Beranda / Romansa / Membawa Kabur Benih Sang Majikan / Bab 3: Siapa yang Memperkosamu?

Share

Bab 3: Siapa yang Memperkosamu?

Penulis: Nhaya_97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-01 10:32:48

Melawati menoleh pada anak bungsunya itu. "Oh. Lagi beresin kamar kamu. Memang sangat rajin Dara itu. Sudah cantik, polos, rajin, dan penurut. Mau nggak, Daffa?"

Melawati tiba-tiba menawarkan Dara padanya. Apa maksudnya? Sedangkan Daffa memang akan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Daiva pada Dara.

"Tapi, Ma. Bagaimana bisa Mama menawarkan Dara padaku?" tanya Daffa dengan pelan.

Melawati mengembuskan napasnya dengan panjang. "Daiva sebentar lagi akan menikah. Kamu ... sebentar lagi lulus S-3. Mama ingin anak-anak Mama menikah, Daffa."

"Hanya itu?"

Melawati menoleh kembali pada Daffa. "Lalu ... maunya apa lagi, Daffa? Suka nggak, sama Dara? Mama nggak peduli dengan latar belakangnya, Daf. Mama tahu, dia berasal dari keluarga tidak mampu. Tapi, sepertinya anak itu cocok untuk kamu."

Daffa mengerutkan keningnya. Melawati menjodohkannya dengan Dara. Lalu, bagaimana jika Dara hamil anak Daiva?

"Ma ... Dara."

"Yaa. Dara kenapa, Daf? Bukan selera kamu? Lalu, kamu mau cari yang seperti apa, Daffa?"

Daffa menggeleng. "Kapan Daiva dan Cheryl akan menikah?"

"Tiga bulan lagi. Tahun depan kamu, yaa?"

Daffa menggeleng. Tak yakin, apakah ia akan menikah di tahun depan, atau ... saat nanti Dara mengandung anak Daiva.

Daffa mengurungkan niatnya untuk bicara tentang Daiva yang sudah memperkosa Dara. Dia ingin bicara. Tapi, khawatir Melawati melarangnya menikah dengan Dara.

Ternyata, Melawati malah akan menjodohkannya. Walaupun kegadisannya sudah direnggut Daiva. Tidak masalah baginya. Anggap saja perempuan itu seorang janda, pikirnya.

"Kok Dara nggak keluar-keluar, yaa?" tanya Melawati sambil menatap pintu kamar Daffa. "Mama mau ajak dia belanja padahal."

Daffa pun beranjak dari duduknya. Kembali ke kamar untuk membawa Dara keluar.

Klek!

Dara menoleh dengan cepat ke arah pintu. Lalu menghela napas lega, saat melihat Daffa masuk ke dalam.

"Mandi dulu," ucap Daffa ketika dirinya duduk di samping Dara.

Dara mengangguk pelan. "Kalau begitu saya permisi, Tuan."

"Dara!"

Dara menoleh ke belakang. "Ada apa, Tuan?"

"Jangan panggil aku Tuan. Aku nggak suka."

"Lalu, saya harus panggil apa?"

"Apa saja. Aku memang lebih tua darimu. Tapi, jangan panggil aku Tuan."

"Baiklah. Saya panggil Mas Daffa saja. Kalau Tu ... Mas Daffa tidak keberatan."

Daffa mengulas senyum. "Okay. Tubuhmu masih terasa sakit?"

Dara mengangguk dengan pelan. Rasa malu dan hina selalu saja ia rasakan.

Daffa mengambil obat pereda nyeri dan minyak oles. "Setelah mandi, olesi ke seluruh tubuhmu. Setelah sarapan, diminum obatnya."

Dara mengambil obat dan minyak oles itu dari tangan Daffa. "Terima kasih, Mas Daffa." Lalu setelahnya, perempuan itu bergegas keluar dari kamar Daffa.

Satu jam kemudian. Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Dara masuk kembali ke dalam kamar Daffa karena diminta untuk mengambil pakaian kotor milik Daffa oleh Biah.

"Ada apa, Dar?" tanya Daffa saat dirinya tengah mengemas buku-buku mata kuliahnya.

"Maaf, Mas. Saya mau mengambil pakaian kotor Mas Daffa," kata Dara sedikit menunduk.

"Mau nyuci? Pake mesin cuci kan, nyucinya?"

"Pakai tangan lebih bersih, Mas. Kenapa memangnya?"

"Tubuh kamu ... memangnya sudah tidak terasa sakit lagi?" tanya Daffa memastikan.

Dara memegangi lengannya. "Masih sih. Tapi, semoga segera hilang. Sudah dibalur oleh minyak yang tadi Mas Daffa kasih."

Daffa hanya menganggukkan kepalanya. Tak bisa memaksa kehendak Dara jika ingin tetap mengerjakan tugasnya sebagai assisten rumah tangga di rumahnya.

Mereka keluar berbarengan. Dengan Dara membawa pakaian kotor milik Daffa yang sudah ia masukkan ke dalam keranjang.

"Mas Daffa. Kuliah capek nggak?" tanya Dara di sela-sela menuruni anak tangga.

"Capek. Kadang suka ngeluh pengen udahan aja. Tapi, ada serunya juga."

Dara mengangguk paham. Tiba di bawah, suara pintu dibuka dari atas. Pintu kamar Daiva.

Pria itu baru keluar dari kandangnya.

Dara bergegas pergi ke dapur, menghindari Daiva yang bisa saja pria itu mencengkeramnya.

"Dara! Tolong buatkan kopi, Nak. Anak-anak Ibu mau kopi katanya," teriak Melawati yang sedang duduk di ruang tengah.

"Kenapa harus aku. Kenapa nggak yang lain aja? Bagaimana kalau pria itu menyerangku lagi?" gumam Dara sambil mengaduk kopi untuk ketiga orang itu.

Dara menarik napasnya dengan panjang. Lalu, memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya menuju ruang tengah.

Saat kopi ia taruh di atas meja, Melawati tak sengaja melihat tanda merah di leher Dara.

"Dara! Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa banyak sekali tanda merah di lehermu!" ucap Melawati dengan nada menekan.

Matanya melotot. Mendadak jantungnya berdebar dengan kencang. Lalu melirik Daiva yang tampak biasa saja mendengar mamanya bertanya pada Dara.

"Ma-maaf, Bu. Tap-tapi ... saya diperkosa, Bu. Bu-bukan mau saya." Dara berkata sejujurnya. Bahkan matanya sudah mulai berembun lagi.

Melawati mendengus kesal. Bagaimana bisa gadis polosnya itu diperkosa.

"Siapa yang sudah melakukan ini, Dara? Bilang! Akan kubunuh siapa pun yang sudah menghancurkanmu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Tamat

    Tujuh bulan kemudian.Julies tengah berjuang melahirkan seorang bayi yang masih berusaha mencari jalan keluar di bawah sana. Kini, mereka sudah berada di rumah sakit. Pun dengan Dara dan Daffa.Ingin melihat proses lahiran anak pertama Julies dan Fahri yang sudah menginjak usia sembilan itu. Dan mereka semua belum ada yang tahu, jika Julies sudah mengandung tiga bulan saat menikah dulu.Mereka hanya mengira jika Julies melahirkan secara prematur. Padahal, memang sudah memasuki bulan sembilan. Baik Julies maupun Fahri tak ada yang peduli. Mereka juga tidak memberi tahu jika Julies hamil sebelum menikah."Prematur, tapi bisa melahirkan secara normal, yaa." Daffa menggaruk belakang kepalanya. la bingung, karena Julies bisa melahirkan secara normal."Ngapain dibuat bingung sih, Mas. Syukur-syukur bayi dan ibunya sehat. Nggak usah aneh-aneh deh!" Dara kesal pada suaminya itu karena terus mengomentari Julies yang sedang berjuang melahirkan anak pertamanya di ruangan sana.Kemudian, pria itu

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Jangan Suudzon Dulu

    Prissa lantas menoleh cepat ke arah Daffa. "Maksud kamu apa, Daffa? Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Aku hamil lho, Daff." Suara perempuan itu nyaris tenggelam karena menahan tangisnya.Julies menoleh padanya. "Sabar, yaa. Daffa emang gitu orangnya. Kita sama-sama korban ular jahat Daffa. Aku juga pernah hamil anaknya dia. Tapi, gak tanggung jawab tuh. Orangnya malah hamilin anak orang."Julies menepuk-nepuk bahu Prissa."Yaa gak bisa gitu dong, Juls. Masa gue harus rawat anak gue sendiri?" Prissa mulai kelabakan. Harinya tak tenang kala mendengar penolakan dari Daffa."Gue gak mau nikah sama elo, Prissa. Sampai itu anak brojol pun gue gak akan mau nikah sama elo!" pekik Daffa. Pria itu sudah mulai emosi.Hatinyä dikabut kemarahan yang tak bisa ia tahan lagi. Daffa yang super emosian itu lantas menggertak Prissa. Sehingga membuat perempuan itu menatap tajam ke arahnya."Berani berbuat, gak berani tanggung jawab!" sengal Prissa dengan suara menekan."Terserah elo! Terserah, mau ngomong

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Wajahnya Mirip Daiva

    Julies tertawa melihat adegan luar biasa itu. Saling memaki dan saling berteriak. Membuatnya tak bisa untuk berhenti tertawa."Fahri, Fahri. Lucu banget sih, kamu." Julies geleng-geleng kepala. sembari mengikuti langkah Fahri menuju ruangan USG.Tak lama setelahnya, Daffa dan Dara pun tiba di sana. Menghampiri Fahri dan Julies yang sedang melihat Prissa. Perempuan itu tidak bisa ke mana-mana karena diserbu oleh empat orang.Ditambah Dokter Ami yang mulai memeriksa kandungannya. Semakin tak bisa ke mana-mana. Hanya bisa pasrah kala Dokter Ami sudah mengolesi gel di atas perutnya."Hasil USG itu akurat "kan, Dok?" tanya Fahri pada Dokter Ami."Hampir seratus persen akurat. Kita lihat dulu ya, janinnya." Dokter Ami mulai memeriksa kandungan Prissa.Ditatapnya layar monitor tersebut. Yang hanya Dokter Ami yang tahu, maksud dari gambar yang ada di sana. Mereka hanya tahu jika janin itu memang benar-benar ada di sana."Berarti bener ya, Dok. Di perutnya ada bayinya," kata Julies sambil mena

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Ambil saja Anaknya

    Prissa yang memang sedang ingin meminta pertanggungjawaban kepada Daffa pun telah menyiapkan segalanya.Memberikan alat tes kehamilan itu kepada Dara. Agar perempuan itu tahu, jika Prissa benar-benar hamil anaknya Daffa."Ada USG-nya?" tanya Dara kembali.Daffa menoleh dengan cepat ke arah Dara. Pun dengan Prissa. la terlihat gelagapan kala Dara meminta hasil USG-nya."Waktu saya periksa kehamilan dulu, sekalian USG. Karena pengen lihat perkembangan anak saya di dalam sini." Dara menunjuk perutnya yang buncit itu.Daffa tersenyum miring mendengar ucapan Dara. "Tumben, pinter. Dapat ngajarin siapa sih?" Daffa malah mencubit hidung Dara."Dari Mbak Julies. Waktu dia hamil juga katanya di-USG. Kenapa Mbak Prissa nggak USG? Emangnya, Mbak gak mau lihat calon bayi Mbak?" tanya Dara kepada perempuan yang ingin merebut suaminya itu.Tak lama kemudian, Fahri dan Julies tiba dir rumah tersebut. Kemudian Julies menghampiri Dara. Lalu, mengulas senyumnya."Gimana-gimana? Prissa beneran hamil? An

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Panggilan dari Calon Istri Daffa

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Dara pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. la melihat Daffa tengah meringkuk di atas tempat tidur. Namun, Dara hiraukan. Tetap melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.Ting!Notifikasi pesan masuk pada ponsel Daffa. Dengan malas, pria itu membuka pesan tersebut. Matanya memicing, melihat pesan masuk tersebut.Sebab, pesan masuk itu dari Prissa. Akan datang ke rumahnya untuk meminta pertanggungjawaban. Daffa memijat keningnya. Kemudian, menghubungi Fahri."Si Prissa udah mulai berulah, Ri. Dia mau ke sini. Minta tanggung jawab gue," kata Daffa setelah pria itu menerima panggilannya.Terdengar helaan napas di seberang sana. "Si Dara masih marah ke elo?" tanya Fahri."Ya. Bahkan lebih parah sejak menerima panggilan dari Prissa. Dia bener-bener nggak mau maafin gue. Malah, minta gue buat nikahin tuh orang."Katanya, gue aja tanggung jawab atas dia yang hamil bukan anak gue. Kenapa gue nggak mau tanggung jawab atas kehamilan Prissa yang jelas-j

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Kenapa Bodoh Sekali!

    "Apa yang harus aku lakukan, supaya kamu mau memaafkan kesalahanku, Dara? Apa yang bisa buat kamu memaafkan aku agar kamu bisa menerima semua perbuatan gila itu."Daffa kembali bersuara. Akan terus mengejar permintaan maaf dari Dara. Bahkan, ia rela melakukan apa saja, agar mau memaafkannya.Dara menoleh ke arah Daffa. "Tidak perlu. Mas Daffa tidak perlu melakukan apa pun. Semuanya sudah terjadi. Apa yang harus dilakukan?"Daffa bergeming. la hanya bisa menatap Dara dengan sayu. Hatinya teriris kala mendengar ucapan Dara. Terdengar sangat kecewa padanya."Jangan lengah, Daff. Si Prissa emang masih suka sama elo. Akan mencari cara agar bisa dapetin elo lagi. Sekarang, jangan pernah bertemu dengan dia sekali pun. Jauhi dia, jangan sampai elo ketemu lagi sama tuh orang."Ucapan Fahri membuat Daffa mengangguk dengan pelan. "Iya, Ri. Dari awal juga gue gak pernah mau ketemu sama dia lagi. Tapi, dia sendiri yang datang dan deketin gue."Fahri mengangguk. Lalu, menoleh ke arah Dara. "Kamu ja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status