/ Romansa / Membawa Kabur Benih Sang Paman / Tatapan yang Tak Sempat Usai

공유

Tatapan yang Tak Sempat Usai

작가: Suhadii90
last update 최신 업데이트: 2025-06-29 16:06:50

Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam. Mereka bertiga makan malam bersama di meja makan yang sunyi. Hanya denting garpu dan sendok yang sesekali terdengar ketika bersentuhan dengan piring porselen.

Lampu gantung berwarna keemasan menggantung anggun di tengah ruangan, memantulkan bayangan halus ke wajah-wajah yang duduk di bawahnya. Aroma sup krim ayam hangat menyebar pelan, menyatu dengan atmosfer yang justru semakin menyesakkan dada.

Steven duduk di ujung meja, mengenakan kemeja abu-abu gelap yang menggantung rapi di tubuh tegapnya. Matanya tidak bergerak dari satu titik: Yara.

Yara duduk tepat di seberang, sibuk menyendokkan makanan ke mulut kecil Lucas, bocah berusia enam tahun yang kini duduk manis di sampingnya.

Setiap gerakan Yara begitu halus—cara ia meniup pelan sendokan makanan, cara ia tersenyum saat Lucas menggigitnya, hingga cara tangannya dengan lembut menyeka sisa saus di sudut bibir anak itu.

Ada sesuatu yang menghentak dada Steven saat melihat semua itu. Seolah ada ge
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Biarkan Lucas Tahu Semuanya

    Mentari pagi baru saja menyelinap melalui tirai tinggi ruang rawat ketika suara ketukan tegas terdengar di pintu. Yara, yang baru saja selesai mengganti kompres dahi Lucas, menoleh dengan dahi berkerut.Begitu pintu terbuka, James masuk ditemani sorot mata dingin yang tak terbantahkan. Tubuh tegapnya dibalut setelan abu‑abu arang, seakan ia datang bukan sebagai ayah, melainkan sebagai hakim yang siap menjatuhkan vonis.“Papa?” Yara menyambut, mencoba tersenyum, namun bibirnya terasa kelu.James tidak membalas sapaan itu. Pandangannya langsung jatuh pada cucu yang terbaring lemah. Napasnya mengembus, entah menahan emosi atau menyusun kata. Ia menoleh ke Yara. “Ikut aku ke lorong. Sekarang.”Yara menghela napas gemetar, lalu menatap Lucas sebentar sebelum bergeser ke luar. Di koridor sunyi, suara mesin pendingin udara menggema lembut.James berdiri menghadap Yara, kedua tangan dimasukkan ke saku celananya—sikap formal yang tidak menyisakan ruang bagi pembelaan.“Aku akan berbicara singk

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Murkanya James dan Dinding Pertahanan Steven

    Suasana lorong rumah sakit malam itu begitu senyap. Lampu redup di langit-langit hanya menyisakan pantulan lembut di ubin putih.Di ruang bangsal kecil tempat Lucas dirawat, kehangatan begitu terasa. Meski sunyi, suasana di dalam kamar itu tak pernah sepi dari rasa—cemas, lelah, dan kasih sayang yang terpendam.Steven duduk di kursi di dekat tempat tidur Lucas, matanya menatap anak itu yang kini sudah lebih tenang.Wajah kecil Lucas tampak damai dalam tidurnya, meski kulitnya masih tampak pucat dan tubuhnya dibungkus selimut hangat. Peralatan medis di sekelilingnya memantau denyut jantung dan suhu tubuhnya secara konstan.Di sudut ruangan, Yara tertidur di sofa sempit, dengan tangan tergantung di sisi tubuh, wajahnya pucat karena kelelahan.Napasnya teratur namun lemah, sisa tangisan dan kecemasan masih terlihat jelas di kelopak matanya yang sembab.Perlahan, Steven berdiri dari kursinya dan meraih selimut tambahan yang tergantung di sandaran sofa.Dengan hati-hati, ia menyelimuti tub

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Debat yang Berujung di Rumah Sakit

    Steven kembali muncul di depan rumah Yara. Udara terasa berat, seolah turut menyimpan ketegangan yang belum selesai di antara mereka.Yara berdiri di ambang pintu, melipat tangan di dada saat Steven berjalan masuk tanpa menunggu izin.“Aku tidak akan pergi dari rumah ini,” kata Steven tanpa basa-basi. “Aku sudah memutuskan untuk tetap tinggal di sini, bersamamu dan juga Lucas.”Yara menghela napas lelah mendengarnya. “Steven, kau tidak bisa tinggal di sini. Sudah cukup kekacauan yang terjadi hari ini. Jangan ditambah lagi. Aku mohon.”“Belum selesai sampai hasil tes DNA keluar, Yara. Aku akan tinggal di sini sampai semuanya terbukti.” Suaranya keras dan penuh tekad.“Dan kalau terbukti Lucas anakmu, lalu apa? Kau akan mengambilnya? Menyingkirkanku? Mengubah hidupnya seperti membalik telapak tangan?” Yara membalas dengan suara yang tajam. Tapi sorot matanya menyimpan luka dalam yang tak sempat sembuh.Steven menatap Yara dengan mata yang melelah. “Aku tidak akan mengambil apa pun darim

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Memutuskan Mengakhiri Pertunangan

    Baru saja pintu butik tertutup setelah kepergian Nadine, suara bel kembali berdenting.Yara, yang belum sempat menarik napas lega, menoleh dengan cepat. Di ambang pintu, berdiri Steven dengan kemeja tergulung setengah lengan dan tangan menggandeng Lucas, yang masih mengenakan seragam sekolah dan tersenyum lebar.“Hai, Mama!” sapa Lucas sambil melepaskan tangan Steven dan berlari ke arah Yara.Yara membungkuk dan memeluk anak itu sekilas, tetapi matanya tertuju pada Steven yang kini melangkah masuk dengan santai. Lelaki itu terlihat percaya diri, seolah tidak ada yang salah dengan kehadirannya di tempat itu.“Aku menjemput Lucas dari sekolah. Dia tadi bilang ingin melihat butikmu,” ujar Steven ringan, seakan tindakan itu tidak menyalahi batas apa pun.Yara berdiri. Sorot matanya dingin. “Aku tidak menyuruhmu menjemputnya.”Steven mengernyit. “Aku hanya—”“Kau tidak seharusnya melakukan itu, Steven. Kau membuatnya bingung. Kau memperkeruh keadaan,” sela Yara cepat, nada suaranya jelas-je

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Yara Tak Peduli

    Pagi itu, Yara membuka tirai kaca depan butiknya, “Les Jardins de Yara”. Cahaya matahari memantul pada deretan gaun sutra pastel yang tergantung rapi, sementara aroma kopi hitam dari mug di tangannya menambah semangatnya seusai malam penuh badai emosi.Ia baru saja menata maneken terakhir saat bel pintu berdenting lembut. Yara menoleh—dan jantungnya berdegup kencang. Nadine melangkah masuk dengan keanggunan dingin: gaun sheath berwarna krem, blazer senada, serta senyum tipis yang tidak mencapai mata.“Yara. Aku harap kau tidak sedang sibuk hari ini. Aku ingin berbicara empat mata denganmu.” Nadine menoleh ke satu-satunya pramuniaga yang sedang mengepel lantai. “Bisakah kami diberi privasi?”Pramuniaga itu memandang Yara sejenak. Mendapat anggukan singkat dari sang majikan, ia segera menyingkir ke gudang belakang. Ruang butik langsung terasa lebih lapang—dan lebih berbahaya.Nadine berkeliling perlahan, ujung jemarinya menyusuri lipatan gaun di etalase seolah menilai kualitas kain. “Bu

  • Membawa Kabur Benih Sang Paman   Kemarahan Yara

    Hening menguasai kamar kecil itu, hanya diselingi oleh suara napas berat Lucas yang masih demam. Yara duduk di sisi ranjang, memeluk lututnya sendiri sambil menatap anak itu.Tangisnya nyaris tak bersuara, tapi pipinya basah oleh air mata yang terus mengalir. Dadanya sesak oleh rasa bersalah, ketakutan, dan luka lama yang kembali mencuat.“Apa yang harus aku lakukan,” bisiknya lirih, nyaris seperti doa yang patah di ujung lidah. “Steven… jangan lakukan ini… jangan rusak dunia kecil kami.”Lucas mengigau pelan, membuat Yara segera menghapus air matanya. Ia membelai rambut anak itu dan menciumnya. Tapi hatinya tetap tak tenang.Ia tahu Steven bukan pria yang akan mundur ketika sudah mencium kebenaran. Dan jika ia benar-benar melakukan tes DNA—apa yang akan tersisa untuknya dan Lucas?Keesokan paginya, mentari belum terlalu tinggi saat Nadine datang berkunjung, membawa sekotak mainan dan senyum hangat yang dibuat-buat.Ia mengenakan dress lembut berwarna biru muda, rambutnya dikuncir kud

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status