Di luar tidak sedang turun hujan tapi tubuh Obelia seakan tersambar petir yang tenang tapi menggelegar. Disadarinya sumber petir itu berasal dari suara Dokter yang mengaduk-aduk perasaannya dan membuatnya seketika bergemuruh. Dokter telah memvonisnya dengan penyakit paralysis of the left cord. Obelia menepuk keningnya seakan tak percaya, "Ta-Tapi bisa sembuh 'kan, Dok?"
Dokter mengangguk sambil menjelaskan kemungkinan untuk kesembuhannya."Lakukan operasi terbaik, Dok, aku tidak akan mempermasalahkan berapapun biayanya."Dokter mengatakan tidak masalah dengan hal itu karena operasi terbaik dapat diusahakannya. Namun, masalahnya ia akan benar-benar beristirahat total dalam bernyanyi untuk kurun waktu yang lama. Kemungkinan terburuknya ia akan pensiun dini menjadi penyanyi. Bahkan, jika tetap ingin dipaksakan, ia harus memulai semuanya dari dasar alias dari nol lagi.Mata Obelia membola.Setelah berdiskusi dan mempertimbangkan dengan singkat, Obelia memutuskan untuk menunda jadwal operasi pita suaranya. Ia melangkah keluar ruangan dengan gontai.Di parkiran rumah sakit, mobil porsche lengkap dengan sopir pribadi sudah menunggunya. Ditelan hiruk pikuk lalu lintas, tubuh mungil Obelia dilanda kegelisahan karena masih terngiang ucapan dokter.Dengan gerakan cepat Obelia mengambil ponsel miliknya, bergegas menghubungi seseorang yang seringkali menjadi tempat curhatan pribadinya, Eleanor."Ini gilaaa… Gimana bisa aku menderita penyakit seperti ini???!!!" pekik Obelia dengan nada amarah.Di ujung telepon, Eleanor mencoba menenangkannya."Pantas aja ya tiap tampil manggung tenggorokanku terasa perih, kayak dirobek-robek gitu." gerutunya."Sabar dulu nanti kau juga akan sembuh." tukas Eleanor."Aku benci dengan kondisiku saat ini, Elea… Enggak sudi juga kalau harus ngulang dari awal lagi!!!" geramnya sambil menggigit-gigit kukunya."Kau beneran ga mau memulai dari nol lagi? Ya, udah vakum saja selamanya dari dunia nyanyi?" celetuk Eleanor."Apa, katamu??!!""Yah, menurutku cuma itu jalan keluarnya, kalau kau ga mau bersusah payah mengulang semuanya dari awal lagi."Obelia mengepalkan tangannya sambil membayangkan jika tepat perayaan tahun ke-10-nya debutnya menjadi penyanyi solo di dunia entertainment sekaligus menjadi ajang perpisahan dengan para fans dan haters-nya.Semua pencapaiannya bermula dari keikutsertaannya di ajang pencarian bakat junior, Obelia seakan telah bertransformasi menjadi seorang penyanyi Diva.Setiap kali merilis single, lagunya selalu menjadi trending. Piala dari acara penghargaan bergengsi acapkali berada dalam genggamannya."Ah, sudahlah, tiap kali curhat padamu tak pernah ada jalan keluar terbaik. Kututup teleponnya, aku hampir sampai ke apartemen." Jemarinya mulai sibuk mencari kontak Jarvis, bodyguardnya."Temui aku di lobby, tunggu sampai aku datang kesana." pungkas Obelia.Waktu tepat menunjukkan pukul 10 malam saat mobil Obelia berhenti di depan gedung If House Hongdae.If House Hongdae yang letaknya di jantung ibu kota merupakan apartemen yang cukup mewah dimana hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang menjadi penghuninya. Setiap sudut ruangan apartemen dibuat dengan sentuhan eksklusif dan hanya menggunakan material terbaik di kelasnya. Sungguh sangat memanjakan mata bagi siapapun yang melihatnya.Saat Obelia melangkah menuju lobby, tampaklah Jarvis yang telah berdiri tepat di tengah-tengah lobby nan luas berlapis karpet merah, bersiap menantikan kedatangan majikannya. Ia pun melangkah mendekati Jarvis. Jarvis hanya menundukkan kepala saat berdiri berhadapan dengan majikannya.Sambil membetulkan topi bowler retronya, Obelia mulai membuka percakapan, "Tugas baru telah menantimu, Jarvis."Jarvis masih tertunduk sambil menganggukkan kepalanya perlahan.Dirogohnya ponsel dari dalam tas mewahnya dan dibukanya pesan w******p yang dikirim oleh Eleanor berupa pesan video.Jarvis menatap layar ponsel yang sedang memutar video dengan mimik setengah terkejut.Video menuju detik-detik terakhir pemutaran tapi Jarvis masih memutar otak berusaha memahami maksud yang ingin disampaikan majikannya melalui video itu."Oke, cukup." ucap Obelia.Perhatian Jarvis beralih tertuju pada bibir tipis Obelia yang sedang melontarkan barisan-barisan perintah untuknya."Kau sudah paham 'kan? Ingat ya, jangan membuat kekeliruan yang fatal." ujar Obelia mengakhiri.Saat Obelia berbalik, tangan Jarvis dengan gesit meraih pergelangan tangan majikannya. Obelia dan Jarvis berdiri begitu rapat seakan tak ada sekat lagi bagi tubuh mereka. Lidah Obelia terasa kelu saat tatapan seronok Jarvis menelisik lekuk tubuhnya. Telapak tangannya menyentuh pipi mulus nan merona Obelia dengan lancang. Tanpa aba-aba, Jarvis mengecup bibir majikannya."Hentikan, Jarvis! Apa kau tidak sadar dengan apa yang telah kau lakukan?!" tegur Obelia saat Jarvis mencoba melumat bibirnya lebih dalam.Jarvis tak mengindahkannya.Dengan satu hentakan, Obelia mendorong mundur paksa tubuh Jarvis."Kau memang sudah tak waras.""Ayolah, kenapa kau canggung, kita sudah pernah melakukannya 'kan saat di bar?""Hey, saat itu aku mabuk! Aku sungguh tak sadar saat melakukan perbuatan itu denganmu!""Tapi sungguh kau menikmatinya 'kan?!""Kurasa saat ini kau yang sedang mabuk, Jarvis."Enggan kepergok Maverick maupun penghuni apartemen lain, Obelia melangkahkan kaki dengan cepat menuju lift, meninggalkan Jarvis di lobby.Jarvis tersenyum kecut, tanpa penyesalan.Pintu lift otomatis terbuka lebar saat Obelia menekan tombol. 'Ting' lift terbuka di lantai 25. Ia berjalan cepat menuju kamar nomor 19. Kenop pintu diputar 'Klik".Obelia menggerutu saat menyadari pintu kamar apartemennya belum dikunci. "Ckckck… kalian harus siap menerima omelan dariku ya? Sudah kubilang 'kan jam sembilan ke atas pintu kamar sudah harus dikunci bukan malah ditinggalkan terbuka seperti ini." ucapnya geram yang ditunjukkan pada Nadya, asisten rumah tangganya dan Sophie.Dari luar kamar samar-samar terdengar suara seperti desahan dan erangan mesum. Obelia seketika menduga suara desahan itu berasal dari Sophie dan kekasihnya yang sedang bermesraan di sofa ruang tamu. Ya, sejak Obelia mengizinkan Sophie untuk tinggal seatap dengannya, ia kerap memergoki sahabatnya itu berbuat seronok di apartemennya. Meskipun sudah berulang kali menegurnya, Sophie masih saja melalukan tindakan yang sama. Pintu pun terbuka lebar diiringi suara 'Kriettt' saat Obelia membuka pintu. Baru tiga langkah lantai kamar diinjak, dilihatnya seorang pria dan wanita yang hanya dibalut pakaian dalam tampak bercumbu mesra.Di ambang pintu dicermatinya potongan rambut, bentuk tubuh sampai warna kulit pria itu. Ia merasa tidak asing dengan perawakan pria itu, postur dan potongan rambutnya seakan cukup dikenalnya dengan baik.Merasa sedang diperhatikan, pria itu seketika menghentikan aktivitas mesumnya dan berbalik badan.Wajah tampan sang pria dipenuhi keterkejutan."Sayang, ada apa?" tanya lawan main pria itu keheranan.Bibir pria itu membisu dengan tubuh yang membeku.Obelia kesulitan menelan salivanya.Sekejap, ia tersadar telah melakukan kesalahan dengan menyelinap masuk ke unit apartemen orang lain yang berada di lantai yang sama dengan apartemennya. Namun, naasnya ia sangat mengenal pria asing itu.Pria itu mendekati Obelia, seketika tamparan keras mendarat di pipi si pria 'Plak!'"Teganya kau berbuat hal kotor seperti ini di depan mataku!!!"Mundur beberapa langkah dari lantai kamar, pintu dibanting tak kalah keras 'Braaakkk'Obelia hanya bisa berlari sekencang mungkin.Sayup-sayup terdengar suara Maverick, tunangannya memanggil-manggil namanya.Dengan mata berkaca-kaca Obelia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari kamar no. 16 yang benar, tak menghiraukan lagi panggilan Maverick.Ya, rupanya, Angka 6 dalam kamar nomor 16 itu telah berubah bentuk menjadi angka 9 akibat gerakan pintu yang terlalu keras dan perekat yang tak lagi menempel sempurna. Obelia tidak terlalu memperhatikannya saat itu.Dengan tangan bergetar, Obelia bergegas mengarahkan cardlock-nya ke depan pintu.Duduk di atas ranjang, Obelia tak mampu lagi membendung air matanya.Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya."Kau sudah bangun, ya?""Jam berapa sekarang?" tanya Obelia."Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia."Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!""Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?""Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"Tak mampu lagi mengelak, Obelia
"Apaaa?!! Cepat bawa Ayah ke rumah sakit terdekat, Bel, aku akan menyusul kesana." pekik Louise yang terjangkit kepanikan seketika.Setelah mendapat kabar kurang mengenakkan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah yang sedang memburuk dan perlu segera mendapat penanganan khusus dari rumah sakit, tak pelak membuat Louise terpaksa membubarkan kelas ajarnya kemudian meluncur ke rumah sakit Hanguk.Louise tidak bisa duduk dengan tenang, ia terus bergerak gelisah saat menunggu hasil diagnosis sang dokter. Tak berselang lama dokter Liam keluar dari dalam ruang perawatan."Bagaimana, dok?""Ayah Anda secepatnya memerlukan donor ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.""Ta-tapi dimana aku bisa mendapatkan pendonor itu, dok?""Rumah sakit ini bisa membantumu untuk mendapatkan pendonor ginjal yang sesuai, Nona tapi tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saran yang bisa kuberikan untuk saat ini berusahalah dul
"Wah, rupanya aku tak salah memilih orang, kau memang sangat mirip diriku, Hanna." ucap Obelia terkesiap menatap rambut baru Hanna usai keduanya melangkah keluar dari salon. Saat ini rambut dan style penampilan mereka tampak sangat mirip.Hanna menunduk dengan pipi memerah.Diletakkannya kunci apartemen dan mobil di atas telapak tangan Hanna. "Kita bertukar peran, mulai detik ini kau telah resmi menjadi diriku, Hanna. Kau harus siap meninggalkan kehidupan lamamu untuk menjalani kehidupan barumu. Ingat, namamu sekarang berganti menjadi Obelia, Hanna sudah lenyap dari kehidupan fana ini.""Ta-Tapi nona, apa kau yakin ingin aku menggantikan dirimu?"Obelia menganggukkan keras kepalanya, "Aku telah melangkah sejauh ini. Tak akan kulakukan jika tidak seyakin ini, Hanna."Hanna hanya diam membisu."Usai keluar dari mall ini, bersiaplah, kita akan melakukan sesuai rencanaku.""Ba-Baik, nona."Sudut bibir Obel
"Kak, biarkan aku saja yang mendonorkan ginjal untuk Ayah." ucap sang adik, Bellona pada Louise."Tidak akan pernah kubiarkan kau melakukannya, Bel.""Kenapa kau melarang, kak, Ayah sedang sekarat ia membutuhkan bantuan kita secepatnya.""Karena kau masih terlalu muda, Bel, masa depanmu masih panjang. Biarkan aku yang mengurusi kondisi Ayah, kau cukup mengurusi sekolahmu saja, mengerti? Aku harus pergi mengajar sekarang.""Ta-tapi kak…"Diayunkan kakinya mendekati Hanna sambil menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku jaket."Dengan kondisi amnesia yang kau alami tentu akan memudahkanmu untuk masuk ke kehidupanku yang sebenarnya dan bertemu dengan orang-orang di sekitarku. Kau pun akan punya cukup waktu untuk mengenal kepribadian mereka tapi bersiaplah menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi." ujar Obelia sambil menunduk menatap lurus pada kedua mata Hanna yang seakan terpojok ketakutan."Aku rasa tidak akan sanggup melewatinya, aku ingin menarik kembali ucapanku untuk bertukar pe
Hanna telah menginjakkan kakinya di apartemen Obelia. Sebuah surat beramplop yang Iseul berikan mengejutkan dirinya. Dengan tangan bergetar, dibuka dan dibacanya isi dalam amplop itu perlahan."Tidak mungkin!" teriak Hanna usai membaca isi keseluruhan surat lalu menjatuhkannya. Wajahnya memutih sekejap."Kenapa dia tega berbuat itu padaku?! Dia berkata aku akan mendapatkan kenyamanan hidup tapi nyatanya tidak. Ia malah meninggalkan hutang akibat kalah bermain judi lalu membebaniku? Ia sungguh tak waras, aku merasa dijebak olehnya!" Hanna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia merasa harus bertemu dengan Obelia untuk membahas masalah ini tapi tak tahu kemana harus menemukan keberadaannya.Ketukan pintu kamar sekali lagi mengejutkannya. Disisirnya rambut dengan jari-jemarinya agar tampak tak terlalu berantakan. Sophie sudah lebih dulu membuka pintu sebelum Obelia sempat membukanya."Apa ingatanmu sudah mulai membaik setel
Di tengah perjalanan, kedua mata Hanna tertuju pada sebuah plakat yang bertuliskan "Toko Roti Almond 'Sam Dong'." Teringat Sophie pernah membuatkan roti untuknya saat sarapan maka ia pun ingin membalas kebaikannya.Langkah kakinya seketika terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya digenggam dari arah belakang.Belum sempat memalingkan wajahnya, seorang perempuan berparas cantik dengan tinggi melebihi dirinya dan berambut pirang telah berdiri tepat dihadapannya.Hanna menaikkan salah satu alisnya."Kau masih ingat aku, Obelia?" tanya perempuan asing itu sambil memamerkan seulas senyum manisnya.Alis Hanna saling bertautan dengan dahi berkerut. Kepalanya menggeleng perlahan."Aku Freya, teman seperjuanganmu saat audisi menyanyi. Kau ingat 'kan sekarang?!""Aku belum mengingatmu, maafkan aku."Freya seakan tak juga menyerah untuk membuat Obelia palsu itu kembali mengingat sosoknya.Berada di dalam t
Dengan ketakutan yang menjalar di sekujur tubuh dan berjibaku dengan pikiran kalutnya, Hanna bergegas merogoh ponsel dari dalam saku dan melakukan panggilan darurat ke ambulans.Setelah hampir satu jam waktu berlalu, Hanna dan Maverick dikejutkan oleh suara sirine ambulans yang melintas. Dapat disaksikan langsung oleh pasangan itu kala para petugas medis berlarian untuk menyelamatkan gadis asing yang sudah terkapar tak sadarkan diri di tanah lalu mengangkutnya di atas brankar.Hanna ikut masuk saat brankar sudah masuk ke dalam ambulans. Ban ambulans mulai bergerak untuk menuju rumah sakit, sementara Maverick membuntuti dari arah belakang dengan mobilnya sendiri.Ketegangan semakin membucah dalam diri Hanna ketika menyadari gadis yang tak sengaja ditabrak oleh tunangan Obelia adalah gadis yang pernah ditemuinya beberapa saat lalu, Freya. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadiii…" pekik Hanna tak percaya.'Obelia andai saja kau disini untuk
Netra Louise menghadap lurus menuju danau surga yang airnya berwarna biru jernih bak lazuardi."Jadi, apa alasan yang menyebabkan adikku melakukan bunuh diri di danau ini, Louise?""Kau tahu 'kan danau surga ini berada di bawah kaki puncak gunung Baekdu. Ada masyarakat tertentu yang menganggap gunung itu suci.""Lalu apa kaitannya dengan kematian adikku?""Mereka yang sengaja melakukan bunuh diri di danau surga ini ingin dekat dengan tempat yang suci yang tak lain gunung suci Baekdu itu, mungkin menjadi alasan adikmu melakukan bunuh diri.""Apa mungkin? Sejauh yang kutahu dia tak sereligius itu.""Sebelumnya aku telah melakukan sedikit riset, kebanyakan wisatawan yang datang kesini mereka membawa masalah pribadi atau mempunyai masa lalu yang buruk. Jadi, danau surga ini merupakan tempat tujuan bagi mereka yang memang mempunyai masalah. Mereka mengira danau surga ini merupakan tempat yang sempurna untuk mengakhiri masalah mereka.