Share

Bab 5

Penulis: Mangata
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-11 09:03:32

Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya.

"Kau sudah bangun, ya?"

"Jam berapa sekarang?" tanya Obelia.

"Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."

Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang  nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.

Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia.

"Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!"

"Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?"

"Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"

Tak mampu lagi mengelak, Obelia hanya bisa berdehem.

"Apa yang sudah Maverick lakukan padamu, dear?"

"Maverick membawa perempuan lain ke kamarnya, ia t'lah menyelingkuhiku." jawab Obelia dengan suara paraunya sambil menahan perih di mata, sebenarnya ia tak mampu lagi menyembunyikan kegundahan hatinya.

"Sinting! Teganya ia berbuat begitu padamu! Akan kuberi pelajaran biar ia jera!"

"Tidak perlu, akan kuselesaikan sendiri masalahku dengannya."

"Apa kau yakin?" tanya Sophie sesekali mengusap-usapkan telapak tangannya ke bahu Obelia tapi ditepisnya.

Obelia bergeming.

"Kalau kau membutuhkan bantuanku, kau tahu aku selalu ada untukmu. Apa ada hal lain yang ingin kau ceritakan padaku, dear?"

Obelia menggelengkan kepalanya, "Kurasa tidak."

Mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk, ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Ia juga tak yakin Sophie dapat membantunya.

Masih dipenuhi amarah yang berkecambuk karena ulah Maverick, Obelia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.

Dress selutut warna pastel dengan corak polkadot telah menempel sempurna di tubuh semampai Obelia. 

Seketika diraihnya sebuah kotak kardus di sudut ruangan dengan cepat.

Beberapa benda di meja dan lemari kaca dimasukkan paksa ke dalam kotak kardus sehingga  menimbulkan suara gesekan.

"A-Apa yang sedang kau lakukan? Ke-Kenapa kau melakukannya?" tanya Sophie yang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan membawa gelas kaca yang diletakkan di atas nampan.

"Aku sudah muak melihat benda-benda ini menghiasi kamarku!!!"

"Lalu kau mau apakan benda-benda itu, Obelia?"

"Dikembalikan ke pemiliknya yang brengsek itu!"

Obelia seketika menutup erat rapat kardus dengan lakban kemudian meraih tas selempang dan sepatu flatnya.

"Hey, kau mau pergi kemana, Obelia?"

Obelia bergeming.

"Makanlah dulu sarapanmu, Nadya sudah memasaknya untukmu."

Obelia memilih tak menggubrisnya. Diayunkan kakinya keluar kamar tanpa mengindahkan Sophie yang masih berdiri sambil menggenggam nampan.

"Waktunya untuk setor uang bulanannya selama kau tinggal disini, Sophie, kutunggu!"

Biasanya Obelia cukup antusias saat melihat berbagai pemandangan di jalanan melalui kaca jendela mobil. Namun, berbeda kali ini, gemuruh di dadanya mengalahkan semua keindahan yang tampak di depan mata.

"Kau telah memperlakukanku dengan sangat buruk, Maverick, kau pasti akan merasakan akibatnya."

Mobil yang dikendarai sopir berhenti tepat di depan Perusahaan Firma milik Pengacara Maverick,  Daeshim Firma sesuai perintah Obelia.

Ketika sopir membukakan pintu mobil untuknya, Obelia seketika mengangkat kotak kardus yang diletakkannya di atas jok mobil.

Air mukanya tampak kusut saat melangkah menuju depan pintu kaca kantor. 

"Siang, nyonya Emily, apa Maverick ada di dalam? Ijinkan aku bertemu, ada urusan penting yang harus kubicarakan dengannya." ucapnya pada Emily, Resepsionis Maverick sesampainya di meja resepsionis sambil menenteng kotak kardus.

Obelia kerap mengunjungi Maverick saat rehat manggung sehingga mereka tak asing lagi satu sama lain.

Emily melirik ke arah kardus yang diletakkan di mejanya dengan tatapan waspada. Saat jaringan telepon terhubung ke ruang kerja Maverick, Emily seketika menyampaikan kedatangan tunangan atasannya itu ke kantornya. 

"Tunggulah disana nona, bos akan keluar dalam 30 menit karena rapat masih berlangsung." ucap Emily sambil menunjuk ke arah sofa warna krem di ruang tunggu.

"Baiklah, nyonya." ujarnya.

"Eits, jangan lupa bawa kotak kardusmu itu juga, tampak sangat mengganggu nona." seloroh Emily.

"Aroma parfummu lebih mengganggu, nyonya." celetuk Obelia.

Aroma parfum menyerbak memenuhi ruangan dan menyeruak menembus dinding-dinding hidung Obelia saat Maverick membuka pintu. 

"Obelia, aku tahu kau datang kesini untuk membicarakan kejadian kemarin 'kan. Dengar, kejadian yang kau saksikan itu  hanya kesalahpahaman semata. Maafkan kekhilafanku, Obelia."

"Oh, begitukah?! Kau sudah pandai berdusta, rupanya. Kau memang pria paling brengsek yang pernah kukenal, Maverick." 

Obelia menyodorkan paksa kotak kardus pada Maverick.

"Apa ini?!"

"Kau bisa menganggapnya sampah, sama seperti dirimu, kau juga bisa membuangnya ke jalanan jika kau mau. Ah, ya, dan satu lagi ini, mulai saat ini hubungan kita sudah resmi berakhir, Maverick."

Obelia melepas cincin tunangan dari jari manisnya dan meletakkannya di atas telapak tangan Maverick.

"Menyesal telah mengenalmu, Rick." murkanya.

Obelia berjalan cepat meninggalkan Maverick. Bunyi kotak kardus yang sengaja dibanting 'Bruk!', masih terdengar di lorong pendengaran Obelia yang sudah berjarak beberapa langkah di depan Maverick. Langkahnya semakin dipercepat agar Maverick semakin sulit mengejarnya.

'Aaaarrrrggghhh ….'

Teriak Maverick saat sebuah insiden menimpanya di halaman depan kantor. Ia tersungkur dengan posisi mencium aspal akibat tak mampu mengelak dari tubrukan seorang perempuan belia berpenampilan lusuh nan kumuh dengan rambut acak-acakan. Maverick menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpanya.

Perempuan belia itu menjulurkan tangan ke arah Maverick. Namun, Maverick sontak menepis bantuannya, 'Cuih!' merasa jijik.

Menengok dengan tatapan merendahkan, Maverick bangkit perlahan sambil menopangkan sikunya ke atas aspal.

"Apa kau sudah buta, hah?! Sampai tidak lihat ada orang lewat." geramnya sambil menyibak-nyibakan setelan jas peraknya dari debu aspal.

"Salahmu sendiri kenapa kau berjalan tanpa menoleh kanan kiri. Kau pikir jalanan ini punya nenek moyangmu."

"Dasar kau perempuan kumuh."

"Kau pria yang sangat angkuh, Tuan."

Enggan meladeni argumen perempuan itu, Maverick memilih menutup rapat mulutnya.

Perempuan lusuh itu memutar kepalanya, dilihatnya segerombolan pria bertubuh tegap nan kekar dengan setelan gelap berupaya mengejar dan mengepungnya kembali. Tak mampu membayangkan akibat yang akan diterimanya jika sampai tertangkap, ia kembali berlari panik dengan napas yang terengah-engah.

Maverick mengacuhkannya, memilih tidak membantu perempuan asing itu dari kejaran pria-pria yang entah siapa mereka dan apa tujuan mereka mengejarnya, "Sial! Pagi-pagi sudah tertimpa kesialan beruntun."

Belum sempat menghela napas panjang, satu kejutan menghampirinya kembali. Dirinya sudah dikepung oleh para jurnalis media yang ingin menggali informasi lebih banyak darinya sambil membawa kamera, mikrofon dan alat perekam suara.

"Tuan Maverick, seseorang melaporkan bahwa Anda menyewa jasa beberapa perempuan penghibur saat berada di tempat karaoke. Benarkah?"

"Tuan, benarkah Anda bermalam dengan salah satu perempuan penghibur itu setelah keluar dari bar?"

"Pengacara Maverick, dengan berbagai berita buruk yang menimpa Anda masihkah Anda merasa pantas menjadi salah satu kandidat kuat Calon Pewaris Shangdong Corp.?"

"Benarkah perusahaan Anda, Daeshim Firma sedang berada dalam ambang kebangkrutan?"

"Sebagai putra bangsawan, apakah Anda  ….."

Wajah Maverick memerah. Perangainya tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, "Brengsek!!! Tulis saja semua berita buruk tentangku!!! Tulis semua ingin kalian tuliskan!!! Jangan ganggu aku!!! Atau kalian akan membusuk di penjara!!!"

Para wartawan yang seketika dilanda ketakutan akibat amarah Maverick memilih untuk mundur, tak lagi melanjutkan wawancaranya. Aparat berseragam polisi yang melakukan patroli rutin turun dari mobil menertibkan para jurnalis media saat melihat adanya kerumunan.

Merasa dirinya sudah benar-benar bebas dari berbagai kepungan jurnalis, Maverick kembali berlarian mencari Obelia. Namun, seakan sosoknya sudah lenyap dari peredaran bumi. Dihubunginya ponsel tunangannya itu tapi yang terdengar hanya suara operator yang mengalihkannya ke kotak pesan suara.

Maverick menyepak kaleng kosong di depan kakinya, 'Klontang!'

"Sial! Kemana perginya kau, Obelia?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 35

    Merasa harga dirinya sebagai pria runtuh akibat perkataan Louise, emosi kembali bergelayut dalam relung hati Maverick. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah vas bunga kaca. Dalam jarak jangkauan tangannya seketika diraihnya vas bunga kaca yang menghiasi meja sudut samping sofa. Tanpa aba-aba ia menjatuhkan vas bunga kaca itu ke lantai.Kembali terdengar bunyi pecahan benda jatuh. Serpihan vas bunga kaca itu mengenai jari kaki Louise. Darah menetes pelan dari sana hingga membuat Louise merintih kesakitan. Maverick menunduk dan menatapnya dengan tatapan datar, seolah pemandangan tersebut bukan sesuatu yang mengerikan. Dirinya menganggap hal itu sesuatu yang biasa saja.Maverick melihat luka pada jari Louise dengan santai, baginya luka itu bukanlah luka besar yang harus membuatnya turun tangan untuk melakukan pertolongan pertama.Tangan Maverick menjangkau kotak tisu dari atas meja dan melemparkannya ke tubuh Louise. Dengan sabar Louise menyeka lu

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 34

    Kendrick bersama dengan beberapa pelayan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Tuannya yang telah dibentengi oleh dua anggota penjaga. Masuk ke dalam kamar netranya menatap nanar kondisi istri Tuannya yang tengah dalam keadaan cukup memprihatinkan, meringkuk di atas ranjang dengan kondisi terikat di kedua tangan dan kakinya. Rambutnya terlihat kusut dan berantakan. Pakaian yang melekat di tubuhnya juga sebanding lurus dengan keadaan tubuhnya saat ini, terlihat kumal dan terdapat robekan di beberapa sisi akibat perlakuan paksa Maverick pada dirinya saat berusaha menyentuhnya. Luka memar dan lebam di beberapa bagian tubuh Louise pun tak luput dari sorotan mata Kendrick.Dengan perlahan asisten pribadi Maverick itu melepaskan ikatan tali yang dengan kuat membelit paksa kedua tangan dan kaki Louise. Ikatan tali yang membelit dengan kencang itu tak pelak meninggalkan bekas luka di pergelangan tangan dan kakinya. “Mari kubantu untuk bangun, Nona.”De

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 33

    Maverick berjalan cepat ke arah paviliun di belakang mansion diiringi Kendrick yang membuntutinya dari arah belakang. Masuk ke dalam paviliun, selaput matanya berpendar ke segala penjuru ruangan yang terdapat disana. Dihembuskan napasnya panjang setelah menyadari paviliun miliknya kurang terurus dengan baik.“Ck, bersihkan paviliun ini, Rick, mulai besok wanita itu akan tinggal disini. Siapkan pelayan yang khusus untuk membersihkan paviliun ini setiap harinya. Aku tidak ingin wanita itu berada di kamarku lagi.”“Apa Anda yakin Tuan? Bagaimana kalau Mr. Boylee mengetahuinya? Kuyakin ia akan marah besar pada Tuan.”“Itu akan menjadi urusanku dengan Papaku, Rick.”“Baiklah, Tuan. Apakah Tuan sudah mendengar berita terbaru mengenai Nona Obelia yang sedang ramai di media?”“Berita apa memangnya? Apa ia membuat ulah lagi?”“Lebih dari itu, Tuan. Ia membuat kehebohan dengan kebohongan publiknya selama ini.”“Apa maksu

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 32

    Mentari terbit dari balik cela-cela jendela, Maverick meneguk ludah kasar melihat Louise terlelap disampingnya. Ia duduk seraya memperhatikan kamar yang luas itu. Perhatiannya tertuju pada beragam foto yang terpampang di dinding dan meja. Salah satu foto memperlihatkan sosok Ecclesie yang tampak sangat cantik dengan senyum sumringah, sangat kontras dengan kondisi Louise yang terlihat saat ini, sungguh sangat berantakan. Ia pun tak berselera melihatnya.Tanpa berpikir panjang, dengan langkah cepat, ia meraih handuk di atas nakas. Maverick melangkah tanpa suara menuju kamar mandi.Seraya membersihkan diri Maverick memikirkan ulang mengenai ucapan seorang wanita yang baru dikenalnya namun cukup menarik perhatiannya. Ajakan untuk bergabung dalam kelompok persaudaraan? Akankah aku menuruti ucapannya? Sepertinya akan menjadi warna baru dalam hidupku jika aku mengikuti perkataan wanita itu, pikirnya.Di bawah kucuran air, pikirannya beralih ke diri Loui

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 31

    Hiruk pikuk terdengar di bawah ruang bawah tanah. Dua kubu pendukung meneriakkan kata-kata kasar menghujani semangat pada dua pria berbadan besar yang tengah bergelut di atas arena pertarungan. “Bunuh… bunuh… bunuh…”Tanpa menggunakan pelindung tangan maupun kepala dua petarung saling memukul keras satu sama lain dengan menggebu-gebu. Kepalan tangan menghantam wajah petarung lain tanpa ampun. Setiap petarung akan mengincar bagian kepala maupun ulu hati untuk menjatuhkan bahkan mematikan musuhnya dengan mudah.Mereka menyebut arena ini Arena Bayangan Kematian karena menyuguhkan pertarungan antara hidup dan mati. Bonyok, lebam bahkan hidung bengkok berdarah yang menghiasi wajah petarung seolah pemandangan yang lumrah. Arena petarung mempunyai aturan khusus dimana para petarung harus saling membunuh untuk mendapatkan sejumlah uang dalam jumlah yang fantastis dan tumpukan batangan emas berkilauan. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak nyawa melayan

  • Melahirkan Pewaris untuk Sang Bangsawan Bengis   Bab 30

    Malam cepat berlalu, malam yang gelap berganti menjadi pagi yang cerah.Ketika matanya terbuka, yang pertama kali dilihatnya plafon putih bersih berbeda dari ruangan yang sebelumnya terlihat.Sesaat ia memperhatikan ruangan yang luas itu, tampak tidak terlalu asing. Kemudian dirasakannya bawah hidungnya berair, berniat untuk menyekanya tapi ia kesulitan karena tangannya masih terikat begitupun dengan mulutnya.Lorong pendengarannya menangkap suara pintu yang terbuka. Louise mengenali sosok yang masuk ke dalam kamar.Kendrick, iya benar itu Kendrick, benaknya. Berusaha berteriak tapi mulutnya sudah dibuat terkunci, hanya raungan aneh yang keluar dari mulutnya. Didapatinya Kendrick tidak datang seorang diri, ia membawa serta seorang pelayan wanita. Tak lama kerongkongannya terasa dialiri sesuatu, menduga pelayan itu sengaja memberikan minuman padanya.“Obati luka berdarah di kakinya.” perintah Kendrick.Pelayan itu menund

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status