"Tania sudah ketemu?"
"Belum, Nyonya. Kami sudah mencari di seluruh mansion, tapi tidak menemukan Nona Tania."
Sera menghela napas kasar. Bingung mencari Tania yang tidak ditemukan juga. Saat ia pergi ke kamarnya, wanita itu tidak ada di sana. Sera bahkan menyuruh para pelayan untuk ikut mencari. Tapi Tania tidak terlihat sama sekali.
"Xander...." Sera menatap Xander dengan tatapan khawatir. Sekaligus kecewa jika Tania benar-benar pergi, karena ia sudah berharap Tania akan memberikan seorang anak untuknya.
Apakah karena kejadian di pesta itu Tania memutuskan pergi? Lebih parahnya, pergi yang selama-lamanya. Tania sebelumnya berkata tidak ingin kehidupan yang seperti sekarang. Bagaimana jika wanita itu berbuat hal nekat? Karena Sera melihat ada bekas berwarna merah seperti darah di kamar Tania.
"Bagaimana jika Tania benar-benar pergi?"
"Dia tidak mungkin pergi. Pasti masih ada di sekitar sini," balas Xander. Wanita itu tidak mungkin bisa keluar dari rumahnya, karena ada penjaga yang harus dilewatinya. Entah Tania yang memang tidak keluar dari mansion, atau mereka yang lalai sampai tidak mengetahui kepergian wanita itu. Xander tidak akan tinggal diam jika mereka tidak becus dalam menjalankan tugasnya.
"Nona, apa yang Nona lakukan di sana?!"
Xander dan Sera sama-sama menoleh. Saling berpandangan sebelum menuju ke sumber suara.
"Ada apa?"
"Nona Tania ada di halaman belakang, Nyonya. Dia–"
Sera tidak mendengar lebih lanjut ucapan pelayan yang ditanyainya, karena ia langsung pergi ke halaman belakang. Melihat Tania yang ternyata ada di sana. Sedang bergelantungan di atas pohon. Mata Sera melebar.
"Tania, sedang apa kau di situ?! Turun, turun. Nanti kau bisa jatuh!"
Tania menatap ke bawah. Mengernyit karena ada Sera dan beberapa pelayan yang menatap ngeri dirinya. Ia kemudian berancang-ancang turun setelah memetik satu buah mangga. Tapi merasa kesulitan. Berbeda saat ia naik.
Kaki Tania tidak berpijak dengan benar. Membuatnya terpeleset dan akan jatuh ke tanah jika saja Xander yang baru datang tidak segera menangkapnya.
"Apa kau tahu jika semua orang sedang mencarimu?" ucap Xander setelah menurunkan Tania. Tatapannya tampak kesal. "Menyusahkan."
Tania mengerjap bingung. Ia menundukkan kepala sampai ketika Xander berlalu pergi.
"Apa kalian mencariku?" tanya Tania.
"Iya," jawab Sera dengan gemas. Ia mencari Tania ke mana-mana, dan wanita ini ternyata ada di sini. "Aku tidak menemukanmu di kamar dan melihat darah di lantai. Karena kejadian di pesta waktu itu, aku takut kau akan melakukan sesuatu yang nekat."
Tania terdiam. Pemikiran Sera tidak salah. Karena ia sempat berniat untuk melakukan hal yang nekat. Mengakhiri hidupnya sendiri. Tapi ia mengurungkannya setelah hanya memikirkannya.
Pikiran Tania tidak sedangkal itu. Mengakhiri hidup karena kehidupan yang tidak diinginkannya. Sekarang bukan lagi karena ibunya. Tapi karena dirinya sendiri.
Tania sudah bertahan sejauh ini. Akan sia-sia saja jika ia mengakhiri hidup sebelum sempat merasakan kebahagiaan. Ia percaya hidupnya akan berubah. Karena roda juga berputar. Tidak mungkin hidupnya terus seperti ini. Pasti ada waktunya ketika ia bahagia. Tinggal menunggu saja kapan itu akan terjadi.
"Maaf karena membuatmu khawatir. Aku tadi hanya ingin mengambil mangga," ucap Tania. Ia ingin mengambil buah mangga karena menginginkannya ketika melihatnya. Tetapi tidak ingin merepotkan orang lain. Karena itu Tania mengambilnya sendiri.
"Kenapa tidak meminta pelayan untuk mengambilkannya?" balas Sera. Ingin marah, tapi urung ketika melihat darah di kaki Tania. "Kakimu berdarah!"
"Aku tidak sengaja memecahkan gelas dan pecahan kacanya mengenai kakiku."
Sera berdecak. Pasti darah dari kaki Tania yang dilihatnya tadi. "Kenapa kau membiarkannya? Ayo, aku akan menyuruh pelayan untuk mengobatinya." Ia menarik Tania kembali ke mansion untuk diobati. Apa wanita ini tidak merasa kesakitan? Dia bahkan tampak biasa saja.
*****
Mengambil pisau, Tania mengusap buah mangga yang dipetiknya dari halaman belakang tadi. Wanita itu menelan air liurnya. Merasa tidak sabar dengan buah mangga itu yang menggoda untuk segera dimakan.
"Nona sedang apa?" Seorang pelayan menghampiri Tania. "Biar saya saja yang mengupaskannya untuk Nona."
Tania menggeleng. "Aku bisa melakukannya sendiri."
Mendapat menolakan dari Tania, tidak lantas membuat pelayan itu undur diri. Dia tetap berdiri tidak jauh dari Tania. Menunggu wanita itu jika saja membutuhkan sesuatu.
Setelah mengupas kulit buah mangganya, Tania mencucinya. Kemudian memotongnya menjadi kecil-kecil. Lalu mulai memakannya.
Tania meringis merasakan rasa asam di lidahnya. Tapi ia menyukainya.
"Kau mau?" tawarnya pada Lyla.
"Tidak, Nona. Terima kasih." Pelayan itu menggeleng cepat. Tahu betapa asamnya mangga muda itu melihat bagaimana ekspresi Tania ketika memakannya.
"Nona seperti orang hamil saja yang sedang mengidam mangga muda." Pelayan itu berceletuk. Hanya berniat bercanda, tapi membuat Tania yang akan memasukkan potongan buah mangga ke mulutnya terurungkan. Wanita itu termenung.
Tidak mungkin jika Tania hamil bukan? Ini bahkan baru beberapa hari dari ia melakukan itu dengan Xander. Tidak mungkin akan secepat itu.
"Nona, maafkan perkataan saya. Saya hanya bercanda, tidak memiliki maksud apa-apa." Lyla bersuara kembali setelah menyadari apa yang ia katakan. Apalagi melihat respon Tania yang hanya diam saja dengan candaannya. Takut wanita itu merasa tersinggung.
Tania tertawa kecil dengan gelengan kepalanya. Tidak tersinggung sama sekali. "Tidak masalah."
Tania kemudian melangkah ke kitchen set. Ia membuka lemari bagian atas. Mencoba meraih toples berisi garam, tetapi tangannya tidak sampai.
"Lyla, bisa tolong ambilkan?" Tania berbicara pada pelayannya tanpa menoleh, karena wanita itu masih mencoba meraih toplesnya dengan berjinjit. Meskipun tetap tidak bisa menggapainya.
"Lyla–" Sebuah tangan terulur dari belakang sebelum Tania menyelesaikan ucapannya. Mengambil toples garam itu dengan mudahnya. Tapi Tania jelas tahu jika itu bukan tangan Lyla.
Tania berbalik dan langsung dihadapkan dengan dada bidang milik Xander. Ia mendongak. "Tuan?" Matanya sedikit melebar. Ia melirik ke sekitar dan sudah tidak mendapati Lyla di dapur.
Xander memberikan toples berisi garam itu pada Tania.
"Terima kasih," ucap Tania pelan sembari mengambil toples itu. Mengernyit karena Xander yang tidak juga menyingkir dari hadapannya. Lelaki itu berdiri terlalu dekat dengan Tania. Membuat wanita itu tidak bisa bergerak, karena di belakangnya yang sudah ada pantry.
Terlalu gugup tanpa alasan, Tania sampai menjatuhkan toples di tangannya. Ia meringis. Melirik Xander yang menatapnya datar.
"Maaf," ujar Tania tanpa suara sebelum merunduk, berniat mengambil toples itu. Tapi kepalanya menubruk dada Xander yang masih di posisinya. Tania meringis lagi. Menegakkan tubuhnya, tetapi–
"Ah, ah!" Tania memegang rambutnya yang seperti tertarik. Dan saat Xander bergerak, rambutnya kembali tertarik. Rambutnya ternyata menyangkut di kancing baju lelaki itu.
Xander berdecak. Mencoba melepaskan rambut Tania yang menyangkut di kancing bajunya.
"Tuan, rambutku sakit," ringis Tania, karena Xander menarik rambutnya terlalu kencang.
Tania yang terus mundur membuat Xander sulit melepas rambut wanita itu yang tersangkut di kancingnya. Karena itu, ia meraih pinggang Tania dan menariknya mendekat. Benar-benar dekat hingga tidak ada jarak di antara mereka.
Tania mengerjap. Menatap Xander yang juga menatapnya. Saling terdiam hingga suara Sera menginterupsi.
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Tania mendorong dada Xander. Menarik kepalanya kuat hingga rambutnya yang tersangkut di kancing baju lelaki itu terputus. Terasa sakit. Tapi ia hiraukan.Tania tersenyum canggung pada Sera sebelum kemudian melangkah cepat keluar dari dapur. Baru beberapa langkah, wanita itu kembali. Mengambil buah mangganya di meja pantry. Kemudian berlari keluar. Wanuta itu terlihat seperti orang yang tengah ketahuan melakukan sesuatu yang tidak-tidak dengan suami orang. Tania merutuk dirinya sendiri. Berharap semoga saja Sera tidak salah paham.Sera memandang Tania yang menghilang di balik pintu dapur sebelum mengalihkan tatapannya pada Xander. Menatapnya dengan mata memicing."Apa?" tanya Xander santai."Apa yang kau lakukan dengan Tania tadi?" selidik Sera. Ia melihat posisi mereka yang patut dicurigai. "Tidak ada," jawab Xander. Tidak merasa terintimidasi dengan tatapan Sera yang penuh selidik. "Rambutnya menyangkut di kancing bajuku. Dan aku hanya berusaha melepaskannya," terangnya.Mendengar
"Molly, jangan lari!" Tania berlari mengejar anjingnya yang berlari ke arah pintu utama. Entah kenapa anjing itu suka sekali kabur. Tania baru meletakkannya untuk diberikan makan, tapi dia malah berlari pergi.Tania berlari cepat melewati pintu, dan di saat itu juga ia menabrak seseorang, karena tiba-tiba muncul di balik pintu."Apa kau tidak memiliki mata?!" Seorang wanita paruh baya yang tidak sengaja ditabrak Tania berseru. Terkejut. Dia hampir saja jatuh jika tidak berpegang pada pintu.Tania menunduk takut. Kedua tangannya tertaut. "Maaf, saya tidak sengaja," ucapnya pelan dengan nada rasa bersalah.Wanita yang masih tampak modis di usianya yang tidak lagi muda itu mendengus kasar. Bibirnya terbuka, ingin memarahi Tania sebelum suara Sera terdengar."Mami?" Sera menghampiri wanita yang ternyata adalah ibunya itu. "Mami di sini?"Alina–ibu Sera masih sempat menatap kesal pada Tania sebelum melihat sepenuhnya pada putrinya. Ia mengangguk."Papi tidak ikut?" "Tidak. Dia ada meeting
"Kau sedang apa?" Tania berjalan menghampiri Sera yang sedang sibuk di dapur. Berdiri di samping wanita itu. Melihat apa yang sedang dilakukannya."Membuat kue kesukaan Xander," jawab Sera sambil memasukkan tepung ke dalam wadah."Boleh aku membantu?" tanya Tania. Ia bosan karena tidak melakukan apa-apa. Hanya mengitari mansion sejak tadi untuk menciptakan kesibukan. Lalu berhenti di sini karena melihat Sera."Tentu," jawab Sera. "Itu, pecahkan telurnya ke dalam wadah," pintanya. Menunjuk beberapa telur di meja dengan dagunya.Tania mengangguk. Ia mengambil satu telur, bersiap memecahkannya dengan sendok ketika Xander masuk ke dalam dapur. Lelaki itu memanggil Sera, tetapi Tania ikut menoleh."Pakaian dasiku." Xander mengulurkan dasinya pada Sera."Kau mau ke mana?" Sera bertanya karena Xander yang saat ia tinggal ke dapur tadi masih memakai pakaian santainya. Sedangkan sekarang sudah rapi dengan kemeja dan celana bahannya."Ke kantor.""Bukannya kau tidak ke kantor hari ini?""Ada ra
"Selamat, Anda hamil."Dan kabar yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Di sini jelas Sera yang merasa paling senang, karena akan memiliki seorang anak, meski bukan ia yang mengandung dan melahirkan. Xander juga ikut senang karena istrinya merasa senang.Sedangkan Tania, wanita itu termenung. Entah harus merasa senang atau tidak. Ia mengandung anak dari seorang lelaki yang bukan merupakan suaminya. Ia harus hamil di saat dirinya sendiri belum menikah. Haruskah Tania senang?Ya, Tania harus senang. Karena setidaknya ia akan bebas tidak lama lagi. Hanya sembilan bulan lagi. Setelah itu hidupnya akan menjadi miliknya sendiri. Tania hanya perlu memberikan bayinya, lalu pergi ke manapun yang ia inginkan.Tania mengusap perutnya. Tersenyum. "Istirahatlah. Aku dan Xander akan keluar," ucap Sera setelah dokter yang memeriksa Tania telah selesai dengan tugasnya. "Jika membutuhkan sesuatu, panggil saja aku. Mengerti?"Kepala Tania yang bersandar di kepala ranjang mengangguk.Xander dan Sera
"Hari ini kan jadwalmu memeriksakan kandungan?"Tania mengangguk. Dokter belum tahu pasti berapa usia kandungan Tania. Karena itu memintanya untuk datang ke rumah sakit. Ia juga sudah bersiap-siap dan hanya tinggal berangkat."Tapi maaf, aku tidak bisa menemanimu. Aku sudah ada janji dengan temanku," sesal Sera. Ia ingin sekali menemani Tania ke rumah sakit. Melihat bagaimana perkembangan bayinya. Tapi ia sudah terlanjur ada janji dengan temannya. Tidak enak jika dibatalkan begitu saja."Tidak apa-apa. Aku bisa pergi sendiri," balas Tania. "Xander akan menemanimu."Xander yang namanya disebut langsung menoleh. Tatapannya memprotes perkataan Sera. "Kau tidak ke kantor kan hari ini? Jadi tolong temani Tania," pinta Sera."Itu tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri." Tania menanggapi cepat. Ia tidak ingin merepotkan Xander. Apalagi lelaki itu juga tampak keberatan."Dia bilang bisa pergi sendiri. Dengan kan?" Xander menatap Sera. Kemudian kembali fokus dengan ponselnya.Sera berdecak. "Ke
"Huek–huek." Tania terus memuntahkan isi perutnya. Berjongkok di pinggir jalan dengan Xander yang mengusap punggungnya. Setelah berusaha menahannya, Tania akhirnya memuntahkan isi perutnya juga. Dalam perjalanan pulang, wanita itu meminta Xander untuk berhenti di saat mobilnya baru berjalan beberapa menit. Tidak peduli Xander merasa kesal, karena ia sudah tidak tahan. Tania juga tidak mungkin muntah di dalam mobil mahal Xander. "Sudah?" tanya Xander sembari menyingkirkan beberapa anak rambut Tania yang terjuntai ke depan. Lelaki itu tiba-tiba menunjukkan kepeduliannya setelah sebelumnya menampilkan wajah kesal, karena Tania yang menyuruhnya berhenti seenak jidat. Tania yang wajahnya sudah tampak pucat mengangguk lemas. Mata sayunya menatap Xander tidak enak hati. "Aku terus merepotkanmu. Maaf," ujarnya pelan. "Masih mual?" Tanpa menanggapi ucapan Tania Xander bertanya. Tania menggeleng. Lantas kembali masuk ke mobil dengan Xander yang menuntunnya. Lelaki itu merangkul pundaknya.
Sera menatap bingung beberapa pekerja bangunan yang berlaku lalang di mansionnya. Ia menghampiri Xander setelah lelaki itu selesai berbicara dengan salah satunya."Apa yang mereka lakukan?" tanya Sera."Aku menyuruh mereka untuk membuat lift di sebelah kamar."Dahi Sera berkerut. "Kenapa tiba-tiba?" Sebelumnya Xander tidak mau ada lift di mansionnya. Karena itu tidak dibangun lift. Xander membuka bibirnya. Ingin menjawab ketika melihat Tania menuruni tangga. Berjalan dengan langkah pelan sambil berpegangan pada pilar tangga. Mungkin takut akan terpeleset lagi."Tidak ada yang tiba-tiba. Aku memang sudah berniat membangun lift sejak lama," jawab Xander kemudian.Sera akhirnya mengangguk. Ia lantas menghampiri Tania karena melihat wanita itu. "Kenapa kau turun? Kepalamu sudah tidak pusing?" tanyanya.Tania menggeleng. "Aku sudah merasa lebih baik.""Syukurlah kalau begitu," ucap Sera. Kemudian meninggalkannya untuk pergi ke dapur sehingga hanya tersisa Xander. Tania memberanikan diri m
"Mommy melihat Xander?" Sera menghampiri Angeline. Bertanya pada ibu mertuanya itu. Ketika keluar dari kamar mandi, ia sudah tidak melihat Xander yang awalnya masih tidur di ranjang.Angeline yang sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam wadah menoleh. "Xander sedang berkuda dengan Daddy mu," jawabnya.Sera mengernyit. "Pagi-pagi begini?" "Iya. Sekalian berolahraga katanya. Daddy mu yang memaksa Xander untuk ikut, karena tidak mau sendirian. Xander awalnya tidak mau. Tapi setelah dijanjikan Ferrari p4/5, anak itu langsung bersemangat," jelas Angeline.Sera terkekeh. Pantas saja Xander mau bangun pagi hanya untuk sekedar berolahraga. Suaminya itu paling malas jika disuruh olahraga, tapi meski begitu badannya tetap bagus. Ternyata Xander dijanjikan sebuah mobil yang memang sangat diinginkannya.Sera tahu mobil itu hanya diproduksi satu unit di dunia. Dan kalah cepat dengan daddynya yang sudah membelinya lebih dulu. Ayah dan anak itu memang sering bersaing untuk mendapatkan barang-barang