Share

06 - Akhir Sebuah Kesabaran

Author: Dayu SA
last update Last Updated: 2025-02-19 14:46:14

Pagi itu, udara di desa terasa lebih dingin dari biasanya. Angin sejuk bertiup pelan, membawa aroma tanah yang masih lembap setelah hujan semalam. Matahari sudah mulai naik, tapi di dalam rumah kecil itu, suasana justru terasa berat dan menyesakkan.

Dina berdiri di dapur, memandangi panci di atas kompor tanpa benar-benar melihatnya. Tangannya menggenggam sendok kayu, tapi pikirannya tidak berada di sana. Ia memikirkan kembali kejadian semalam—pakaian Raka yang beraroma parfum wanita, noda lipstik yang mencolok di kerah bajunya, dan perasaannya yang bercampur aduk antara marah, kecewa, serta sakit hati.

Hari ini, ia akan bertanya langsung. Ia harus mendapatkan jawaban.

Dari dalam kamar, ia bisa mendengar suara Raka yang baru bangun, suara pintu kamar yang terbuka, lalu langkah beratnya menuju ruang tamu. Hari ini adalah Minggu, Raka tidak bekerja. Mertuanya juga sedang pergi membantu tetangga seperti biasa.

Kesempatan ini tidak akan datang dua kali.

Dina menarik napas panjang, menenangkan dirinya sebelum akhirnya melangkah ke ruang tamu. Raka duduk di sofa dengan santai, menggulir layar ponselnya tanpa sedikit pun memperhatikan Dina yang berdiri di depannya.

"Mas Raka," panggil Dina dengan suara tegas.

Raka mengangkat kepala sekilas. "Apa?"

Dina menggigit bibirnya, menahan dorongan untuk langsung meluapkan emosinya. Ia tidak ingin langsung menyerang, ia ingin mendengar apa yang akan dikatakan suaminya terlebih dahulu.

“Aku mau tanya soal baju Mas semalam,” katanya akhirnya.

Raka terlihat terkejut sesaat, tapi dengan cepat ia menguasai dirinya kembali. "Kenapa dengan bajuku?"

"Ada parfum wanita di sana," lanjut Dina. "Dan noda lipstik di kerahnya."

Sejenak, Raka hanya diam. Matanya mengerjap beberapa kali, seolah mencari alasan yang tepat.

"Jangan bilang kalau kamu cuma kebetulan dekat dengan seseorang di kantor dan tanpa sengaja terkena lipstik mereka," tambah Dina sebelum suaminya sempat berbicara.

Kini, ekspresi Raka berubah. Ia tampak sedikit panik, meski berusaha tetap terlihat biasa saja.

"Jadi kamu menguntit aku sekarang?" Raka malah balik bertanya dengan nada tajam.

"Aku cuma bertanya, Mas," Dina menatapnya lekat-lekat. "Aku istrimu, aku punya hak untuk tahu."

Raka menghela napas panjang dan meletakkan ponselnya di meja. "Kamu terlalu curiga, Dina. Kamu selalu berpikiran negatif. Apa kamu tidak bisa menghormati suamimu sedikit saja?"

Dina mengepalkan tangannya. "Menghormati?" ia tertawa sinis. "Mas pikir aku tidak menghormati Mas? Lalu apa yang Mas lakukan kemarin malam itu bentuk penghormatan padaku sebagai istrimu?"

Suasana di dalam ruangan semakin tegang.

"Apa kamu pikir mudah bagiku mencari uang buat kalian berdua?" suara Raka mulai meninggi.

Dina menatap suaminya dengan kening berkerut. "Apa maksudnya?"

"Yang kau lakukan hanya meminta dan meminta! Apa kau pernah bertanya sebelumnya, apa aku punya uang atau tidak?! Kau pikir uang itu jatuh dari langit?!"

Dina terhenyak untuk kesekian kalinya. Ia baru sadar jika Raka memiliki sisi seperti ini dalam dirinya. Apakah ia begitu terpojok sehingga mengalihkan pembicaraan ke arah ini? "Jika bukan padamu, lalu pada siapa aku harus meminta? Mas tahu sendiri aku tidak bekerja!"

"Karena itulah harusnya kau sadar diri! Kau tidak bisa membantu keuangan keluarga, setidaknya jangan menambah beban dengan dugaan-dugaan tak pentingmu itu!"

"Dugaan tak penting? Mas pasti tahu dan sadar jika dugaanku itu beralasan! Aku tidak mengada-ada atau mengarang cerita! Itu juga kan, alasan Mas mengalihkan pembicaraan seperti ini?!"

Raka menghembuskan napas kasar mendengar ucapan Dina. Di matanya, sosok istrinya itu terlihat semakin menyebalkan saja. Apa wanita itu tak memiliki kegiatan lain selain mengeluh dan berprasangka buruk?!

"Kau tahu? Aku sudah benar-benar muak denganmu. Kau tak bisa seperti wanita lain. Mengerti keadaan suami dan tak banyak menuntut!"

Raka kembali menatap Dina dengan tajam. "Syukurlah jika kau sudah menemukan kenyataannya, jadi aku tak harus mencari cara yang rumit untuk menceritakannya padamu."

Di titik ini, Dina merasa matanya mulai memanas. Sepertinya ada sesuatu hal yang besar yang ingin Raka ungkapkan padanya Dan itu jelas bukan hal yang menyenangkan.

"Apa maksudmu?"

"Aku ingin menikah lagi. Aku sedang dekat dengan seorang wanita, dan aku ingin menikahinya."

Dina merasa jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat. Dari mana datangnya topik pembicaraan ini?!

"Apa?"

"Aku mau menikah dengan bosku," Raka melanjutkan dengan nada santai, seolah tidak ada yang salah dengan perkataannya. "Dia seorang janda. Umurnya empat puluh lima tahun."

Kata-kata itu seperti petir yang menyambar telinga Dina. Dadanya naik-turun dengan cepat, amarahnya semakin membuncah.

"Jadi itu alasan Mas pulang mabuk semalam?" suaranya bergetar. "Itu alasan kenapa baju Mas bau parfum dan ada noda lipstik di sana? Mas sudah selingkuh dengan wanita lain dan sekarang ingin menikahinya?"

Raka tidak menjawab.

"Kenapa?" Dina menuntut. "Kenapa Mas melakukan ini?"

Raka kembali mengembuskan napas dengan kasar. "Kamu pikir dari mana uang yang kupakai untuk membeli susu Esa selama ini? Gajiku jelas tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan kita. Aku mendapatkan uang dari dia."

Dina menutup mulutnya dengan tangan. Air mata sudah mulai menggenang di matanya, tapi ia menahannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan pria yang sudah mengkhianatinya.

"Jadi Mas menjual harga diri demi uang?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Apa kamu punya pilihan lain?" Raka balas bertanya dengan nada tinggi. "Kamu pikir uang bisa datang sendiri? Aku melakukan ini demi kalian!"

Dina menggeleng tidak percaya. "Jangan bawa-bawa aku dan Esa dalam masalah ini, Mas. Kalau Mas memang tidak bisa mencari uang dengan cara yang benar, itu salah Mas sendiri. Jangan menjadikan aku dan anak kita sebagai alasan!"

Esa yang sedang tidur tiba-tiba mulai menggeliat dan menangis pelan.

Dina menoleh sekilas ke arah kamar, lalu kembali menatap Raka dengan marah. "Mas bahkan tidak peduli pada Esa, kan?"

Raka terdiam.

Dina melangkah mendekat, menatap suaminya dengan penuh kemarahan dan kekecewaan. "Kamu bahkan tidak pulang semalam saat anakmu sakit. Kamu tidak tahu bagaimana aku menggendongnya semalaman, bagaimana aku harus berjalan ke puskesmas sendirian karena kamu tidak ada. Kamu bahkan tidak bertanya bagaimana keadaannya."

Raka mendengus. "Dari awal aku juga ragu kalau dia anakku."

Dina terhenyak.

Darahnya seolah berhenti mengalir.

Matanya membulat, dadanya sesak.

"Apa?" suaranya hampir tidak terdengar.

Raka menatapnya tanpa rasa bersalah. "Aku tidak yakin kalau Esa anakku."

Dina merasa seperti dihantam oleh sesuatu yang besar.

Tangan dan kakinya gemetar.

Ia bisa menerima jika dirinya sendiri yang disakiti, tapi tidak jika Esa yang harus menanggungnya.

Dengan tangan gemetar, ia berbalik dan berjalan cepat ke kamar. Ia mengambil tas besar, lalu mulai memasukkan pakaian Esa ke dalamnya.

Tangan-tangannya bergerak tanpa berpikir, hanya didorong oleh perasaan marah dan sakit hati yang tak tertahankan.

Ia akan pergi dari sini.

Apa lagi yang bisa dipertahankan dari rumah tangga ini sekarang?

Jika sesuatu yang sederhana seperti kepercayaan saja tidak bisa ia dapatkan?

Ketika tangannya menyentuh tubuh mungil Esa, air matanya akhirnya jatuh tanpa bisa dibendung lagi.

Ia menggendong anaknya dengan erat, lalu menatap sekeliling kamar yang sudah menjadi saksi bisu kehidupannya selama ini.

Tidak ada lagi yang tersisa di sini.

Ia harus pergi.

Ia harus menyelamatkan dirinya dan Esa—sebelum semuanya semakin hancur berkeping-keping.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 38 - Wanita yang Juga Terluka

    Udara pengap bercampur ketegangan, membuat ruangan terasa lebih kecil daripada biasanya. Satu per satu, hadirin yang datang mencuri pandang ke arah Dina. Sorot matanya tidak gentar, hanya fokus dan tekad yang jelas. Ini bukan hanya soal dirinya. Ini tentang keadilan, tentang anaknya, dan tentang harga dirinya yang dulu pernah diinjak-injak.Di sisi lain, Raka tampak canggung. Meski mengenakan jas formal dan duduk dengan postur tegak, sorot matanya tak bisa menyembunyikan ketakutan. Sesaat lalu ia mendengar bisikan dari pengacaranya jika pihak Dina mungkin menemukan beberapa bukti tindakan pidana yang bisa memberatkannya. Raka meremas sandaran kursi di sebelahnya. Bukankah dirinya sudah bermain dengan sangat rapi? Helena yang menjadi salah satu pion dalam rencananya saja tidak sadar sama sekali. Jadi bukti apa yang mungkin ditemukan oleh pihak Dina?Di sebelahnya, pengacara mudanya sibuk membolak-balik berkas, berusaha mempertahankan ketenangan yang perlahan mulai mengelupas.“Sidan

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 37 - Wajah Asli Mertuaku

    Gedung pengadilan itu menjulang angkuh, namun hari itu, langkah Dina tetap tegak. Ia berdiri di bawah langit mendung, mengenakan blus putih gading dan celana panjang hitam yang rapi. Wajahnya tenang, tapi kedua tangannya saling menggenggam erat, seolah tengah menahan badai yang mengamuk di dalam hatinya.Ia tentu saja tidak datang sendirian. Di sisi kirinya berdiri Celia, menggenggam tangan Dina seerat mungkin sejak mereka pertama kali melangkahkan kaki di area pengadilan. Di belakangnya, Anggara tampak serius dalam setelan jas abu-abu gelap. Terlihat sedang berbicara serius dengan pengacara mereka. Wajahnya menegang, namun sorot matanya penuh keberpihakan. Tidak jauh dari mereka, Darmawan berdiri didampingi dua putra lainnya—Adrian dan Ariasa—yang jarang memiliki waktu luang, namun hari itu menyempatkan diri hadir demi adik perempuan mereka.Dina menarik napas dalam-dalam. Matanya menelusuri satu per satu wajah orang yang berdiri di sekitarnya. Mereka ada di sana bukan hanya sebaga

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 36 - Remaja Jatuh Cinta

    Pagi itu, matahari bahkan belum sepenuhnya naik ketika Reihan sudah berdiri di depan lemari pakaiannya. Tangannya bersedekap, lalu turun, lalu naik lagi untuk menggaruk kepala. Di hadapannya, sederet pakaian tergantung rapi, tapi tak satu pun yang terasa cocok."Yang ini terlalu formal," gumamnya, sambil melemparkan kemeja biru dongker yang sesaat tadi ia tempelkan di badannya. Ia berniat mengambil kemeja abu-abu, lalu buru-buru menggeleng. "Terlalu dingin. Dina bisa ngira aku mau wawancara kerja."Ia menurunkan pandangan ke kaus polo, lalu mengambil jaket denim, tapi kembali mengurungkannya. "Ini terlalu santai. Nggak sopan juga kalau aku dateng cuma pake ini."Matanya kemudian melirik ke arah kemeja bermotif bunga-bunga dan celana pendek senada, namun secepat itu pula ia mengalihkan pandangannya. Ia menarik satu jaket semi-formal. "Hmm... ini... ah, sepertinya terlalu berlebihan. "Reihan menghela napas panjang, lalu memandangi cermin dengan tatapan putus asa. Ia menatap dirinya s

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 35 - Bukti yang Memberatkan

    Langit mendung pagi itu seolah mencerminkan perasaan Dina yang penuh waspada. Di dalam mobil yang melaju menuju kafe tempat pertemuan, tangannya saling menggenggam lebih erat dari biasanya. Ia sudah siap dengan semua kemungkinan—atau setidaknya, ia mencoba meyakinkan diri bahwa ia siap.Beberapa hari lalu, Anggara mengirim pesan pendek, tapi isinya cukup untuk membuat dada Dina sesak sepanjang malam:“Dina, detektif David dapat sesuatu. Kayaknya cukup kuat buat jadi senjata utama. Besok kita ketemu ya, aku mau kamu lihat sendiri.”Hari ini, “sesuatu” itu akan terungkap. Dina parkir di depan kafe kecil yang dipilih Anggara untuk menjaga privasi. Di dalam, sudut ruangan dipilih dengan cermat—jauh dari jendela dan pengunjung lain.Anggara sudah menunggu bersama seorang pria yang segera berdiri saat melihat Dina mendekat.“Dina, kenalkan. Ini Pak David,” ujar Anggara.“Senang bertemu langsung, Bu Dina.” Suara David tenang, berwibawa. Wajahnya tak asing—ia tampak seperti salah satu karakte

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 34 - Menolak Mediasi

    Aroma teh melati yang baru diseduh mengisi udara, menyatu dengan aroma kain baru dan kertas sketsa yang terbuka di atas meja. Esa sedang bermain balok warna-warni di pojok ruangan, sesekali berceloteh dengan suara kecilnya yang menggemaskan. Dina duduk di kursinya, jari-jarinya menari di atas keyboard laptop, membalas pesan dari pelanggan dan menjadwalkan pengambilan barang oleh kurir. Di tengah kesibukannya, ponsel di samping laptop bergetar pelan. Nama Karissa muncul di layar. Dina segera mengangkatnya. “Halo, Karissa,” ucapnya sambil tersenyum. “Pagi, Dina! Aku cuma mau kasih kabar, jahitan batch kedua udah hampir rampung. Kalau kamu sempat hari ini, datang ke studio ya. Sekalian kita cek detail finishing-nya bareng.” Dina mengangguk, walau Karissa tentu tak bisa melihatnya. “Oke, aku akan kesana siang ini. Kamu free jam berapa ?” “Aku hari ini di studio, kamu bisa datang jam berapapun,” jawab Karissa lagi. "Sekitar jam dua aku sudah ada di sana. Terimakasih ya..." "

  • Melangkah Pergi dari Suami Tak Tahu Diri    Bab 33 - Tanpa Syarat

    Langkah-langkah Reihan bergema pelan di lantai bangunan yang belum sepenuhnya rampung direnovasi. Udara sore masih membawa aroma cat baru dan kayu yang baru dipernis. Beberapa tukang sibuk mengecat tembok bagian depan, sementara yang lain membereskan peralatan di halaman.Bangunan tiga lantai itu memang belum selesai, tetapi perlahan sudah mulai menunjukkan wujudnya yang baru: terang, bersih, dan hidup.Reihan berdiri di tengah ruang lantai dasar yang kelak akan menjadi tempat Dina memulai lembaran baru. Tangannya menyentuh meja kerja panjang yang baru dipasang. Masih kosong, tapi ia sudah bisa membayangkan tumpukan kain, pita warna-warni, dan kertas pesanan yang akan mengisi meja itu suatu hari nanti. Ia bisa membayangkan Dina berdiri di sana, menggulung pita sambil menggendong Esa di sisi lain tubuhnya—sibuk, tapi bahagia.Ia tersenyum tipis. Sebagian karena senang melihat kemajuan tempat ini. Sebagian lagi karena ingatan masa lalu yang diam-diam menyeruak.Mereka sudah saling meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status