelah menyalakan televisi, pelayan pribadinya itu meletakkan remote di tempat yang telah ditunjuk Belinda tadi. “Kalau anda membutuhkan sesuatu, anda bisa menekan tombol ini, seperti biasanya saya akan segera membantu anda," ujar Cecil sebelum keluar dari kamar itu.Belinda mengangguk pelan, ia merapikan selimutnya saat mencoba untuk tidur tapi ternyata matanya sulit untuk diajak berkompromi, karena selama setengah jam ia hanya membolak-balik badannya tanpa bisa tidur sedikitpun.Menyerah untuk mencoba tidur siang lagi, Belle pun akhirnya duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia meraih remote di meja sebelahnya dan mulai memilih channel yang akan ia tonton.Hingga akhirnya sebuah kebakaran besar menarik perhatiannya. Ia menambah besar volume suaranya dan mulai fokus pada isi berita itu.Sebuah Palazzo yang habis terbakar di Spanyol itu menelan korban beberapa orang pelayan yang tidak sempat menyelamatkan diri saat kejadian. Belum diketahui penyebab dari kebakaran yang hanya menyisakan dinding-dinding batu itu, tapi kerugian diperkirakan menyentuh angka ratusan juta USD.“Wow, angka yang luar biasa besar!" seru Belinda, “Sayang sekali habis terbakar seperti itu, padahal sejak dulu aku ingin sekali mengunjungi Palazzo tua itu dengan Marina dan Dario,” lanjutnya, entah kenapa hatinya seketika menjadi mellow.Kebakaran yang terjadi kurang dari satu bulan yang lalu itu masih menjadi perbincangan hangat di Spanyol. Bahkan sang pemilik Palazzo, Don Victorino masih menempati trending topik nomor satu di negara itu.“Don Victorino? Kenapa namanya terdengar tidak asing di telingaku ya?” gumam Belinda.“Sudah pasti kamu pernah mendengar namanya, Mi Hijo. Namanya sering disebut di kalangan bangsawan lainnya,” celetuk mamá Juana yang baru memasuki kamar Belinda.Ia membiarkan mamánya itu mengambil remotenya untuk mematikan televisi itu sebelum meletakkan kembali ke meja nakas dan duduk di samping Belinda.Kedua tangan hangatnya menangkup pipi Belinda saat bertanya,“Kenapa kamu tidak istirahat, Sayang?”“Tadi aku sudah mencobanya, Má. Di mana Felipe?”“Hari ini Felipe sudah mulai masuk sekolah. Tadi GG (Great-Grandfather) yang mengantarnya sendiri.”“GG? Dia sayang sekali dengan Felipe ya, Má. Apa benar dia ayahnya Papá, Kakekku?” tanya Belinda.“Sí, Mi Hijo,” jawab mamá Juana lirih.Belinda meraih tangan mamá Juana untuk meremasnya dengan erat. Selama satu bulan ini mereka telah saling mendukung, saling menghibur satu dengan yang lainnya.Belinda tahu betul, mamá Juana masih menyimpan kesedihan akibat kematian papá Raphael. Bagaimana tidak, selama ini baik Belinda maupun mamá Juana sangat membenci papá Raphael karena lilitan hutangnya yang bukan hanya membuat mamá Juana menderita, tapi juga Belinda.Tapi ternyata dugaan mereka salah, seseorang telah membunuh papá Raphael dan menekan keluarganya dengan surat hutang palsu. Tujuan utama pria itu adalah Belinda, penerus dan pewaris dari Duke of Deshire.Untungnya semuanya terbongkar sebelum tujuan pria jahat itu tercapai. Kini, mereka telah berkumpul kembali bersama dengan GG William, yang telah menghabiskan banyak waktu untuk menemukan mereka.“Papá sekarang telah tenang di surga, Má. Papá pasti sedang tersenyum sekarang melihat kita telah kembali berbahagia, kesehatan Mamá telah membaik, dan Felipe sudah mulai masuk sekolah, dan pria jahat itu telah menerima hukumannya.”Sambil tersenyum lembut, mamá Juana menepuk pelan punggung tangan Belinda,“Ya, itu pasti. Mamá sangat merindukannya, Belle.”Belinda memeluk erat mamá Juana, akhirnya ia dapat merasakan kembali pelukan hangat mamánya setelah beberapa bulan terpisah. Karena apa? Entahlah, tidak ada satupun dari keluarganya yang mau menjelaskannya.Apa penyebab kecelakaannya pun Belinda tidak tahu. Semuanya tiba-tiba terdiam tiap kali Belinda menanyakan hal itu. Alih-alih menjawab, keluarganya lebih memilih mengalihkan pembicaraan mereka.Jadi, Belindapun tidak mau tahu lagi apapun penyebab dirinya itu harus terbaring di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama. Keluarganya pasti memiliki alasan tersendiri untuk tetap merahasiakan itu darinya. Yang penting sekarang, ia telah kembali pulih sepenuhnya.Mamá Juana melepaskan pelukannya, senyum hangat yang tidak pernah terlepas dari wajah cantiknya saat bersama dengan Belinda membuat hati Belinda menjadi jauh lebih tenang.“Ada Henry di bawah. Tunanganmu itu meminta izin untuk bertemu denganmu, apa kamu mengizinkannya?” tanya mamá Juana.“Tentu saja boleh, Mamá. Aku lumayan terhibur jika ada Henry di dekatku. Aku sungguh beruntung memiliki tunangan setampan dan sebaik dia, ya kan Má,” jawab Belinda sambil tersipu malu.Mamá tersenyum tipis sebelum mengecup kening Belinda,“Kalau begitu mamá akan memintanya ke kamarmu. Kamu mau berganti pakaian dulu?”“Tidak usah, Má. Henry tidak akan keberatan melihatku seberantakan ini.”Mamá Juana mengangguk pelan sebelum melangkah keluar kamar. Belinda hanya menyamankan posisi duduknya dan merapikan rambutnya dengan menggunakan jemari tangannya sebelum akhirnya seseorang mengetuk pingtunya,“Masuk!” seru Belinda yang sudah dapat menebak kalau Henry lah yang berada di balik pintu itu.Seperti biasa, pria itu tersenyum memikat padanya tiap kali bertemu dengannya. Langkahnya terlihat mantap saat melangkah mendekat sebelum duduk di tempat mamá Juana tadi duduk."Merasa lebih baik?' tanyanya sambil menyunggingkan senyum yang bisa dengan mudah membuat para wanita melemparkan diri mereka pada pria itu.“Jauh lebih baik dari kemarin dan kemarinnya lagi,” jawab Belinda.“Syukurlah. Aku tidak berhenti memikirkanmu, dan tidak dapat menahan diriku untuk memastikan kalau kamu baik-baik saja dengan mata kepalaku sendiri.”“Terima kasih,” ucap Belinda dengan wajah yang merona merah.Henry meraih telapak tangan Belinda untuk mengecup punggung tangannya dengan lembut,“Dan tiada hari aku lewatkan tanpa merindukanmu, Cintaku. Aku tidak sabar untuk segera menikahimu dan menjadikanmu milikku sepenuhnya,” godanya dengan suara selembut beledu.Rona di pipi Belinda bertambah memerah lagi, dan ia tahu Henry sangat senang melihat kalau dirinya telah meleleh karena kata-kata manisnya itu.Dengan hati-hati Belinda memindahkan lengan Victorino yang tengah merangkul pinggangnya. Gerakannya terhenti saat terdengar gumaman pelan pria itu, sebelum kembali memindahkan lengannya setelah napas lembut pria itu yang kembali teratur. Berhasil memindahkan lengan Victorino, Belinda beringsut menjauh ke sisi tempat tidur lalu menurunkan kedua kakinya hingga ia berhasil berdiri tanpa membuat Victorino terbangun, ia meraih jubah kamar yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri, dan meringis pelan saat merasakan nyeri di pangkal pahanya tiap kali ia melangkahkan kakinya. Bagaimana tidak, ini kali pertamanya ia melakukan hubungan intim. Selama ini ia berhasil menjaga dirinya dengan sangat baik, dan tidak mau melakukan hubungan intim tanpa adanyya ikatan pernikahan. Bahkan ia mengaku menderita penyakit AIDS saat Hose berusaha memperkosanya di kantor. Tentu saja pria itu tidak percaya begitu saja hingga Belinda harus meminta salah satu temannya untuk membuat hasil diagnosa palsu dan m
"Tio Henry!” pekik Felipe yang baru pulang sekolah.'Hola, Bro!" sambut Henry sambil sedikit menunduk dan merentangkan kedua tangannya, bersiap menggendong Felipe yang sedang meleparkan dirinya padanya,“Tío Henry nginep lagi?” tanya Felipe, kedua tangan kecilnya melingkari leher Henry.“umm, tergantung. Apa kamu mau Tío tidur di kamarmu atau tidak,” jawab Henry sambil mencubit gemas hidung Felipe.“Aku tanya Mamá dulu, karena aku sudah besar jadi aku harus tidur sendiri.”“Claro, kamu memang harus menghormati Mamámu. Ok, kabari tío kalau Mamámu memberikan lampu hijau untuk kita.”“Henry!" sapa William yang sedang melangkah pelan ke arahnya.“Your Grace,” balas Henry.“Sudah bertemu dengan Belle?”“Oh, sudah. Kalau anda mengizinkan, saya mau mengajak Belle keluar malam ini,” izin Henry dengan ragu-ragu.Karena William yang baru saja menemukan kembali keluarganya itu terlihat sangat protektif pada mereka, terutama pada Belle dan juga Felipe.“Berdua saja?” tanya sang Duke.“Ya, Your Gra
Belinda terlihat sangat cantik saat dengan anggun menuruni satu persatu anak tangga untuk menghampiri Henry yang telah menunggunya di bawah.Henry bahkan menahan napasnya saat senyum manis Belinda terarah padanya, sudah lama ia tidak melihat senyum menawan wanita itu lagi, senyum yang tanpa beban seperti yang ia lihat saat di Spanyol.Gaun warna hitam dengan model sederhana tidak dapat menutupi betapa indahnya lekuk tubuhBelinda. Gitar Spanyol, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan lekuk tubuh wanita itu.“Aku sudah siap,” ucap Belinda sesaat setelah wanita itu berdiri tepat di depan Henry yang masih terpukau pada kecantikannya itu,“Ah ya, Kita jalan sekarang,” balas Henry sambil mengulurkan tangannya untuk rangkul Belinda.“Kami pergi dulu, má!” seru Belinda pada mamá Juana yang menuntunnya saat turun tangga tadi.“Ya, hati-hati. Henry, tolong jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya,” pinta mamá Juana.Henry mengangguk pelan, lalu mengedarkan matanya ke segala arah sebelum bertanya,
Di sebuah Apartement mewah yang berada di pusat kota Madrid, Don Victorino menatap landscape kota besar itu sambil duduk santai di balkon kamarnya dengan sebuah cerutu yang terselip di jemari tangannya. Meski terlihat santai, pikirannya sangatlah kacau. Tidak bisa satu detik pun ia tidak memikirkan Belinda dan juga putra mereka, Felipe. Ia Amat merindukan keduanya. Seandainya waktu dapat diputar kembali, Victorino tidak akan menyiaka-nyiakan kesempatan yang telah diberikan tuhan padanya, saat pada akhirnya ia bertemu dengan putranya dan juga Belinda. Ia akan langsung melamar wanita itu dan memberikan keluarga yang utuh untuk Felipe. Mungkin saja saat ini mereka tengah becanda dan tertawa riang di salah satu ruangan di Palazzonya, atau di Apartement ini, di manapun istri dan putranya itu ingin tinggal. Tapi dendam telah membutakan mata dan hatinya. Dendam yang pada akhirnya tidak hanya membuat Belinda melupakannya, tapi juga Felipe yang bisa dipastikan sangat membencinya. Victorino
“Itulah yang Belle akui pada Lilian di hari pertama mereka bertemu dan berbincang lama di ruang kuning. Dan astaga, kenapa kamu menghancurkan Palazzo itu, Rino?” “Fokuslah pada masalah Belle, Vic. Jangan merembet ke yang lain!” sungut Victorino. Ia telah tidak Sabar ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. “Lo siento, (Maafkan aku,) Ok, kita kembali ke Belle. Jadi Belle menceritakan semuanya pada Lilian saat mereka di ruang kuning itu. Awalnya Belle berencana untuk menggagalkan rencana Hose itu. Tapi … “ “Tapi kenapa dia tetap melanjutkannya?” tanya Victorino dengan tidak sabar. “Bisakah tidak menginterupsiku sampai aku selesai menceritakan semuanya? Atau aku akan menghentikannya sampai di sini.” “Aku bisa mati penasaran! Lanjutkan, aku tidak akan memotong pembicaraanmu lagi!” seru Victorino sambil merubah posisi duduknya agar lebih nyaman lagi, dan Victor pun kembali melanjutkan, “Tapi setelah mengetahui kalau pria yang akan mereka jebak itu adalah kamu dan terlebih lagi Hose akan
“Aku mengingatnya!” seru Belinda dengan kedua mata yang membola dan tubuhnya yang sedikit gemetar. ‘Apa ingatannya telah kembali?’ tanya Henry dalam hati sambil menepikan mobilnya. Suaranya terdengar ragu-ragu saat bertanya, “Apa tepatnya yang kamu ingat?” Belinda menatap lurus ke arah depannya, seolah ia tengah melihat langsung kejadian itu, “Aku … Kenapa aku dan Felipe keluar dari Mansionmu dengan mengendap-endap? Dan … Kenapa aku membawa putraku ke tempat yang berbahaya seperti itu? Bissa saja yang jatuh terguling saat itu adalah Felipe alih-alih aku,” jawabnya sebelum menatap penuh Henry, “Di mana kamu saat itu? Kenapa aku seolah-olah sedang berusaha melarikan diri darimu? Aku ingat betul salah satu penjagamu mengejar kami sampai akhirnya aku dan Felipe berhasil naik taksi.” Henry bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia mengatakan kebenarannya kalau alih-alih melarikan diri darinya, Belinda sedang melarikan diri dari Victorino yang telah menculiknya. Saat itu mereka berm
“Mamá … “ panggil Belinda dengan suara serak saat ia melihat mamá Juana yang tengah tertidur di sisinya, yang langsung terbangun saat mendengar suara putrinya itu. “Ya, Sayang?” “Jam berapa ini, Má?” Mamá Juana melirik jam di meja nakas, “Jam sepuluh malam, Sayang.” “Kenapa aku di sini? Bukankah tadi aku dan Henry sedang … “ Belinda terdiam. Sepertinya ia mulai ingat pada alasan kenapa ia berada di kamarnya lagi. “Apa Henry marah?” tanyanya. “Tidak, Mi Hija. Lord Henry tidak marah. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Belinda mengangkat bahunya, “Aku tidak tahu.” “Belle, Mamá selalu ada untukmu. Kalau ada sesuatu yang mengganjal, tanyakan saja pada Mamá.” Belinda terlihat ragu-ragu saat akan mengatakan atau bertanya sesuatu. Dan mamá Juana dengan senyum lembut namun mampu menguatkannya itu kembali menepuk punggung tangannya, “Kalau kamu tidak mau cerita juga tidak apa-apa. Jangan paksakan dirimu untuk mengatakan yang tidak ingin kamu katakan.” Dan saat itulah akhirnya Beli
“Kalian tidak bisa tidur?" tanya William saat mendapati Belinda dan mamá Juana yang sedang makan di dapur, di tengah malam buta. “Anda juga belum tidur, Your Grace?” mamá Juana balik nanya. Bukan hal yang mengherankan melihat sikap tak bersahabat mamá Juana pada ayah mertuanya itu. Sejak hari di mana William membawa mereka di bawa ke London, ke Mansion mewahnya ini mamá Juana telah menujukkan ketidaksukaannya. Untuk alasan apa? Belinda pun tidak mengetahuinya. “Saya memang biasa terjaga setiap tengah malam seperti ini. Saya selalu mencari udara di halaman belakang. Dan apa yang sedang kalian makan itu?” “Patatas bravas," jawab Belinda. Ia menggeser cemilan khas Madrid berupa kentang goreng yang dipotong menjadi potongan tidak beraturan dengan saus patatas bravas berbahan dasar saus tomat, cuka dan cabai, seperti cabai rawit yang dituangkan di atas kentang gorengnya itu ke arah William, “GG mau mencobanya?” tanyanya. “Tidak, terima kasih. Perut tua saya sudah tidak bisa menerima