Share

Melahirkan Anak Iblis
Melahirkan Anak Iblis
Penulis: Queen Tere

Prolog

Setelah sepasang suami istri menanti datangnya seorang buah hati selama 5 tahun, namun tidak kunjung terwujud. Akhirnya mereka memilih jalur lain. Sebuah jalur yang seharusnya tidak mereka pilih.

Bersekutu dengan iblis adalah jalan yang mereka tempuh. Sang iblis menjanjikan sepasang anak kembar untuk pasangan suami istri tersebut. Dengan syarat, salah satu anak tersebut harus diberikan untuk iblis yang akan menjadikannya seorang budak.

Sepasang suami istri tersebut setuju. Mereka pun melakukan ritual di sebuah ruangan gelap gulita di rumah mereka.

Kita panggil saja sepasang suami istri itu dengan nama Aurin dan Abraham.

Mereka duduk dengan mengatupkan kedua tangan dan menunduk. Mulut mereka merapalkan mantra pemanggil iblis.

Beberapa menit kemudian, munculah bayangan hitam yang sangat besar. Perlahan-lahan, bayangan tersebut menyatu membentuk seorang laki-laki yang sangat tampan.

"Selamat datang Tuan Azalah," ucap Aurin dan Abraham bersamaan.

"Aku adalah manusia setengah iblis. Aku tercipta sebagai keturunan manusia dan iblis. Panggilah aku Azalah!" seru Azalah lantang bersamaan dengan petir yang menyambar.

Angin berhembus kencang menerpa semua yang ada di dalam ruangan.

"Katakan permintaan kalian!"

"Kami ingin meminta anak," ujar Aurin dan Abraham bersamaan.

"Sudahkah kalian menyiapkan tumbal yang aku minta?"

"Sudah, kami sudah menyiapkan tiga ekor ular yang sudah kami bunuh dan darahnya kami tampung di dalam tiga gelas besar," ucap Abraham.

"Bagus! Satu gelas darah ular itu akan aku minum sedangkan dua gelas yang tersisa harus kalian minum agar mendapat dua anak kembar. Tapi ingat, sesuai perjanjian bahwa salah satu anak kalian nanti harus diserahkan kepadaku," tutur Azalah.

"Baik, Tuan Azalah," sahut Aurin dan Abraham bersamaan.

Azalah pun mengambil sebuah gelas besar berisi darah ular lalu meminumnya. Abraham dan Aurin pun mengikuti apa yang dilakukan Azalah. Bukan hanya meminum darah, Azalah pun juga memakan bangkai ular yang telah disiapkan. Namun, Aurin dan Abraham tidak ikut memakannya.

"Aku sudah kenyang. Waktunya aku pergi. Tunggu satu bulan lagi tepat saat bulan purnama. Di waktu itu, kalian akan segera memiliki anak," ujar Azalah.

"Baik, Tuan Azalah."

•••

Sebulan kemudian, bulan purnama tampak di langit malam. Saat ini adalah saat-saat yang ditunggu oleh Aurin dan Abraham. Saat dimana Aurin akan mengandung setelah menanti 5 tahun lamanya.

Mereka terus menunggu kabar bahagia itu datang. Hingga akhirnya Aurin positif hamil di hari ketiga bulan purnama.

Aurin dan Abraham tentunya sangat bahagia. Mereka membuat perayaan dengan menghabiskan malam berdua di tepi danau sambil memandang bulan purnama.

Dress hitam membalut tubuh seksi Aurin. Sedangkan Abraham terlihat gentleman dengan balutan kemeja putih dan jas hitam.

Lampu putih dan lampu warna-warni menghiasi tepi danau. Tempat itu semakin indah karena dihiasi berbagai macam bunga.

Aurin dan Abraham duduk berhadapan dengan dua piring steak di atas meja yang berada di tengah-tengah mereka. Senyum indah terus terukir di wajah cantik Aurin. 

"Aku bersyukur memiliki kamu. Walaupun kita telah lama menanti hadirnya seorang anak dan baru terkabul saat ini. Aku tetap bahagia dan bersyukur," celetuk Abraham.

"Aku juga bersyukur memiliki kamu. Kamu tetap mendampingiku disaat aku tidak bisa memberikanmu keturunan. Dan kini, kita akan segera mendapatkan seorang anak. Ini semua berkat usaha dan dukungan kamu," sahut Aurin.

Abraham tersenyum mendengar kalimat Aurin. Ia salah tingkah dan merasa sangat bahagia mendengar kalimat yang dilontarkan Aurin.

"I love you," ucap Abraham.

"Too."

"Mau berdansa?" tawar Abraham.

"Mau."

Abraham dan Aurin pun beranjak dari kursi dan berjalan ke sebuah panggung kecil yang telah disiapkan. Mereka berdua saling berpegangan tangan dan berdansa diiringi musik piano yang begitu indah didengar.

Setelah selesai berdansa, Abraham berjongkok dan mencium perut Aurin yang masih rata. Kemudian, Abraham mengusap perut Aurin dengan lembut.

"Halo anak-anak Ayah," ujar Abraham.

Abraham dan Aurin begitu terharu dengan hadirnya buah hati yang mereka tunggu-tunggu.

"Kalian sedang apa? Jangan bertengkar, ya. Kalian sesama saudara harus akur," tutur Abraham lembut.

Tiba-tiba raut wajah Aurin berubah dari yang tadinya tersenyum bahagia kini menjadi cemas dan takut.

"Sayang…" panggil Aurin lirih.

"Iya?" sahut Abraham.

"Aku takut… aku nggak siap ngasih anak kita untuk Azalah," ujar Aurin yang kini menangis.

Abraham tidak tega melihat Aurin menangis. Maka dari itu Abraham berdiri dan mengusap pipi Aurin yang basah karena air mata.

"Tenang saja. Pasti ada cara lain agar kita tidak perlu ngasih anak kita kepada Azalah. Nanti kita negosiasi," tutur Abraham.

"Tapi kalau Azalah menolak?" timpal Aurin.

"Sssttt, jangan terlalu dipikirin. 'Kan aku sudah bilang, pasti ada jalan keluar. Sudah, ya. Jangan nangis. Nanti baby kita ikut sedih."

Aurin mengangguk dan berhenti menangis.

"Mana senyumnya?" tanya Abraham.

Aurin pun menampilkan senyum manisnya. Abraham ikut tersenyum lalu memeluk Aurin erat-erat.

Tanpa disadari mereka, dari kejauhan terdapat Azalah yang sedang duduk di atas dahan sebuah pohon.

Azalah tertawa sambil berkata, "Berbahagialah sekarang. Karena permintaanku tidak akan berubah sekarang hingga nanti."

•••

9 bulan berlalu, Aurin kini berada di rumah sakit ditemani Abraham. Aurin sudah pembukaan 10, sebentar lagi ia akan melahirkan.

Aurin menggenggam tangan Abraham yang berada di sampingnya. Abraham mengelus tangan Aurin dan menyemangatinya.

"Kamu pasti bisa, sayang. Bertahanlah," ucap Abraham.

"Sakit banget," keluh Aurin.

"Tarik nafas, hembuskan."

Aurin pun menarik nafas dan menghembuskannya. Bersamaan dengan itu, Aurin mengejan dan perlahan-lahan keluarlah bayi. Aurin meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Dirinya ngos-ngosan setelah anak pertamanya lahir. Namun perjuangannya belum berakhir sampai disitu. Ia kembali mengejan hingga lahirlah anak keduanya.

Suara tangis bayi memenuhi ruangan. Di sela-sela nafasnya yang ngos-ngosan, Aurin tersenyum manis.

Abraham menangis terharu melihat kedua anaknya lahir. Ia menciumi wajah Aurin yang basah oleh keringat.

Lalu Abraham menggendong salah satu anaknya. Abraham mencium anaknya selama beberapa detik.

Abraham pun menemani suster untuk memandikan kedua anaknya. Beberapa menit kemudian, Abraham kembali dengan dua bayi di gendongannya. Bertepatan dengan itu, luka Aurin sudah selesai dijahit.

Abraham meletakkan salah satu anak mereka di samping Aurin untuk menyusu. Sedangkan bayi yang satunya tetap digendong Abraham.

"Aku kasih mereka nama Marissa Putri Abraham dan Farissa Putri Abraham," ujar Abraham.

"Mana yang Farissa dan mana yang Marissa?" Aurin bertanya.

"Farissa yang sedang aku gendong sedangkan Marissa yang sedang menyusu," jawab Abraham.

Aurin menatap Marissa dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya. Ia begitu terharu dan masih tidak menyangka bahwa kini ia memiliki anak. Di hatinya yang paling dalam ia sungguh tak rela akan berpisah dengan salah satu anaknya.

Di tengah-tengah kebahagiaan mereka, munculah Azalah. Ia merebut Farissa dari gendongan Abraham.

"Jangan bawa anakku pergi," teriak Abraham.

"Ini sudah sesuai perjanjian kita sebelumnya. Kamu tidak dapat menolaknya," ujar Azalah tegas.

"Tidak…." Aurin menggelengkan kepalanya. "Jangan bawa anakku," lirihnya.

Namun, permohonan Abraham dan Aurin tidak dapat mengubah keputusan Azalah. Azalah lalu menghilang dengan Farissa di gendongannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rara Elisa
Baru kali ini baca novel prolognya panjaaaaaaaang bgt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status