Setelah sepasang suami istri menanti datangnya seorang buah hati selama 5 tahun, namun tidak kunjung terwujud. Akhirnya mereka memilih jalur lain. Sebuah jalur yang seharusnya tidak mereka pilih.
Bersekutu dengan iblis adalah jalan yang mereka tempuh. Sang iblis menjanjikan sepasang anak kembar untuk pasangan suami istri tersebut. Dengan syarat, salah satu anak tersebut harus diberikan untuk iblis yang akan menjadikannya seorang budak.Sepasang suami istri tersebut setuju. Mereka pun melakukan ritual di sebuah ruangan gelap gulita di rumah mereka.Kita panggil saja sepasang suami istri itu dengan nama Aurin dan Abraham.Mereka duduk dengan mengatupkan kedua tangan dan menunduk. Mulut mereka merapalkan mantra pemanggil iblis.Beberapa menit kemudian, munculah bayangan hitam yang sangat besar. Perlahan-lahan, bayangan tersebut menyatu membentuk seorang laki-laki yang sangat tampan."Selamat datang Tuan Azalah," ucap Aurin dan Abraham bersamaan."Aku adalah manusia setengah iblis. Aku tercipta sebagai keturunan manusia dan iblis. Panggilah aku Azalah!" seru Azalah lantang bersamaan dengan petir yang menyambar.Angin berhembus kencang menerpa semua yang ada di dalam ruangan."Katakan permintaan kalian!""Kami ingin meminta anak," ujar Aurin dan Abraham bersamaan."Sudahkah kalian menyiapkan tumbal yang aku minta?""Sudah, kami sudah menyiapkan tiga ekor ular yang sudah kami bunuh dan darahnya kami tampung di dalam tiga gelas besar," ucap Abraham."Bagus! Satu gelas darah ular itu akan aku minum sedangkan dua gelas yang tersisa harus kalian minum agar mendapat dua anak kembar. Tapi ingat, sesuai perjanjian bahwa salah satu anak kalian nanti harus diserahkan kepadaku," tutur Azalah."Baik, Tuan Azalah," sahut Aurin dan Abraham bersamaan.Azalah pun mengambil sebuah gelas besar berisi darah ular lalu meminumnya. Abraham dan Aurin pun mengikuti apa yang dilakukan Azalah. Bukan hanya meminum darah, Azalah pun juga memakan bangkai ular yang telah disiapkan. Namun, Aurin dan Abraham tidak ikut memakannya."Aku sudah kenyang. Waktunya aku pergi. Tunggu satu bulan lagi tepat saat bulan purnama. Di waktu itu, kalian akan segera memiliki anak," ujar Azalah."Baik, Tuan Azalah."•••Sebulan kemudian, bulan purnama tampak di langit malam. Saat ini adalah saat-saat yang ditunggu oleh Aurin dan Abraham. Saat dimana Aurin akan mengandung setelah menanti 5 tahun lamanya.Mereka terus menunggu kabar bahagia itu datang. Hingga akhirnya Aurin positif hamil di hari ketiga bulan purnama.Aurin dan Abraham tentunya sangat bahagia. Mereka membuat perayaan dengan menghabiskan malam berdua di tepi danau sambil memandang bulan purnama.Dress hitam membalut tubuh seksi Aurin. Sedangkan Abraham terlihat gentleman dengan balutan kemeja putih dan jas hitam.Lampu putih dan lampu warna-warni menghiasi tepi danau. Tempat itu semakin indah karena dihiasi berbagai macam bunga.Aurin dan Abraham duduk berhadapan dengan dua piring steak di atas meja yang berada di tengah-tengah mereka. Senyum indah terus terukir di wajah cantik Aurin. "Aku bersyukur memiliki kamu. Walaupun kita telah lama menanti hadirnya seorang anak dan baru terkabul saat ini. Aku tetap bahagia dan bersyukur," celetuk Abraham."Aku juga bersyukur memiliki kamu. Kamu tetap mendampingiku disaat aku tidak bisa memberikanmu keturunan. Dan kini, kita akan segera mendapatkan seorang anak. Ini semua berkat usaha dan dukungan kamu," sahut Aurin.Abraham tersenyum mendengar kalimat Aurin. Ia salah tingkah dan merasa sangat bahagia mendengar kalimat yang dilontarkan Aurin."I love you," ucap Abraham."Too.""Mau berdansa?" tawar Abraham."Mau."Abraham dan Aurin pun beranjak dari kursi dan berjalan ke sebuah panggung kecil yang telah disiapkan. Mereka berdua saling berpegangan tangan dan berdansa diiringi musik piano yang begitu indah didengar.Setelah selesai berdansa, Abraham berjongkok dan mencium perut Aurin yang masih rata. Kemudian, Abraham mengusap perut Aurin dengan lembut."Halo anak-anak Ayah," ujar Abraham.Abraham dan Aurin begitu terharu dengan hadirnya buah hati yang mereka tunggu-tunggu."Kalian sedang apa? Jangan bertengkar, ya. Kalian sesama saudara harus akur," tutur Abraham lembut.Tiba-tiba raut wajah Aurin berubah dari yang tadinya tersenyum bahagia kini menjadi cemas dan takut."Sayang…" panggil Aurin lirih."Iya?" sahut Abraham."Aku takut… aku nggak siap ngasih anak kita untuk Azalah," ujar Aurin yang kini menangis.Abraham tidak tega melihat Aurin menangis. Maka dari itu Abraham berdiri dan mengusap pipi Aurin yang basah karena air mata."Tenang saja. Pasti ada cara lain agar kita tidak perlu ngasih anak kita kepada Azalah. Nanti kita negosiasi," tutur Abraham."Tapi kalau Azalah menolak?" timpal Aurin."Sssttt, jangan terlalu dipikirin. 'Kan aku sudah bilang, pasti ada jalan keluar. Sudah, ya. Jangan nangis. Nanti baby kita ikut sedih."Aurin mengangguk dan berhenti menangis."Mana senyumnya?" tanya Abraham.Aurin pun menampilkan senyum manisnya. Abraham ikut tersenyum lalu memeluk Aurin erat-erat.Tanpa disadari mereka, dari kejauhan terdapat Azalah yang sedang duduk di atas dahan sebuah pohon.Azalah tertawa sambil berkata, "Berbahagialah sekarang. Karena permintaanku tidak akan berubah sekarang hingga nanti."•••9 bulan berlalu, Aurin kini berada di rumah sakit ditemani Abraham. Aurin sudah pembukaan 10, sebentar lagi ia akan melahirkan.Aurin menggenggam tangan Abraham yang berada di sampingnya. Abraham mengelus tangan Aurin dan menyemangatinya."Kamu pasti bisa, sayang. Bertahanlah," ucap Abraham."Sakit banget," keluh Aurin."Tarik nafas, hembuskan."Aurin pun menarik nafas dan menghembuskannya. Bersamaan dengan itu, Aurin mengejan dan perlahan-lahan keluarlah bayi. Aurin meraup oksigen sebanyak-banyaknya.Dirinya ngos-ngosan setelah anak pertamanya lahir. Namun perjuangannya belum berakhir sampai disitu. Ia kembali mengejan hingga lahirlah anak keduanya.Suara tangis bayi memenuhi ruangan. Di sela-sela nafasnya yang ngos-ngosan, Aurin tersenyum manis.Abraham menangis terharu melihat kedua anaknya lahir. Ia menciumi wajah Aurin yang basah oleh keringat.Lalu Abraham menggendong salah satu anaknya. Abraham mencium anaknya selama beberapa detik.Abraham pun menemani suster untuk memandikan kedua anaknya. Beberapa menit kemudian, Abraham kembali dengan dua bayi di gendongannya. Bertepatan dengan itu, luka Aurin sudah selesai dijahit.Abraham meletakkan salah satu anak mereka di samping Aurin untuk menyusu. Sedangkan bayi yang satunya tetap digendong Abraham."Aku kasih mereka nama Marissa Putri Abraham dan Farissa Putri Abraham," ujar Abraham."Mana yang Farissa dan mana yang Marissa?" Aurin bertanya."Farissa yang sedang aku gendong sedangkan Marissa yang sedang menyusu," jawab Abraham.Aurin menatap Marissa dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya. Ia begitu terharu dan masih tidak menyangka bahwa kini ia memiliki anak. Di hatinya yang paling dalam ia sungguh tak rela akan berpisah dengan salah satu anaknya.Di tengah-tengah kebahagiaan mereka, munculah Azalah. Ia merebut Farissa dari gendongan Abraham."Jangan bawa anakku pergi," teriak Abraham."Ini sudah sesuai perjanjian kita sebelumnya. Kamu tidak dapat menolaknya," ujar Azalah tegas."Tidak…." Aurin menggelengkan kepalanya. "Jangan bawa anakku," lirihnya.Namun, permohonan Abraham dan Aurin tidak dapat mengubah keputusan Azalah. Azalah lalu menghilang dengan Farissa di gendongannya.17 tahun kemudian. Suasana rumah tampak ramai karena saat ini sedang diadakan pesta ulang tahun Marissa yang ke 17."Happy birthday to you…. Happy birthday.… Happy birthday.... Happy birthday to you…." Semua kompak menyanyikan lagu selamat ulang tahun."Make a wish, Nak," ujar Aurin.Marissa menyatukan kedua tangannya dan merapalkan sebuah doa. Setelah itu, ia meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunnya. "Yeay." Terdengar sorakan dan tepuk tangan yang ditujukan untuk Marissa."Potongan pertama untuk Mama dan Papa," ucap Marissa seraya menyuapkan potongan kue ulang tahun kepada kedua orang tuanya.Setelah acara tiup lilin dan potong kue, kini diadakan acara makan-makan dan hiburan. Ada penampilan dari sebuah band yang beranggotakan teman-teman sekolah Marissa yang bernama Carolina Band.Acara berjalan dengan lancar dan seru walau hanya diadakan secara sederhana di dalam rumah. Apalagi ada Roy, pacar Marissa yang tentunya ikut hadir dalam acara ini.Marissa dan Roy berdansa ria
Keesokan paginya, Marissa sedang bersiap-siap berangkat sekolah. Ia mematut dirinya di depan cermin. Setelah selesai berdandan, Marissa segera menyambar tas ranselnya dan keluar kamar.Ia berhenti di ruang makan dan langsung meneguk susu hangat yang telah dibuatkan ibunya. Setelah itu ia mengambil roti selai dan langsung melahapnya hingga habis."Aku berangkat dulu, ya, Ma," ujar Marissa.Aurin geleng-geleng kepala, ia berucap, "Pelan-pelan makannya, Nak.""Roy sudah nunggu. Bye, Ma, Pa."Marissa berlari keluar rumah dan langsung memeluk Roy yang sudah menunggu dengan anteng di atas motor ninjanya."Maaf lama," ucap Marissa."Santai aja, sayang. Aku juga baru aja nyampe, kok. Buruan naik!" sahut Roy.Marissa pun segera menaiki motor dan melingkarkan tangannya ke perut Roy. Roy pun melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Marissa.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sekolah. Setelah memarkirkan motornya, Roy merangkul Marissa dan melangkah bersama-sama menuju kelas mereka
Sudah satu jam lebih Farissa berada di rumah Marissa. Saat ini Marissa sedang buang air besar di kamar mandi dalam kamarnya. Walaupun sedang di kamar mandi, Marissa mengobrol banyak hal dengan Farissa.Tok tok tokTiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar Marissa."Nona!" Ternyata itu adalah suara Bibi Ambar, pembantu di rumah Marissa."Nona ngobrol sama siapa? Bibi buka, ya?"CeklekRuangan seketika hening. Farissa dan Bibi Ambar saling tatap."Nona tadi ngobrol sama siapa?" Bibi Ambar bertanya."Aku… aku…." Farissa memilin tangannya, tidak tahu harus menjawab apa.Bibi Ambar menaikkan sebelah alisnya, menunggu jawaban dari Farissa."Aku menonton itu." Farissa mengarahkan telunjuknya ke televisi yang tertempel di dinding.Bibi Ambar menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sungguh merasa aneh dengan tingkah Farissa. Tapi ia tak ambil pusing. Ia hanya menganggukkan kepalanya lalu mengucap permisi dan keluar dari kamar.Farissa mengusap dadanya, merasa lega. Marissa pun keluar dari kamar m
Marissa memandang ke bawah tepatnya di jalan dari balik jendela kamarnya. Ia memperhatikan Farissa yang berjalan pulang ke rumahnya. Setelah Farissa sudah tidak dapat dijangkau dari pandangannya, Marissa pun menutup jendela lalu merebahkan dirinya di kasur.Pikirannya mulai berkelana. Menebak nebak apa yang sebenarnya terjadi kepada Farissa. Berbagai teori muncul di kepalanya. Apakah 'paman' adalah ayah Farissa? Apakah 'paman' itu jahat? Apakah 'paman' adalah penculik yang menculik Farissa? Dan kenapa Farissa selalu keluar dan berjalan-jalan waktu malam tiba?Marissa menghela nafas kasar. Kepalanya tiba-tiba menjadi pusing dan sakit saat memikirkannya. Ia pun memilih menutup tubuhnya dengan selimut lalu tertidur.•••Sepulang sekolah, Marissa langsung merebahkan diri di atas kasur. Ia sedikit pusing karena memikirkan tugas sekolahnya. Ia disuruh membuat kerajinan dari barang bekas.Nanti kerajinan-kerajinan yang dibuat oleh para murid akan ditampilkan di pameran sekolah hari sabtu.Ti
Marissa fokus menatap bulan purnama yang tampak sempurna di langit malam. Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fadira sama sekali tidak menampakkan dirinya. Marissa sudah menunggu dari senja sampai malam tiba. Namun Farissa tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Marissa menatap jalanan dari balik jendela kamarnya, berharap melihat Farissa. Namun nihil, Farissa tetap tidak terlihat. Marissa meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya murung.Marissa membuka ponselnya, melihat beberapa foto dirinya dan Farissa. Tak terasa air matanya menetes."Nona, Bibi bawakan susu hangat." Suara Bibi Ambar membangkitkan Marissa.Marissa cepat-cepat menghapus air matanya dan tersenyum ketika Bibi Ambar memasuki kamar."Tugasnya banyak, ya, Non? Mau Bibi bantu?" tawar Bibi Ambar seraya menaruh segelas susu hangat di atas meja."Tidak usah, Bi. Ini sudah mau selesai, kok.""Ya sudah. Bibi tinggal dulu, ya, Non," ucap Bibi Ambar yang diangguki Marissa.Marissa menarik nafas panjang untuk men
Farissa takjub ketika jarinya menyentuh layar handphone milik Marissa. Ia kagum dan bertanya-tanya kenapa layar tersebut bisa bergerak dan berubah-ubah setelah tangannya menyentuh layar handphone tersebut.Ia sampai tidak memperhatikan jalan dan mendapat klakson dari banyak pengendara karena ia tidak fokus dan berjalan ke tengah-tengah jalan. Farissa pun segera menepi dan memasukkan handphone ke dalam saku celananya. Ia menikmati alunan lagu dari earphone yang terpasang di telinganya.Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di rumah besar milik Marissa. Di ia pun masuk lewat gerbang dan terlihatlah Aurin yang sedang merawat tanaman di depan rumah. Farissa sudah diberitahu tentang Aurin oleh Marissa. Ia diberitahu Marissa bahwa Marissa memanggil Aurin dengan sebutan 'Mama'."Mama," sapa Farissa sambil mencopot earphone dari telinganya."Eh, kok pulangnya cepat sekali?""Iya, karena aku sudah capek," sahut Farissa."Ya sudah masuk sana! Atau mau temani Mama di sini?""Aku mau temani Mam
Terik matahari menyilaukan mata Farissa yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah matanya terbuka sempurna, ia melihat Aurin sedang mengikat gorden."Bangun, Nak. Sudah pagi," ucap Aurin.Farissa meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menguap lalu mendudukkan dirinya."Mandi lalu sarapan. Tadi Roy sudah telfon Mama, dia bilang kalau bakal jemput kamu jam sembilan. Tadi Roy udah nelfon kamu tapi tidak diangkat. Gimana mau ngangkat kalau kamunya aja masih tidur," ujar Aurin.Mandi? Itu adalah kegiatan yang dilakukan Farissa sebulan yang lalu. Iya, dia sudah tidak mandi selama sebulanan lebih.Farissa hanya terdiam sambil memperhatikan Aurin yang keluar kamar. Farissa bengong, tadi malam adalah pertama kalinya ia tertidur nyenyak setelah sekian lama.Farissa beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju lemari besar milik Marissa. Ia membuka lemari itu dan tampaklah ratusan pakaian milik Marissa. Farissa tercengang melihatnya.Itu sangat berbanding
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Roy dan Farissa sampai di mall. Farissa turun dari motor dengan hati-hati. Ia lalu hanya terdiam melihat Roy turun dari motor dan membuka helm.Roy mengernyit melihat Farissa hanya diam seperti patung. "Kenapa gak dicopot helmnya?" tanyanya.Farissa menggeleng. "Gak bisa."Roy tambah bingung dengan pengakuan Farissa. "Kamu pasti cuma alasan aja 'kan biar aku bukain? Biasanya juga nyopot helm sendiri."Farissa hanya diam dan menunduk karena tak tahu harus menjawab apa. Roy hanya geleng-geleng kepala lalu menautkan jarinya dengan jari Farissa. Roy pun melangkah memasuki mall diikuti Farissa.Lagi dan lagi, rasa tersebut muncul kembali. Jantung Farissa pun berdegup kencang ketika Roy menggenggam tangannya. Perasaan apa ini?Mereka berjalan memasuki area bioskop. Mereka memesan popcorn dan soda terlebih dahulu. Farissa memandang popcorn yang ada di tangannya dengan bingung. Lalu ia mengambil satu biji popcorn dan mencobanya. Matanya berbinar, te