Share

Bab 4: Hamil?

Penulis: Nhaya_97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-01 10:32:53

Mendengar itu, Daiva lantas menoleh cepat ke arah mamanya. Sementara Daffa hanya tersenyum miring.

Lalu Daiva menoleh pada Daffa. 'Tampaknya Daffa tahu, aku yang sudah melakukan itu pada Dara. Hhhh. Kena kamu, Daffa!' ucapnya dalam hati.

"Bukankah tadi kamu keluar dari kamar Daffa?" tanya Daiva dengan santainya.

Semua orang yang ada di sana lantas menoleh pada Daiva. Daffa mengerutkan keningnya. Licik. Kata yang pantas untuk Daffa dan Dara ucapkan pada pria berhati iblis itu.

"Apa! Daffa! Apa yang kamu lakukan, huh? Jangan mentang-mentang Mama ingin kamu menikah dengan gadis ini, dengan seenaknya kamu melakukan itu pada Dara!" teriak Melawati.

Perempuan itu sedang naik pitam. Marah karena anak kesayangannya itu sudah melakukan hal yang tak terduga. Padahal, bukan dia pelakunya.

"Daiva! Kenapa lempar batu sembunyi tangan? Elo yang udah perkosa Dara. Bukan gue! Biadab!" pekik Daffa. Tak terima dengan ucapan Daiva yang sudah memfitnahnya.

Daiva melipat tangan di dada. "Ada bukti? Kalau gue yang udah perkosa dia? Bukannya tadi dia keluar dari kamar elo?"

Melawati teringat saat Dara lama tak keluar dari kamar Daffa. Apa karena Dara sedang mengenakan pakaiannya saat itu, pikirnya.

"Daffa! Mama nggak habis pikir. Kamu sudah melukai gadis polos ini. Tadi pagi. Dara lama keluar dari kamar kamu karena lelah, kan?"

Daffa memijat keningnya. Kenapa harus terjebak dalam situasi yang sangat serius ini.

**

Dua bulan kemudian.

Mual dan muntah kerap hadir pada Dara di setiap malam dan pagi hari. Namun, tak pernah ia periksa padahal sudah tahu jika dia sudah telat datang bulan selama dua bulan ini.

Belum bisa pergi keluar lantaran tidak tahu, menggunakan alasan apa agar dia bisa pergi membeli alat tes kehamilan.

Ia hanya bisa menahan semuanya. Pernikahan Daiva pun sudah di depan mata. Sudah disiapkan dengan matang. Karena bulan depan, pria keparat itu akan menikah dengan kekasihnya.

"Dara!" panggil Melawati menghampiri Dara yang sedang memotong wortel untuk membuat sup.

Dara menoleh lalu membersihkan tangannya. "Iya. Ada apa, Bu?" tanyanya dengan sopan.

"Antar saya belanja ke mall. Ada yang ingin saya beli untuk keperluan pernikahan Daiva."

Kesempatan untuk Dara membeli alat tes kehamilan. Ia pun mengangguk dengan antusias.

"Baik, Bu. Saya ganti pakaian dulu."

Melawati mengangguk. "Saya tunggu di dalam mobil, yaa."

"Baik, Bu."

Dara bergegas pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. Mengantar Melawati juga akan membeli alat tes kehamilan.

Tiba di dalam mall. Melawati dan Dara masuk ke dalam supermarket. Mencari kebutuhan perabot rumah tangga untuk souvernir seserahan nanti.

"Bu. Saya boleh permisi sebentar? Mau beli sabun cuci muka. Soalnya punya saya habis," ucap Dara mencari alasan yang cukup masuk akal.

"Iya, Dara. Kalau sudah selesai, kembali lagi ke sini, yaa. Soalnya saya ingin kamu memberi pendapat mana yang bagus untuk souvernir nanti."

"Baik, Bu. Nggak akan lama, kok."

Melawati hanya mengulas senyumnya. Kemudian membiarkan perempuan itu mencari keperluan pribadinya.

"Anak gadis itu benar-benar baik dan sopan. Tutur katanya lembut. Sayang, anakku malah menghancurkan gadis polos itu.

"Sebenarnya siapa yang sudah memperkosa Dara? Daiva atau Daffa. Kalau memang Daiva yang sudah memperkosanya, bagaimana nasibnya jika ia mengandung anaknya Daiva?

"Tapi ... sampai saat ini. Sudah dua bulan sejak dia kerja di rumahku, sepertinya dia tidak mengalami mual atau muntah. Mungkinkah dia tidak akan hamil?"

Terlintas banyak pertanyaan di dalam otak Melawati. Siapa yang sudah menggauli Dara. Kenapa perempuan itu belum juga hamil.

Padahal, Dara sudah mengalami morning sicknees sejak dua minggu ini. Hanya saja. Tidak ada yang tahu. Baik ART, maupun anggota keluarga Melawati.

Setelah selesai membayar alat tes kehamilan dan sabun cuci muka, Dara kembali pada Melawati dengan alat itu ia masukkan ke dalam tas kecilnya.

"Sudah selesai, Dara?" tanya Melawati setelah melihat perempuan itu kembali padanya.

"Sudah, Bu. Hanya beli sabun cuci muka saja." Kemudian Dara memasukkan sabun tersebut ke dalam tasnya.

"Memangnya sudah kamu bayar, sabunnya?"

"Sudah, Bu."

"Walaaah. Padahal, biar saya saja yang membayarkan. Ya sudahlah. Sudah terlanjur juga."

Dara hanya meringis pelan sambil menggaruk rambutnya dengan pelan.

Selesai belanja keperluan perabot rumah tangga, Melawati mengajak Dara untuk makan siang terlebih dahulu di resto yang ada di mall.

Sebagai assisten rumah tangga, Dara hanya menuruti perintah sang majikan. Alih-alih memuaskan perutnya dengan makanan enak, karena perutnya memang sudah keroncongan.

"Mau pesan apa, Dara? Saya mau steak saja."

"Eeuumm ... saya mau spaghetti saja."

"Baiklah."

Melawati memanggil waiters. Memberikan menu pesanan yang ia pesan.

"Dara?" panggil Melawati. Tampaknya, perempuan itu akan berbicara serius padanya.

"Ada apa, Bu?" tanya Dara dengan gugup.

Melawati menghela napas kasar. "Baiknya ... kamu jujur saja pada saya. Tentang siapa sebenarnya yang sudah memperkosa kamu.

"Saya tidak akan memarahi ataupun mengatakan pada Daiva atau Daffa bahwa saya sudah mengetahuinya. Bicaralah. Katakan dengan jujur."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Tamat

    Tujuh bulan kemudian.Julies tengah berjuang melahirkan seorang bayi yang masih berusaha mencari jalan keluar di bawah sana. Kini, mereka sudah berada di rumah sakit. Pun dengan Dara dan Daffa.Ingin melihat proses lahiran anak pertama Julies dan Fahri yang sudah menginjak usia sembilan itu. Dan mereka semua belum ada yang tahu, jika Julies sudah mengandung tiga bulan saat menikah dulu.Mereka hanya mengira jika Julies melahirkan secara prematur. Padahal, memang sudah memasuki bulan sembilan. Baik Julies maupun Fahri tak ada yang peduli. Mereka juga tidak memberi tahu jika Julies hamil sebelum menikah."Prematur, tapi bisa melahirkan secara normal, yaa." Daffa menggaruk belakang kepalanya. la bingung, karena Julies bisa melahirkan secara normal."Ngapain dibuat bingung sih, Mas. Syukur-syukur bayi dan ibunya sehat. Nggak usah aneh-aneh deh!" Dara kesal pada suaminya itu karena terus mengomentari Julies yang sedang berjuang melahirkan anak pertamanya di ruangan sana.Kemudian, pria itu

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Jangan Suudzon Dulu

    Prissa lantas menoleh cepat ke arah Daffa. "Maksud kamu apa, Daffa? Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Aku hamil lho, Daff." Suara perempuan itu nyaris tenggelam karena menahan tangisnya.Julies menoleh padanya. "Sabar, yaa. Daffa emang gitu orangnya. Kita sama-sama korban ular jahat Daffa. Aku juga pernah hamil anaknya dia. Tapi, gak tanggung jawab tuh. Orangnya malah hamilin anak orang."Julies menepuk-nepuk bahu Prissa."Yaa gak bisa gitu dong, Juls. Masa gue harus rawat anak gue sendiri?" Prissa mulai kelabakan. Harinya tak tenang kala mendengar penolakan dari Daffa."Gue gak mau nikah sama elo, Prissa. Sampai itu anak brojol pun gue gak akan mau nikah sama elo!" pekik Daffa. Pria itu sudah mulai emosi.Hatinyä dikabut kemarahan yang tak bisa ia tahan lagi. Daffa yang super emosian itu lantas menggertak Prissa. Sehingga membuat perempuan itu menatap tajam ke arahnya."Berani berbuat, gak berani tanggung jawab!" sengal Prissa dengan suara menekan."Terserah elo! Terserah, mau ngomong

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Wajahnya Mirip Daiva

    Julies tertawa melihat adegan luar biasa itu. Saling memaki dan saling berteriak. Membuatnya tak bisa untuk berhenti tertawa."Fahri, Fahri. Lucu banget sih, kamu." Julies geleng-geleng kepala. sembari mengikuti langkah Fahri menuju ruangan USG.Tak lama setelahnya, Daffa dan Dara pun tiba di sana. Menghampiri Fahri dan Julies yang sedang melihat Prissa. Perempuan itu tidak bisa ke mana-mana karena diserbu oleh empat orang.Ditambah Dokter Ami yang mulai memeriksa kandungannya. Semakin tak bisa ke mana-mana. Hanya bisa pasrah kala Dokter Ami sudah mengolesi gel di atas perutnya."Hasil USG itu akurat "kan, Dok?" tanya Fahri pada Dokter Ami."Hampir seratus persen akurat. Kita lihat dulu ya, janinnya." Dokter Ami mulai memeriksa kandungan Prissa.Ditatapnya layar monitor tersebut. Yang hanya Dokter Ami yang tahu, maksud dari gambar yang ada di sana. Mereka hanya tahu jika janin itu memang benar-benar ada di sana."Berarti bener ya, Dok. Di perutnya ada bayinya," kata Julies sambil mena

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Ambil saja Anaknya

    Prissa yang memang sedang ingin meminta pertanggungjawaban kepada Daffa pun telah menyiapkan segalanya.Memberikan alat tes kehamilan itu kepada Dara. Agar perempuan itu tahu, jika Prissa benar-benar hamil anaknya Daffa."Ada USG-nya?" tanya Dara kembali.Daffa menoleh dengan cepat ke arah Dara. Pun dengan Prissa. la terlihat gelagapan kala Dara meminta hasil USG-nya."Waktu saya periksa kehamilan dulu, sekalian USG. Karena pengen lihat perkembangan anak saya di dalam sini." Dara menunjuk perutnya yang buncit itu.Daffa tersenyum miring mendengar ucapan Dara. "Tumben, pinter. Dapat ngajarin siapa sih?" Daffa malah mencubit hidung Dara."Dari Mbak Julies. Waktu dia hamil juga katanya di-USG. Kenapa Mbak Prissa nggak USG? Emangnya, Mbak gak mau lihat calon bayi Mbak?" tanya Dara kepada perempuan yang ingin merebut suaminya itu.Tak lama kemudian, Fahri dan Julies tiba dir rumah tersebut. Kemudian Julies menghampiri Dara. Lalu, mengulas senyumnya."Gimana-gimana? Prissa beneran hamil? An

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Panggilan dari Calon Istri Daffa

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Dara pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. la melihat Daffa tengah meringkuk di atas tempat tidur. Namun, Dara hiraukan. Tetap melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.Ting!Notifikasi pesan masuk pada ponsel Daffa. Dengan malas, pria itu membuka pesan tersebut. Matanya memicing, melihat pesan masuk tersebut.Sebab, pesan masuk itu dari Prissa. Akan datang ke rumahnya untuk meminta pertanggungjawaban. Daffa memijat keningnya. Kemudian, menghubungi Fahri."Si Prissa udah mulai berulah, Ri. Dia mau ke sini. Minta tanggung jawab gue," kata Daffa setelah pria itu menerima panggilannya.Terdengar helaan napas di seberang sana. "Si Dara masih marah ke elo?" tanya Fahri."Ya. Bahkan lebih parah sejak menerima panggilan dari Prissa. Dia bener-bener nggak mau maafin gue. Malah, minta gue buat nikahin tuh orang."Katanya, gue aja tanggung jawab atas dia yang hamil bukan anak gue. Kenapa gue nggak mau tanggung jawab atas kehamilan Prissa yang jelas-j

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Kenapa Bodoh Sekali!

    "Apa yang harus aku lakukan, supaya kamu mau memaafkan kesalahanku, Dara? Apa yang bisa buat kamu memaafkan aku agar kamu bisa menerima semua perbuatan gila itu."Daffa kembali bersuara. Akan terus mengejar permintaan maaf dari Dara. Bahkan, ia rela melakukan apa saja, agar mau memaafkannya.Dara menoleh ke arah Daffa. "Tidak perlu. Mas Daffa tidak perlu melakukan apa pun. Semuanya sudah terjadi. Apa yang harus dilakukan?"Daffa bergeming. la hanya bisa menatap Dara dengan sayu. Hatinya teriris kala mendengar ucapan Dara. Terdengar sangat kecewa padanya."Jangan lengah, Daff. Si Prissa emang masih suka sama elo. Akan mencari cara agar bisa dapetin elo lagi. Sekarang, jangan pernah bertemu dengan dia sekali pun. Jauhi dia, jangan sampai elo ketemu lagi sama tuh orang."Ucapan Fahri membuat Daffa mengangguk dengan pelan. "Iya, Ri. Dari awal juga gue gak pernah mau ketemu sama dia lagi. Tapi, dia sendiri yang datang dan deketin gue."Fahri mengangguk. Lalu, menoleh ke arah Dara. "Kamu ja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status