Caracas, Venezuela.Sudah dua hari, Martin tak pulang ke mansion, membereskan kekacauan yang terjadi di markas. Senjata api miliknya dicuri para gangster. Martin sebisa mungkin mengambil senjata yang masih tersisa dan tak segan-segan membantai para gangster. Selama itu pula, dia selalu mengirimkan pesan singkat pada Diana. Walaupun sama sekali tak ada balasan. Martin memaklumi, mungkin saja Diana sedang sibuk mengurusi Angelo dan Angela. Namun, tepat hari ini Martin dilanda kegelisahan. Siang hari ketika warna jingga belum menyemburat di langit. Setelah selesai dengan segala urusan ia pun kembali ke rumah. Begitu sampai di mansion, tepatnya di ruang tengah, dengan langkah gontai Martin menjatuhkan diri ke sofa, matanya berpendar ke segala arah, menilik seseorang. Bagian bawah matanya menghitam, akibat tak tidur, rambut cokelatnya pun terlihat acak-acakkan dan bibirnya sedikit pucat karena kemarin perut sebelah kanan ditusuk oleh salah seorang gangster. Tercium pula aroma amis darah m
Awan menggumpal di atas pencakar langit diikuti suara gemuruh bersahut-sahut menjadi satu, pun bersamaan angin kencang menabrak beberapa pepohonan di luar sana, membuat dedaunan di dahan berjatuhan ke tanah, menandakan sebentar lagi hujan akan turun sangat lebat. Di sebuah ruangan kumuh, pengap dan minim pencahayaan. Tepatnya di tengah-tengah ruangan, Diana duduk di kursi, dengan kedua tangan terikat ke belakang. Kepalanya ditutup dengan kain berwarna hitam. Mulutnya pun dilakban. Byur!Diana tersentak dan meringis sejenak saat tubuhnya baru saja disiram dengan air keruh. Sudah dua hari Diana tak melihat cahaya. Tanpa makan dan minum, Diana mencoba bertahan. Badannya pun terlihat lemah sekarang. Kemarin, saat terbangun, matanya sudah ditutup rapat-rapat. Ingatan terakhirnya saat Kornelius mengirimkan pesan untuk bertemu. Diana mengutuk diri sendirinya karena bertindak ceroboh dan menebak tengah disekap musuh Martin saat ini. "Jadi kau yang bernama Diana?" Berjarak enam meter, sese
"Bedebah kau!""Mengapa kau berkhianat, padahal aku sudah mempercayaimu!" Diana memekik nyaring sambil menggerakkan tangan di belakang dan menatap tajam sosok tersebut. Yang kini menyeringai tipis. Napasnya terdengar memburu hingga urat-urat di sekitar mata menyembul sedikit. Marah, sesal dan terlampau kecewa. Sebab seseorang yang amat dia percayai, menikamnya dari belakang. Theodore malah terkekeh-kekeh kemudian berjalan cepat menuju kursi dan mendaratkan bokongnya di kursi plastik berwarna merah. "Emosional sekali tapi aku suka, Ursula kemarilah! Lepaslah wigmu itu, aku lebih suka rambut pendekmu." Melirik Ursula sekilas, Theodore pun berseru. "Yes, Mister, as you wish." Ursula mendekat sambil menarik rambut palsu dari kepala dan menjatuhkannya ke lantai kemudian duduk di atas paha Theodore."Aku suka rambutmu yang begini." Theodore mengecup pelan leher jenjang Ursula dari samping, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ursula. Ursula mengulum senyum dan berkata,"Thanks, Mister.""K
Di atas sana langit sangat gelap. Kilatan pun menyambar-nyambar. Saat ini, hujan turun sangat lebat disertai gemuruh angin kencang, membuat bunyi tetesan air hujan di atas genteng terdengar amat jelas di indera pendengaran seseorang. Udara malam terasa sangat sejuk, tapi tidak dengan pria di dalam rumah yang hanya memakai celana jeans biru. Ia sama sekali tak merasakan dingin, meski angin malam menerpa kulit dan otot-otot kekarnya yang terlihat amat jelas sekarang. Pak!Pak! Pak! Di sebuah rumah berlapis kayu, bercahayakan lampu temaram dan sedikit redup, terdengar suara kapak saling beradu. Tercium bau amis darah, bau kayu yang sudah sedikit tua dan bau tanah bercampur menjadi satu. Di sudut ruangan terdapat sebuah baskom besar berwarna biru, di dalamnya terlihat sepasang kaki manusia masih utuh. Daging berwarna merah itu nampak masih segar dan baru saja ditetak. Pak! Sekali lagi terdengar kapak berayun di tengah-tengah ruangan. Bersamaan pula cipratan darah menyembur ke segala
Di atas pencakar Sacramento, terlihat tiga buah helikopter jenis Agusta 129 Mangusta membelah langit malam. Yang merupakan salah satu jenis helikopter serbu paling canggih di dunia, dirancang khusus untuk peran anti lapis-baja dan memiliki satu laras meriam serta dapat menggendong serenteng senapan mesin. Tidak hanya itu, dapat pula membawa rudal anti-tank dan roket medusa berkekuatan super tinggi. Setelah mengetahui titik persembunyian Constantine, tanpa pikir panjang Martin pergi ke Sacramento, tempat di mana Diana disekap. Martin baru saja teringat jika Constantine memiliki bisnis lain di ibu kota California itu. Bersama B, Lopez dan anak buah yang memiliki kemampuan khusus mereka telah tiba di gedung tertinggi di Sacramento. Ketiga buah helikopter berwarna hijau pekat pun berhenti di helipad, landasan khusus helikopter. Terlihat tetesan-tetesan air hujan masih mengalir dari benda super canggih tersebut. Memakai kacamata hitam dan rompi anti peluru menempel di badan, Martin melom
Diana semakin panik, lantas menatap tajam Fabrizio sambil menggesekkan ikatan di belakang hingga membuat pergelangan tangannya terlihat merah sekarang. "Hahaha, kau semakin cantik jika sedang marah." Dengan tergesa-gesa Fabrizio menurunkan celana. Lalu membungkuk sejenak. Akan tetapi, ketika hendak menegakkan badan, Diana menyundul dagunya dengan sangat kuat."Argh!!!" Mata Fabrizio terbelalak. Dalam keadaan celana melorot ke bawah, ia terhuyung-huyung ke belakang sembari memegang dagunya yang terasa sakit, seakan-akan ikut bergeser. "Mati kau!" Secepat kilat Diana menyentak kasar kursi kayu tersebut. Dalam keadaan tangan masih terikat di belakang, ia mengangkatnya. Alhasil kaki kursi pun patah sebagian. Setelah itu ia berjalan dengan gesit ke depan dan menyeruduk Fabrizio memakai kepalanya. Sampai pada akhirnya Fabrizio terpental ke dinding. Berhasil, ikatan terlepas dan kursi pun hancur. Diana mundur beberapa langkah."Ahk!" pekik Fabrizio menahan sakit di dagu dan di sekujur pe
Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan di gedung, kini anak buah Theodore dan anak buah Martin saling menyerang satu sama lain. Di depan gedung, B sudah berhasil melumpuhkan sebagian anak buah Theodore. Pria itu terlihat menyeramkan, melontarkan timah sambil tertawa terbahak-bahak, seakan-akan sedang bermain di wahana permainan. Di samping bangunan, Martin pun, dengan sigap menendang pintu sambil melontarkan timah panas ke arah anak buah Theodore. Berdiri, dengan jarak dua meter Lopez dan para pria bertubuh tegap dan kekar, melindungi Martin sambil menembak musuh yang berdatangan dari sisi kiri dan kanan. "Diana!" teriak Martin. Memandang ke arah Diana, bergeming dengan tangan terikat ke belakang. Matanya membola seketika, tatkala melihat Fabrizio menyeret kursi Diana ke suatu tempat. Semakin cepat langkah kakinya. Akan tetapi, entah datang dari mana, seseorang melempar bom asap ke arahnya, mengakibatkan asap mengepul lebat ke udara hingga membuat Martin dan seluruh anak buahnya tak d
Angelo menarik tangan Angela seketika hingga empat pasang mata mungil itu bertemu. Bocah lelaki itu memberi kode untuk jangan terlalu berkata jujur. Angela membalas dengan mengangguk pelan. "Hei, kalian belum menjawab pertanyaanku, kenapa kalian ada di sini? Ini sudah malam Sayang." Theodore meraih tangan Angelo dan Angela seketika kemudian menuntun mereka menepi ke pinggir jalan. Ia baru saja dari mansion. Menenangkan Helena yang kembali mengamuk tadi. Theodore mendapatkan kabar bila Martin telah datang ke gedung. Dia pun bergegas hendak kembali ke gedung dan tak lupa memberi perintah pada Fabrizio agar menahan Martin. Akan tetapi, saat di perjalanan, dia tak sengaja bertemu dua bocah yang ditemuinya di Caracas sewaktu itu. Tentu saja, benak Theodore dipenuhi tanda tanya besar. Venezuela sangatlah jauh, sementara sekarang mereka di benua Amerika Serikat.Angela mendongak lalu berkata,"Kami ke sini ingin membantu Daddy."Kening Theodore berkerut kuat."Membantu Daddy? Memangnya Daddy