Dengan gerakan pelan, Michael membungkukkan tubuhnya sedikit. Ia menahan ujung meja rias agar tetap seimbang, kemudian menatap Anaby dengan sorot sendu.âBisa bantu aku ke tempat tidur?â ucapnya, sedikit parau.Tanpa menunggu lebih lama, Anaby segera mendekat dan menopang tubuh Michael semampunya. Meski langkah mereka tidak sepenuhnya stabil, ia memaksakan diri untuk sampai ke ranjang. Tak ada yang lebih ingin ia lakukan sekarang, selain memastikan Michael baik-baik saja.Setelah membantu pria itu duduk di tepi tempat tidur, Anaby ikut beringsut di sampingnya.Michael tampak memejamkan mata, alisnya berkerut halus. Napasnya tertahan, seperti tengah menanggung sesuatu yang tak terlihat. Hati Anaby dirundung kekhawatiran yang semakin sulit diredam.âMichael, katakan bagian mana yang sakit,â tanya Anaby seraya menyentuh lutut sang suami dengan lembut, âApa kita perlu ke dokter?âMichael membuka matanya lagi, kendati wajahnya masih sedikit pucat. âTidak perlu,â ujarnya sembari menyentuh p
Anaby tak lepas memandangi luka gores itu dengan kegelisahan yang tumbuh dalam benaknya. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Michael, dan ia harus mencari tahu apa itu."Mengapa kau mengucapkan hal yang mengerikan, Michael?" tanya Anaby was-was. "Tentang luka iniâĶ sebagai tanda kematian. AkuâĶ aku tidak mau terjadi apa-apa padamu."Michael diam sesaat, lalu berbalik menatap wajah istrinya yang tampak semakin resah. Alisnya terangkat ringan, tetapi mata tajamnya mengandung misteri yang jauh lebih dalam."Jadi, kau takut kehilangan aku?" tanya Michael, menatap Anaby lekat-lekat. "Apa itu artinya kau peduli padaku?"Anaby tertegun, tak menduga arah pembicaraan berubah begitu cepat. Namun, ia tak bisa menyangkalâhatinya memang berubah sejak ia terlahir kembali. Ia takut, sangat takut kehilangan pria yang telah menjadi sandaran hidupnya. "Tentu saja aku peduli" jawab Anaby, suaranya pecah di ujung kalimat. Ia menunduk, menatap permukaan air yang bergoyang seiring detak jantungnya
Anaby perlahan membalikkan tubuhnya, membuat riak-riak kecil bergulung lembut di sekitar mereka. Kini wajahnya menghadap langsung pada Michael, hanya berjarak sejengkal, hingga butiran air di leher pria itu tampak seperti kristal bening yang menempel di kulit.âDari mana kau tahu soal Sandra dan Aslan?â tanya Anaby, dengan nada menyelidik.Michael tak langsung menjawab. Pandangannya mengarah pada permukaan air, sebelum ia mengangkatnya kembali ke wajah Anaby.âAku hanya menebak,â jawabnya datar, seolah berharap Anaby akan percaya begitu saja.Namun gadis itu mengernyit, alisnya bergerak naik. âMenebak?â ulangnya pelan.Bayangan masa silam sekelebat melintas di benak Anaby. Entah bagaimana Michael yang kala itu berada di luar negeri, tiba-tiba datang ketika ia sedang meregang nyawa. Ia pun mencoba menyusun berbagai kemungkinan yang telah ia abaikan.âApa jangan-janganâĶ kau sudah menguntitku? Mengawasi semua gerak-gerikku selama ini?âMendengar pertanyaan Anaby, Michael menyunggingkan s
Dentang alarm ponsel di atas nakas menggema, memecah keheningan pagi di kamar apartemen. Jemari Anaby yang masih lemah meraba-raba permukaan kasur, hingga menyentuh benda kecil itu dan mematikannya. Matanya menyipit, menatap angka yang terteraâpukul tujuh. Jantung Anaby serasa berhenti berdetak. Ini bukan kamarnya. Bukan pula rumahnya, dan ia tidak sedang mengenakan pakaian lengkap.Kesadaran itu datang bersamaan dengan adegan yang tiba-tiba menyeruak dari balik ingatan. Genggaman hangat, sentuhan yang membakar, dan dirinya yang terkulai dalam pelukan sang suamiâMichael. Rangkaian kemesraan yang terasa bagaikan mimpi, langsung membuat pipi Anaby bersemu.Tubuhnya terasa berat, tak hanya karena kantuk yang belum tuntas, tetapi juga karena sensasi ngilu yang menjalari setiap inci persendiannya. Anaby mencoba bergerak. Namun, ia segera mengerang pelan ketika bagian tertentu dari tubuhnya menolak digerakkan.âAhâĶ,â keluhnya, lirih dan parau.Michael menggeliat di sisi tempat tidur, wa
Mendengar ucapan Michael, Anaby hanya mampu mengangguk kecil. Sementara rasa sakit yang merayap di tubuhnya, menuntut air matanya jatuh tanpa bisa dibendung lagi. Matanya yang basah menatap suaminya dengan sendu. Tidak ada amarah di sana, tetapi hatinya terluka oleh dugaan yang tak berdasar.Ia tidak pernah menyerahkan dirinya pada lelaki mana pun. Bahkan, saat masih menjalin hubungan dengan Aslan, Anaby adalah perempuan yang selalu menjaga martabat. Maka ketika mendengar tuduhan yang terlontar dari bibir Michael, perih itu menancap lebih dalam daripada rasa nyeri pada inti tubuhnya.Di antara helaian rambut yang basah oleh peluh, Anaby menggigit bibirnya, mencoba tidak mengeluarkan rintih meski tubuhnya terasa dibelah dua.Michael pun tersentak melihat gurat pedih di wajah istrinya. Pandangan matanya berubahâdari penuh hasrat menjadi lembut dan diliputi rasa bersalah.Untuk sesaat, ia hanya bisa menatap Anaby, seakan mencoba membaca isi hati wanita itu.âAkuâĶ aku pikir kau sudah per
Sejak tadi, Michael berusaha untuk mengendalikan diri walaupun Anaby terus memancingnya. Ia mencoba sekuat tenaga menjaga keteguhan. Namun, kini di hadapannya, Anaby berdiri seperti lukisan hidup yang menggoda nalurinya. Gaun yang tadi membalut tubuh mungil istrinya itu, kini telah melorot perlahan, jatuh membentuk lingkaran lembut di lantai. Yang tersisa hanyalah pakaian dalam berenda putih, tipis dan nyaris transparan, yang justru semakin menonjolkan keindahan kulit putihnya yang tak bercela.Pandangan Michael memburam. Darahnya berdesir liar, mengalir deras seperti arus yang tak bisa dibendung. Namun di tengah gelora hasrat itu, ia masih mampu berpikir jernihâatau setidaknya, berusaha. Ini bukan cara yang ia impikan untuk menyentuh wanita yang baru resmi menjadi istrinya. Tidak seperti ini. Bukan karena pengaruh zat asing yang mengaburkan kesadaran Anaby. Michael ingin menyentuh Anaby di saat sang istri benar-benar menginginkannya. Tatkala ia tahu bahwa Anaby menyerahkan diri b