Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN
Bertempat di gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ruangan Socrates. Pukul 9.45, suasana halaman gedung begitu ramai tidak seperti biasanya. Pagi ini adalah masa matrikulasi bagi sebagian besar mahasiswa Universitas Indonesia tingkat tiga. Di suatu papan informasi di pelataran teras gedung tertempel nama-nama mahasiswa yang yang dibagi berdasarkan kelompok menurut lokasi program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. Dalam satu kelompok terdiri dari tujuh orang mahasiswa dari jurusan dan fakultas yang berbeda. Terdapat tujuh nama mahasiswa di dalam kelompok ini. Kelompok ini akan melakukan KKN pada lokasi Pulau Pahawang, Lampung. “Hai, Dek,”ucap salah satu mahasiswa senior berkulit putih dan berwajah tampan seraya menepuk pundak Lili. “Wey, Bang. Gimana... gimana..?”ucap Lili yang menoleh kepada pemuda itu. Pemuda itu adalah senior Lili. Pemuda populer di jurusan Biologi itu berbicara dengan Lili tidak seperti biasanya.
Lili duduk di dalam kelas untuk mengikuti matrikulasi KKN. Ia berada di antara mahasiswa yang tidak dikenalnya. Seperti biasa, dia tidak mengeluarkan sepatah katapun di sekitar orang-orang yang tidak dikenalnya. “Hai, mbak.. KKN di lokasi mana?”sapa Riris dengan wajah yang datar. Kadang dia seperti sedang tersenyum, namun Lili tidak yakin dengan senyuman itu. “Mungkin dia sedang mencoba berbaur. Tapi, kok kaku begitu sih?”ucap Lili membatin sambil tersenyum kepada Riris yang duduk di sampingnya. “Saya dapat di lokasi...”ucap Lili yang tertahan kata-katanya. “Permisi.. permisi..”ucap seorang mahasiswi tinggi berpenampilan girly menerobos jarak antara kursi Lili dengan kursi pada barisan di depannya. Dia adalah Rianti, mahasiswa Ilmu Kedokteran. Dia hendak duduk beberapa kursi di samping Riris. Penampilannya yang eye catcing dia coba jaga dengan hati-hati. Ia berjinjit dan menyamping dalam berjalan menembus barisan kursi, sep
Beberapa waktu pun berlalu. Pengarahan dari dosen koordinator sudah selesai. Beberapa pemuda kemudian berdiri dan saling mengeluarkan suara lantang. “Kelompok Pahawang bisa berkumpul di sini!”ucap Ridwan. “Kelompok Mesuji.. mana yang kelompok Mesuji?”“Liwa sini Liwa!”“Maringgai? Ada yang Maringgai?”suara para pemuda yang diperkirakan sebagai ketua kelompok itu terdengar meriuh memecah suasana hening semasa pengarahan dari dosen tadi. Suasana ruangan itu kemudian riuh dengan suara-suara pertanyaan para mahasiswa dan seretan kursi lipat di lantai. Ridwan, Ronco, Lili, Riris, Rianti, Wandi, dan Emmy pun berkumpul duduk membentuk lingkaran. Mereka saling memandang satu sama lain, mencoba mengenali wajah teman-teman sekelompoknya. Emmy dan Rianti saling melempar senyum. Ronco dan Riris memperhatikan Ridwan bicara memberi informasi. Sedangkan, Wandi hanya sibuk pada ponsel yang ia pegang sedari tadi. Lili memandangi Wandi dengan sedi
Suatu pagi pukul 7.05 di kantin pinggir kolam kampus. Lili mengendarai sepeda MTB dengan santai. Ia berhenti di depan kantin dan memarkirkan sepedanya tidak jauh dari tempat duduk yang rencananya akan ia pilih untuk ia tempati. Pagi ini rencananya kelompok KKN Pulau Pahawang akan melangsungkan pertemuan untuk membicarakan persiapan keberangkatan. “Bibi Sari, kopi susu satu ya..”ucap Lili sambil berjalan menuju tempat duduk. Lili lalu membukan helm dan tas kecilnya kemudian menaruhnya di meja. “Kopi susu siap,”ucap petugas kantin yang meninggalkan segelas kopi susu di meja kasir. Belum sempat Lili mengambilnya, segelas kopi susu itu lalu diambil oleh seseorang yang baru datang. Dia adalah Wandi. Wandi datang langsung membawa kopi itu dan duduk di tempat duduk tepi kolam. Lili sudah berjalan menuju kasir, namun langkahnya tidak mampu menjemput kopi susu pesanannya itu. “Ya ampun! Ada yang nyelonong ngambil pesanan
Setelah lama menunggu, Lili tidak juga mendapat kepastian dari teman-temannya. Lili yang sejak tadi sibuk mengendarai sepeda MTB-nya tidak kunjung memeriksa ponselnya. Merasa jenuh menunggu, akhirnya Lili memeriksa ponselnya itu. Ia mengeluarkannya dari tas kecilnya kemudian menekan-nekan layarnya. “Pertemuan kita ditunda sore saja, ya? Mengingat banyak yang ga bisa hadir pagi ini,”pesan WA yang dibaca Lili. Lili lalu mekalukan scroll chat ke atas. Tampak di sana beberapa respon dari aggota lainnya yang tiba-tiba memberikan informasi perihal ketidakhadiran mereka. “Astaga.. Kenapa ga daritadi WAG ini aku buka? Sudah menghabiskan waktu seperti ini. Ah! Menyebalkan sekali. Selain menunggu sia-sia, minumanku pun dirampok oleh orang aneh itu,”gumam Lili kesal. Lili lalu langsung dengan cepat mengenakan tas kecil dan helm sepedanya. Ia kemudian pergi dengan mengendarai sepeda dengan kecepatan yang lebih tinggi. **** Sore hari pu
“Bro.. Sis.. Gua duluan ya!”ucap Ronco, orang terakhir yang masih tinggal di sana. Ia kemudian pergi. “Oke, hati-hati di jalan!”ucap Lili. Lili lalu mengeluarkan dua botol soda itu dan menaruhnya di hadapannya dan di hadapan Wandi. Demikian juga cokelat yang ada di sana. “Nih, aku minum ya?”ucap Lili kemudian menenggak sebotol soda tanpa jeda. “Oke, minumannya sudah habis. Sekarang cokelatnya..”ucap Lili kemudian menyobek bungkus cokelat itu dan menggigitnya dengan potongan yang besar-besar. “Saya mohon..”ucap Wandi pelan. “Hah? Apa?”tanya Lili heran. Ia kemudian menghentikan aktivitas makannya dan mendenarkan Wandi dengan seksama. “Saya mohon, kamu jangan membicarakan apa yang terjadi dengan tangan saya kepada orang lain,”ucap Wandi pelan. “Jangan-jangan, dia benar-benar pengguna narkoba?”gumam Lili. “Oke..”ucap Lili kemudian menyatukan ujung telunjuk dan ujung jempolnya dan
Suatu sore, pukul 16.09 bertempat halaman belakang gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Lili sedang berada di hadapan arena wall climbing. Rambut panjangnya sedang digulung di dalam helm. Tubuh bagian bawahnya dibalut rangkaian body harness. Tangannya begitu mahir menarik ulur belay device. Ia sedang menunggui temannya yang berada di atas dan hendak menuju puncak. Kepala Lili menengadah memperhatikan temannya itu sambil menarik ulur tali. Leher rampingnya basah, hasil dari tetesan keringat dari kepalanya. “Tangan kanan! Kanan! Salah itu! Balik lagi coba. Pegang yang di bawahnya lagi!”teriak Lili mengarahkan temannya yang berada di 13 meter di atasnya. Ridwan menonton dan menunggu Lili dari tepi arena. Lili menyeka keringat di keningnya. Ia menggerak-gerakkan lehernya untuk melemaskannya. Tanpa sengaja Lili kemudian melihat Ridwan. Lili pun melambai pada Ridwan dan meneruskan kegiatannya. Ridwan membalas lambaian tangan Lili sambil te