Satu bulan kemudian keluarga Dirgantara nampak disibukan dengan persiapan pernikahan Sesil yang tinggal menghitung hari.Adik Sabrina itu nampak disibukan dengan segala macam persiapan menjelang pernikahannya. Hingga Sabrina pun harus turun tangan dalam membantu adik kandungnya itu.Hingga tiba pada saat ijab kabul pernikahan terucap dengan lantangnya oleh pria yang Sesil cintai. Pernikahan telah sah dilangsungkan dan Sesil telah diperistri kekasihnya. Satu hari usai pernikahan, Sesil dan suaminya langsung terbang ke bali untuk bulan madu selama satu minggu. Tentu suasana saat ini semakin membuat Sabrina lega dan bahagia karena tugasnya menjaga Sesil kini telah berpindah pada suami Sesil.Sabrina kian merasa bahagia dengan keluarga saat ini. Ia juga bahagia dengan kesibukannya saat ini sebagai ibu rumah tangga untuk empat anak-anaknya.Pagi ini bahkan Sabrina nampak sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah Aksa. Sabrina juga selalu menemani Aksa sarapan di ruang makan bersama Jaka yang j
Mendengar cerita Sabrina, seketika Jeni tercengang. "Lalu, apa yang Raisa sampaikan sama kamu, Sabi?" tanyanya penasaran."Raisa mengucapkan terima kasih padaku, Ma. Dia berterima kasih karena aku tela merawat dan menjaga Abang Yusuf dengan baik." Sabrina kembali menjelaskan.Isi dada Jeni terasa bergetar mendengar itu. "Pasti Raisa merasa tenang di alam sana. Kamu telah menjaga Yusuf dengan baik. Mama yakin Raisa bangga padamu, Sabi."Sabrina menurunkan tatapan. Ia masih ingat dengan jelas wajah Raisa kala itu. "Semoga saja ya, Ma. Aku tidak menganggap Abang Yusuf anak tiri kok. Meski pun dia tak lahir dari rahimku, aku menyayanginya bagai anak kandung sendiri," tuturnya."Karena kamu memang wanita baik, Sabi. Mama sungguh bangga bisa mendapatkan menantu seperti kamu. Jaka memang tak pernah salah mencintai kamu," balas Jeni. Sabrina hanya bisa menyodorkan senyuman saat sang mertua memujinya.Sampai saat ini dunia Sabrina memang terasa lebih berwarna dari biasanya. Anak-anaknya berpa
"Kenapa, Ma?" Sabrina segera bertanya. Tentu ia masih terkajut dengan jawaban mertuanya."Tapi bohong. Mama setuju dong. Masa iya Mama gak setuju," ralat Jeni yang rupanya hanya bercanda saja.Seketika Sabrina dan Aksa menghela napas lega secara bersamaan."Ya ampun, Mama. Sungguh aku sampai kaget. Aku pikir Mama benar-benar gak setuju." Sabrina mengusap dadanya. Tak disangka kalau mertuanya senang bergurau."Omah, Aksa juga kaget," timpal Aksa masih memasang wajah terkejutnya.Gegas Jeni memeluk Aksa. "Maaf, Sayang. Omah bercanda. Omah 'kan sayang sama Aksa, masa iya gak setuju. Kita akan rayakan ulang tahun Aksa dengan meriah ya. Pokonya kita akan happy-happy," sambutnya. Jeni tampak menampilkan wajah bahagianya kali ini."Terima kasih, Omah. Aksa sayang sekali sama Omah," ucap Aksa yang kembali memeluk Jeni."Omah juga sayang sama, Aksa," balas Jeni.Melihat itu, Sabrina semakin melebarkan senyumannya. Ia semakin dibuat bahagia dengan keadaan di rumah mewah itu."Terima kasih ya, M
Suatu hari Jaka memanggil Sabrina dan anak-anaknya di ruang keluarga. Di sana juga ada Jeni yang turut serta hadir. Jaka meminta pada Sabrina untuk bersiap-siap karena mereka akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian baru.Awalnya Sabrina terlihat ragu menerima tawaran suaminya, akan tetapi ia menyanggupi karena Jaka memaksa dan tak mau ditolak ajakannya.Hingga akhirnya dua kendaraan roda empat akan melaju menuju pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa pakaian baru. Dua mobil itu berisi Jaka, Sabrina, Jeni dan empat anak termasuk suster yang turut serta mendampingin. Mereka akan belanja bersama terutama untuk keperluan ulang tahun Aksa yang tinggal menghitung hari.Sabrina nampak berjalan seiringan dengan Jaka setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jaka meminta Sabrina memilih apa pun yang diinginkan. Wanita mana yang tak bahagia dengan perlakuan suami seperti Jaka. Sabrina bagaikan satu-satunya wanita paling beruntung di dunia."Sayang, kamu pilih apa pun yang kamu but
“Sabi, entah kamu terlalu baik, atau terlalu polos. Kok bisa kamu tidak pernah curiga sama suamimu yang jarang ada di rumah?” Pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabatnya membuat Sabrina Mecca, atau yang kerap disapa Sabi itu tersentak. Tapi, wanita itu berusaha menghiraukannya, dia tak ingin mencurigai suaminya sendiri.“Suamiku kan Brimob, gak heran kalau dia jarang pulang karena selalu dinas ke luar kota. Mungkin memang dia sedang sibuk,” ucap Sabrina setengah menghibur dirinya sendiri. "Iya sih. Tapi, aku sarankan jangan terlalu nyaman dengan buaian lelaki. Apalagi pernikahan kalian sudah menginjak tahun ke sepuluh, dan belum juga dikaruniani momongan. Percaya memang boleh, tapi gak ada salahnya untuk berjaga-jaga, Sabi."Berkat percakapan dengan sahabatnya tadi siang, wanita berusia 30 tahun itu gelisah hingga tak bisa memejamkan kedua bola matanya untuk malam ini. Pasalnya, lagi-lagi, suaminya tak pulang setelah satu bulan bertugas di luar kota. Bukannya tertidur, Sabrina just
"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah?" Miranda –Ibu Aksa bertanya tatkala melihat Sabrina nampak tercengang.Sabrina mengusap wajahnya kasar setelah sadar dari lamunan singkat yang mengejutkan jantungnya."Tidak apa-apa, Bu. Nama Aksa dan ayahnya sangat bagus." Sabrina mengelak. Dia hanya berharap semoga saja nama itu hanyalah kebetulan semata.Malam itu, karena terus memikirkan kejanggalan terkait muridnya, matanya tak mampu terpejam. Sabrina pun membuka lemari suaminya, sekadar untuk menghilangkan rasa rindu yang kian menggebu.Namun, pandangan Sabrina tiba-tiba terarah ke laci lemari yang terkunci. Penasaran, wanita itu pun mencari kunci laci tersebut hingga akhirnya dia menemukannya di sela-sela pakaian.Cklek!Suara laci yang berhasil dibuka memecah keheningan. Ketika Sabrina melihat isi dari laci tersebut, dia tak merasa tak ada yang aneh. Namun, dahi Sabrina tiba-tiba mengkerut saat ia melihat amplop besar berwarna putih yang tak memiliki keterangan apa-apa. Manik Sabrina membulat
“Saya akan bantu kamu mencari kebenaran tentang surat itu, Sabi." ucap seorang pria sembari menepuk-nepuk pundak Sabrina, menatap wanita itu dengan manik cokelatnya.Pria itu adalahJaka Dirgantara, sahabat Sabrina yang selalu ada untuk Sabrina di kala dia benar-benar membutuhkan. Sabrina tak tahu pada siapa harus mengadukan masalahnya, hingga memilih bertemu Jaka di cafe biasa."Apa tidak mengganggu aktivitas kamu?" Sabrina memastikan. Ia duduk tepat di kursi yang berseberangan dengan Jaka.Jaka menggelengkan kepala, “Tidak akan, Sabi. Kamu tidak perlu khawatir soal itu.”Raut wajah pria yang berprofesi sebagai CEO salah satu perusahaan di bidang otomotif itu nampak serius dengan ucapannya. Andai mampu, mungkin sudah Jaka hapus air mata Sabi, agar wanita di hadapannya itu tenang dan tak mengeluarkan air mata.Meskipun sebenarnya Jaka tahu, kalimat yang diucapkannya barusan adalah sebuah dusta, tapi dia tak peduli. Pria itu jelas tak akan bisa membiarkan wanita yang sempat ia cintai se
Sabrina melemah. Wanita itu merasa tak bisa bernapas seolah tak ada oksigen yang bisa dihirupnya. Bulir bening yang sedari tadi ia tahan seketika luruh di pipi. Tak bisa dipercaya, suami yang selama ini dianggap setia nyatanya berdusta."Loh, Mba Sabrina. Kenapa menangis?" RT Yahya tercengang melihat tamunya tiba-tiba menangis.Jaka menoleh ke arah Sabrina. Ia tak bisa menjelaskan."Maaf, Pak. Saya kelilipan," jawab Sabrina dengan suara lirih. Ia segera menghapus air mata yang tak bisa diajak kompromi."Oh iya, Pak. Kalau boleh tahu, dimana ya rumah Bu Miranda dan Pak Hasbi? Kami belum sempat memberikan kado pernikahan untuk mereka," tanya Jaka dengan alasannya lagi."Kado pernikahan? Memang kalian siapanya?" RT Yahya menatap kedua tamunya nanar."Kami sahabatnya, sekedar ingih mampir dan mengucapkan selamat saja." Wajah Jaka sungguh meyakinkan."Bu Miranda dan Pak Hasbi sudah lama menikah. Sudah 7 tahun lebih, masa baru memberikan kado selamat hari ini," pria yang memiliki jabatan RT