"Semua wajah cantik selalu menimbulkan tragedi." Kata Anna sembari naik ke kudanya. Ia berencana kembali ke istana secepatnya, bahkan jika saat itu sudah malam hari. Ia tak bisa menahan diri ketika mengetahui bahwa Mademoiselle X adalah Naga Frenya, si monster yang buas itu. "Aku bertanya-tanya, tragedi apa yang sesungguhnya terjadi sampai-sampai ia berubah menjadi naga." Nyatanya, kudanya tak kuat berlari di malam hari, dan mau tidak mau ia beristirahat. Ia beristirahat di sebuah tanah lapang di tengah hutan. Dinyalakannya api unggun untuk membuat kudanya hangat. "Tiba-tiba aku merindukan wajah tampan Erwin." Katanya. Tiba-tiba, terdengar suara berisik dari pepohonan-pepohonan di hutan. Anna bangun dan bersiap siaga menghadapi apapun itu. Mungkin babi hutan, mungkin juga beruang. Namun, malah suara langkah kaki kuda yang terdengar. Akhirnya, dari balik pepohonan, muncul seorang lelaki yang menunggang kuda putih. Wajahnya samar-samar karena gelap. Hingga, saat ia sudah sampai di de
"Komandan, tahukah engkau apa yang dilakukan lelaki pada wanita di zaman perang?" tanya Jean pada Erwin. Erwin tidak menjawab."Persis seperti yang terjadi pada yang mulia ratu." Kata Jean.Saat itu, Erwin sudah menemukan Anna. Tepat 19 hari sejak Anna memutuskan untuk bepergian sendirian itu, Erwin terus mencari Anna ke mana-mana. Ia akhirnya menemukannya di dalam hutan di daerah Irenne. Anna ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan, persis seperti wanita korban perang kata Jean. Ia telanjang bulat di atas rerumputan. Tubuhnya kotor oleh tanah. Bahkan, bibirnya biru. Selain itu, tak ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya. Erwin dan Jean yang menemukannya. "Dia masih hidup." Kata Jean ketika menyentuh kulit Anna dan dirasakannya tubuhnya hangat. Erwin melepaskan mantelnya dan ditutupinya tubuh telanjang Anna menggunakan mantel itu. Lalu, Erwin membawa Anna ke tendanya sendiri."Nona, mengapa kau pergi sendirian? Lihat apa yang mereka lakukan padamu." Kata Erwin pada Anna yang masih
"Demi Erwin yang aku cintai, aku sungguh manusia yang hina." Kata Anna sembari menangis ketika ia tahu bahwa bayi yang ada di dalam perutnya bukan bayinya Erwin. Dan pikirannya terus mengingat perkataan Erwin yang itu :"Kau adalah teman sejatiku, orang yang paling aku percayai." - Erwin. Erwin begitu memercayai dirinya, dan ia malah mengkhianati Erwin. Entah apa yang akan Erwin lakukan jika ia tahu siapa sebenarnya ayah dari bayi yang dikandung Anna."Bahkan jika aku harus dieksekusi mati karena ini, tak apa. Yang penting Erwin tidak patah hati." Pikir Anna.***Maka, hal pertama yang Anna pikirkan adalah menyingkirkan bayi yang ada di dalam kandungannya itu."Bayi ini bahkan belum berusia satu bulan. Ia hanya seonggok daging tanpa nyawa. Aku tak akan berdosa terlalu banyak."Maka, ia mengunci kamarnya dari dalam, memastikan tidak ada siapapun bisa yang masuk. Ia meminum begitu banyak obat penurun panas yang ia miliki, berharap obat yang terlalu banyak itu bisa menjadi racun dan mem
Erwin melepaskan tangannya dari pipi Anna. Ia berjalan mundur, tak percaya pada apa yang kekasihnya itu katakan. "Kau tak mungkin punya kekasih lain kan, nona? Kau hanya mencintaiku, kan?" Tanya Erwin."Memang tidak. Jangan ragukan cintaku, Erwin. Aku hanya setia padamu."LALU SIAPA AYAH DARI BAYI ITU?" kata Erwin dengan emosi meluap-luap. Ia mendekati Anna dengan kemarahan di matanya. Kemudian, dicekiknya leher gadis itu. "Katakan siapa ayahnya, nona. Apa kau menjual dirimu pada seseorang? Atau ada seseorang yang dengan paksa menyentuh tubuhmu?" "Iya, akan aku katakan, tapi lepaskan aku dulu." Erwin berhenti mencekik leher Anna. Anna memegangi lehernya yang sakit, pasti beberapa jam lagi akan timbul bekas merah di lehernya karena cekikan Erwin itu. "Begini, aku akui bahwa aku berbohong padamu. Saat aku pergi ke Irenne, aku diperkosa oleh seseorang yang menyamar menjadi dirimu. Aku bersumpah bahwa aku sama sekali tidak berniat berselingkuh atau menjalin hubungan dengan lelaki lai
Erwin sadar bahwa setelah ia menampar wajah Anna, hubungan mereka tak akan lagi sama. Dan ia sangat menyesal telah tak bisa menahan emosi dan menyakiti gadis yang sejatinya masih sangat dicintainya itu. "Andai waktu bisa diulang, aku tak akan melakukan itu." Pikir Erwin. Erwin masih ingat bahwa leher Anna terluka. Ia pun meminta obat ke pada tabib. Ia berniat mengobati Anna sendiri. Ketika Anna melihat Erwin masuk ke kamarnya, ia segera membungkuk hormat. Dan ia pura-pura tersenyum. Erwin yang telah terbiasa membaca ekspresi wajah orang segera sadar bahwa senyuman Anna adalah senyuman paksaan karena takut. "Ia tersenyum bukan karena senang aku datang, ia tersenyum karena takut padaku." Pikir Erwin. Namun pada akhirnya ia berkata pada Anna : "Aku tahu, ada rasa takut di wajahmu, nonaku. Jangan takut padaku. Aku tidak akan menyakitimu lagi. Kemarilah, biar aku obati lukamu." Anna dan Erwin kemudian duduk di tempat tidur dengan Erwin mengolesi obat ke leher Anna. Diolesinya dengan be
"Sudah sangat lama aku menunggumu, nona. Kau membuatku lelah dalam penantian." Kata Cresta. "Berapa lama kau menunggu?" "Sekitar 200 tahun." "200 tahun. Aku sungguh sangat terlambat datang. Maafkan aku, nona." "Aku memaafkanmu." "Jadi? Tempat apa ini?" Tanya Anna. Saat itu, Anna bisa melihat bagaimana wajah Nona Cresta itu. Ia amat cantik, tetapi lebih mungil dari dirinya. Dan wajah mereka berdua sebenarnya cukup mirip. Cresta menggandengnya tangan Anna dan mengajaknya berkeliling. "Jiwaku terjebak di alam ini. Di sini, jiwaku disiksa. Jiwaku tak bisa menuju alam kematian." "Tunggu? Kau sudah mati? Lalu untuk apa aku kemari? Aku tak bisa menyelamatkanmu karena kau sudah mati." "Kau kemari untuk membebaskan ku dari kutukan, nona. Jika aku bebas dari kutukan yang selama 200 tahun menyakitimu ini, jiwaku dapat menuju alam kematian. Itulah misimu yang sebenarnya.""Kutukan macam apa itu? Dan bagaimana cara membebaskanmu?""Saat a
Ingatan Cresta berpindah lagi. Alam perbatasan antara alam kehidupan dan kematian itu kini menunjukkan sebuah kamar di sebuah gubuk yang usang. Saat itu sudah malam hari, Cresta muda dan Adrianne tampak sedang berbaring telanjang di sebuah ranjang, tubuh mereka tertutup selimut. "Apa kau tidak malu menunjukkan malam pernikahanmu padaku?" Tanya Anna sembari memalingkan wajahnya. "Tidak, nona. Jangan palingkan wajahmu. Ini bagian terpentingnya." Tiba-tiba, pintu gubuk yang mereka tinggali diketuk seseorang. Dengan perasaan malas, Adrianne memakai pakaiannya dan membuka pintu kayu itu. "Nona Cresta di mana? Apakah nona Cresta di sini? Di mana kau menyembunyikannya? Aku tahu ia ada di sini." Kata lelaki yang mengetuk pintu itu. "Siapa kau lelaki gila? Beraninya kau mengganggu malam-malam begini. Enyahlah." kata Adrianne.Lelaki itu berambut merah dan bermata ungu, persis seperti Cresta sendiri. Tanpa menghiraukan Adrianne, si lelaki
"Cresta dari Klan Kingsley, aku mengutukmu. Setelah kau mati, jiwamu tak akan bisa sanggup meraih alam kematian. Jiwamu akan terperangkap dalam tubuh naga raksasa yang abadi. Dan sebagaimana kau yang menuruti seluruh keinginan Adrianne Harlow, sampai-sampai kau mengkhianati titisan darahmu sendiri, naga itu juga akan menuruti segala keinginan Adrianne Harlow dan keturunannya. Kau akan hidup selamanya dalam wujud naga itu untuk melayani Adrianne Harlow dan keturunannya, nona. Mereka akan memperbudakmu selamanya." Mendengar kutukan dari Dewi Eirene, Cresta sangat ketakutan. Ia menjatuhkan keranjang bunga mawar yang ia pegang dan bersujud di kaki sang dewi. "Maafkan aku, dewiku. Ampunilah aku. Jangan kau layangkan kutukan yang aku sendiri tak sanggup menghadapinya. Dan jika aku harus menerima kutukan, tolong setidaknya jangan selamanya, akhirilah kutukan itu suatu hari nanti." "Semuanya tergantung Adrianne, nona.""Maksudnya?" "Beritahu Adrianne semua yang aku katakan padamu ini. Den