Share

Bab 5

Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya.

"Kau sudah bangun, ya?"

"Jam berapa sekarang?" tanya Obelia.

"Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."

Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang  nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.

Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia.

"Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!"

"Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?"

"Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"

Tak mampu lagi mengelak, Obelia hanya bisa berdehem.

"Apa yang sudah Maverick lakukan padamu, dear?"

"Maverick membawa perempuan lain ke kamarnya, ia t'lah menyelingkuhiku." jawab Obelia dengan suara paraunya sambil menahan perih di mata, sebenarnya ia tak mampu lagi menyembunyikan kegundahan hatinya.

"Sinting! Teganya ia berbuat begitu padamu! Akan kuberi pelajaran biar ia jera!"

"Tidak perlu, akan kuselesaikan sendiri masalahku dengannya."

"Apa kau yakin?" tanya Sophie sesekali mengusap-usapkan telapak tangannya ke bahu Obelia tapi ditepisnya.

Obelia bergeming.

"Kalau kau membutuhkan bantuanku, kau tahu aku selalu ada untukmu. Apa ada hal lain yang ingin kau ceritakan padaku, dear?"

Obelia menggelengkan kepalanya, "Kurasa tidak."

Mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk, ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Ia juga tak yakin Sophie dapat membantunya.

Masih dipenuhi amarah yang berkecambuk karena ulah Maverick, Obelia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.

Dress selutut warna pastel dengan corak polkadot telah menempel sempurna di tubuh semampai Obelia. 

Seketika diraihnya sebuah kotak kardus di sudut ruangan dengan cepat.

Beberapa benda di meja dan lemari kaca dimasukkan paksa ke dalam kotak kardus sehingga  menimbulkan suara gesekan.

"A-Apa yang sedang kau lakukan? Ke-Kenapa kau melakukannya?" tanya Sophie yang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan membawa gelas kaca yang diletakkan di atas nampan.

"Aku sudah muak melihat benda-benda ini menghiasi kamarku!!!"

"Lalu kau mau apakan benda-benda itu, Obelia?"

"Dikembalikan ke pemiliknya yang brengsek itu!"

Obelia seketika menutup erat rapat kardus dengan lakban kemudian meraih tas selempang dan sepatu flatnya.

"Hey, kau mau pergi kemana, Obelia?"

Obelia bergeming.

"Makanlah dulu sarapanmu, Nadya sudah memasaknya untukmu."

Obelia memilih tak menggubrisnya. Diayunkan kakinya keluar kamar tanpa mengindahkan Sophie yang masih berdiri sambil menggenggam nampan.

"Waktunya untuk setor uang bulanannya selama kau tinggal disini, Sophie, kutunggu!"

Biasanya Obelia cukup antusias saat melihat berbagai pemandangan di jalanan melalui kaca jendela mobil. Namun, berbeda kali ini, gemuruh di dadanya mengalahkan semua keindahan yang tampak di depan mata.

"Kau telah memperlakukanku dengan sangat buruk, Maverick, kau pasti akan merasakan akibatnya."

Mobil yang dikendarai sopir berhenti tepat di depan Perusahaan Firma milik Pengacara Maverick,  Daeshim Firma sesuai perintah Obelia.

Ketika sopir membukakan pintu mobil untuknya, Obelia seketika mengangkat kotak kardus yang diletakkannya di atas jok mobil.

Air mukanya tampak kusut saat melangkah menuju depan pintu kaca kantor. 

"Siang, nyonya Emily, apa Maverick ada di dalam? Ijinkan aku bertemu, ada urusan penting yang harus kubicarakan dengannya." ucapnya pada Emily, Resepsionis Maverick sesampainya di meja resepsionis sambil menenteng kotak kardus.

Obelia kerap mengunjungi Maverick saat rehat manggung sehingga mereka tak asing lagi satu sama lain.

Emily melirik ke arah kardus yang diletakkan di mejanya dengan tatapan waspada. Saat jaringan telepon terhubung ke ruang kerja Maverick, Emily seketika menyampaikan kedatangan tunangan atasannya itu ke kantornya. 

"Tunggulah disana nona, bos akan keluar dalam 30 menit karena rapat masih berlangsung." ucap Emily sambil menunjuk ke arah sofa warna krem di ruang tunggu.

"Baiklah, nyonya." ujarnya.

"Eits, jangan lupa bawa kotak kardusmu itu juga, tampak sangat mengganggu nona." seloroh Emily.

"Aroma parfummu lebih mengganggu, nyonya." celetuk Obelia.

Aroma parfum menyerbak memenuhi ruangan dan menyeruak menembus dinding-dinding hidung Obelia saat Maverick membuka pintu. 

"Obelia, aku tahu kau datang kesini untuk membicarakan kejadian kemarin 'kan. Dengar, kejadian yang kau saksikan itu  hanya kesalahpahaman semata. Maafkan kekhilafanku, Obelia."

"Oh, begitukah?! Kau sudah pandai berdusta, rupanya. Kau memang pria paling brengsek yang pernah kukenal, Maverick." 

Obelia menyodorkan paksa kotak kardus pada Maverick.

"Apa ini?!"

"Kau bisa menganggapnya sampah, sama seperti dirimu, kau juga bisa membuangnya ke jalanan jika kau mau. Ah, ya, dan satu lagi ini, mulai saat ini hubungan kita sudah resmi berakhir, Maverick."

Obelia melepas cincin tunangan dari jari manisnya dan meletakkannya di atas telapak tangan Maverick.

"Menyesal telah mengenalmu, Rick." murkanya.

Obelia berjalan cepat meninggalkan Maverick. Bunyi kotak kardus yang sengaja dibanting 'Bruk!', masih terdengar di lorong pendengaran Obelia yang sudah berjarak beberapa langkah di depan Maverick. Langkahnya semakin dipercepat agar Maverick semakin sulit mengejarnya.

'Aaaarrrrggghhh ….'

Teriak Maverick saat sebuah insiden menimpanya di halaman depan kantor. Ia tersungkur dengan posisi mencium aspal akibat tak mampu mengelak dari tubrukan seorang perempuan belia berpenampilan lusuh nan kumuh dengan rambut acak-acakan. Maverick menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpanya.

Perempuan belia itu menjulurkan tangan ke arah Maverick. Namun, Maverick sontak menepis bantuannya, 'Cuih!' merasa jijik.

Menengok dengan tatapan merendahkan, Maverick bangkit perlahan sambil menopangkan sikunya ke atas aspal.

"Apa kau sudah buta, hah?! Sampai tidak lihat ada orang lewat." geramnya sambil menyibak-nyibakan setelan jas peraknya dari debu aspal.

"Salahmu sendiri kenapa kau berjalan tanpa menoleh kanan kiri. Kau pikir jalanan ini punya nenek moyangmu."

"Dasar kau perempuan kumuh."

"Kau pria yang sangat angkuh, Tuan."

Enggan meladeni argumen perempuan itu, Maverick memilih menutup rapat mulutnya.

Perempuan lusuh itu memutar kepalanya, dilihatnya segerombolan pria bertubuh tegap nan kekar dengan setelan gelap berupaya mengejar dan mengepungnya kembali. Tak mampu membayangkan akibat yang akan diterimanya jika sampai tertangkap, ia kembali berlari panik dengan napas yang terengah-engah.

Maverick mengacuhkannya, memilih tidak membantu perempuan asing itu dari kejaran pria-pria yang entah siapa mereka dan apa tujuan mereka mengejarnya, "Sial! Pagi-pagi sudah tertimpa kesialan beruntun."

Belum sempat menghela napas panjang, satu kejutan menghampirinya kembali. Dirinya sudah dikepung oleh para jurnalis media yang ingin menggali informasi lebih banyak darinya sambil membawa kamera, mikrofon dan alat perekam suara.

"Tuan Maverick, seseorang melaporkan bahwa Anda menyewa jasa beberapa perempuan penghibur saat berada di tempat karaoke. Benarkah?"

"Tuan, benarkah Anda bermalam dengan salah satu perempuan penghibur itu setelah keluar dari bar?"

"Pengacara Maverick, dengan berbagai berita buruk yang menimpa Anda masihkah Anda merasa pantas menjadi salah satu kandidat kuat Calon Pewaris Shangdong Corp.?"

"Benarkah perusahaan Anda, Daeshim Firma sedang berada dalam ambang kebangkrutan?"

"Sebagai putra bangsawan, apakah Anda  ….."

Wajah Maverick memerah. Perangainya tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, "Brengsek!!! Tulis saja semua berita buruk tentangku!!! Tulis semua ingin kalian tuliskan!!! Jangan ganggu aku!!! Atau kalian akan membusuk di penjara!!!"

Para wartawan yang seketika dilanda ketakutan akibat amarah Maverick memilih untuk mundur, tak lagi melanjutkan wawancaranya. Aparat berseragam polisi yang melakukan patroli rutin turun dari mobil menertibkan para jurnalis media saat melihat adanya kerumunan.

Merasa dirinya sudah benar-benar bebas dari berbagai kepungan jurnalis, Maverick kembali berlarian mencari Obelia. Namun, seakan sosoknya sudah lenyap dari peredaran bumi. Dihubunginya ponsel tunangannya itu tapi yang terdengar hanya suara operator yang mengalihkannya ke kotak pesan suara.

Maverick menyepak kaleng kosong di depan kakinya, 'Klontang!'

"Sial! Kemana perginya kau, Obelia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status