Share

Cantik Butuh Modal

Author: Ina Yasri
last update Last Updated: 2021-10-15 17:13:53

"Minumlah!" tiba-tiba seseorang menyodorkan sebuah minuman ke arahku.

Ragu-ragu aku mengambil gelas yang berisi minuman tersebut.

"Te-terima kasih, Bu!"

"Jangan sungkan. Panggil saja Oma Lastri." Ia meneguk air yang berada dalam gelasnya. Lalu menatapku dengan tersenyum.

"Oma lihat kamu nampak bingung? Kenapa? Maaf kalau pertanyaan Oma lancang."

Aku terdiam sejenak, apa mungkin aku kelihatan bingung, mungkin iya lantaran aku tidak terbiasa di tempat seperti ini, semua orang terlihat begitu cantik dan elegan, sementara aku ... Tentunya berbeda jauh.

"Nak, kenapa diam?" tanya Oma Lastri mebuyarkan lamunan.

"Em, eh gak kok, Oma. Aku cuma merasa asing saja berada di sini." ucapku dengan perasaan canggung.

"Oh iya siapa namamu?"

"Naya Putri, Oma."

"Oh, jadi Nak Naya pergi ke sini sama siapa?"

"Em, sama suami, Ibu mertua juga adik ipar."

"Lalu kemana mereka?"

Aku hanya menggeleng pelan bingung mau jawab apa, bagaiamana pun mereka adalah suami dan keluarga bagiku, jadi tidak mungkin aku mengatakan kalau sebenarnya mereka tidak mau aku dekat-dekat mereka.

"Jangan canggung, nikmati pestanya anggap saja pesta kamu sendiri!"

"I-iya, Oma." Aku tersenyum canggung, entah bagaimana caranya aku harus menikmati pesta ini, sementara menatap diriku sendiri, seketika rasa percaya diri hilang karena penampilan yang, kurasa paling berbeda.

Pesta ini sungguh sangat meriah, setelah siang tadi akad, malamnya resepsi. Sepertinya benar-benar pesta kelas orang elit. Dari tadi aku dibuat berdecak kagum, sementara Oma yang sejak tadi bersamaku hanya tersenyum melihat tingkahku. Mungkin aku benar-benar kelihatan seperti orang norak.

Hampir dua jam berada di sini aku tidak melihat Mas Bram, sejak kami datang bersama tadi, kemana dia? Sementara Mama dan Mita dari jauh aku melihat mereka sibuk bersenda gurau dengan tamu yang lainnya entah teman mereka atau bukan.

"Itu, Rania sampai tidur gitu kasian," ujar Oma Lastri melihatku menggendong Rania yang tengah tidur.

"Iya, Oma."

Tanganku sudah mulai terasa kram, karena menggendong Rania terlalu lama. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu di dalam mobil saja. Mudah-mudahan mobilnya tidak dikunci Mas Bram karena kelupaan. Aku dan Oma Lastri pun berpisah di parkiran.

"Kamu yakin tidak mau, Oma antar kasian anakmu!" tanya Oma Lastri, perempuan yang baru saja kukenal dipesta ini beberapa jam yang lalu, namun ia terlihat begitu baik.

"Terima kasih atas tawarannya, Oma. Aku nungguin suami sama mertua saja!" tolakku santun.

"Baiklah kalau begitu, Oma duluan!"

"Iya, Oma hati-hati!" 

Oma Lastri hanya tersenyum lalu mengangguk dan segera pergi, entah apa hubungannya Oma Lastri dengan yang punya hajatan aku tidak banyak cerita karena masih merasa canggung. Namun, nampaknya Oma bukan orang sembarangan terlihat dari tampilannya, dan orang-orang pun nampak hormat saat bertemu dengannya.

Aku merasa lega, seperti harapanku Mas Bram lupa mengunci mobilnya dan akhirnya aku dan Rania bisa menunggu dalam mobil sembari tiduran.

Entah sudah berapa lama aku tertidur bersama Rania, tubuhku terasa ada yang mengguncang, pelan aku mengucek mata. Ternyata Mama sama Mita.

"Mana, Bram?" tanya Mama.

"Gak tau, Ma," balasku dengan masih ngantuk.

"Gak tau gimana? Itu kamu bisa masuk ke dalam mobil gimana?"

"Tadi mobilnya gak dikunci, sepertinya Mas Bram lupa nguncinya. Jadilah aku dan Rania bisa masuk."

Mama nampak kesal dengan jawabanku, ia segera merogoh ponsel dalam tas kecilnya, lalu terdengar setelahnya ia tengah berbicara dengan seseorang entah siapa. Tidak lama kemudian Mas Bram datang. Mungkin Tadi Mama menelpon Mas Bram.

"Kamu kemana aja sih, Bram pergi sampai lupa ngunci mobil," cerca Mama setelah Mas Bram datang.

"Em, gitu ya? Maaf tadi buru-buru kebelet pipis," jawab Mas Bram nampak salah tingkah.

"Ya udah ayo pulang!" tegas Mama.

Dan akhirnya kami pun pulang dalam keheningan. Sepertinya Mama dan Mita lelah, dan ngantuk. Syukurlah jadi aku dan Rania bisa melanjutkan tidur sampai rumah tanpa ada yang ngomel-ngomel.

***

"Mas, kok transfer uang bulananya cuma satu juta setengah?" Aku bertanya pada Mas Bram yang sedang santai di bibir ranjang sembari bersenda gurau bersama Rania. Setelah mengecek mutasai rekening dengan M-banking pada ponselku.

"Iya, maaf Mas lupa bilang kalau bulan ini, Mas ada kebutuhan lebih," jawab Mas Bram santai, padahal uang dua juta yang ia berikan buat jatah kebutuhan dapur selama sebulan saja kurang, tidak jarang Mama sama Mita protes saat aku memasak menu tempe atau tahu goreng.

"Padahal aku ingin sekali, Mas bulan ini beli bedak sama lipstik cuma 35 ribu." Aku menyuarakan keinginanku. Karena cantik butuh modal.

"Udah gak usah pake yang begituan kamu sudah cantik."

"Tapi, Mas aku juga mau cantik kayak Mita." Kalau aku benar cantik menurut versinya kenapa waktu di pesta ia malah meninggalkanku bersama Rania?

"Udah syukurin aja yang ada, Mas lagi butuh uang, bukannya membantu malah protes." Wajah Mas Bram mulai terlihat kesal. Ia beranjak dari tempat duduknya dan berlalu keluar.

Aku jadi merasa bersalah karena telah membebaninya, baiknya aku menyusulnya dan minta maaf.

"Kok cuma segini, Mas? Kuranglah ke salon 150 ribu mana cukup?" protes Mita. Mas Arya pun kembali memberikan  dua lembar uang berwarna merah.

"Nah gitu dong, Mas Bram tersayang sama adik sendiri jangan pelit-pelit," ujar Mita, seraya tersenyum lebar.

Aku yang tadinya berniat minta maaf, seketika merasa dibohongi.

"Mas, bukannya tadi, Mas bilang bulan ini Mas lagi butuh uang saat aku minta beli bedak sama lipstik cuma 35 ribu?" protesku, karena merasa tidak dihargai.

"Apa? Mbak Nay juga mau minta jatah buat beli bedak sama lipstik biar bisa cantik kayak aku?" Mita tertawa. "Nyadar, Mbak. Mbak itu gak bakalan bisa cantik kayak aku," sambungnya lagi sembari tertawa dan mengibas-ngibaskan uang yang baru saja diberi Mas Bram.

Aku tidak pernah melarang Mas Bram memberikan uangnya pada Mama juga Mita, bahkan biasanya Mas Bram akan memberikan uang padaku setelah sisa dari memberi Mama, aku tidak marah bagaimana pun Mas Bram bertanggung jawab terhadap keduanya apalagi Papa sudah tiada.

Tetapi, salahkah aku hanya minta jatah untuk beli bedak dan lipstik yang harganya tidak seberapa?

"Udah jangan protes, Mita lebih butuh!" ucap Mas Bram dingin.

Astaga!

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Rahasia Tuhan (Ending)

    Usai subuh aku merapikan kamar, hari ini Dewa dan Keluarganya akan pulang ke Amerika setelah menginap beberapa hari di Indonesia.Aku bahagia meski akhirnya tidak bisa bersama setidaknya hubungan ini tetap berakhir dengan baik. Ya meski dalam hati masih ada rasa yang masih tertinggal, semoga itu menjadi doa kebahagian untuk, Dewa dan keluarganya.Hari ini aku juga berencana akan pergi ke pondok pesantren untuk mengunjungi, Rania. Saat aku tengah merapikan seprey yang baru kuganti, Nadifa datang."Mbak, lagi sibuk gak?" tanya Nadifa sembari membukan pintu, dan menampakkan bagian wajahnya."Gak nih, ada apa?" tanyaku balik."Boleh aku masuk?""Masuk aja!" ucapku.Nadifa pun masuk, dan langsung menghempaskan pantatnya di sisi ranjang. Aku pun ikut duduk di sisinya."Mbak, aku mau ngomong serius," ucap Nadifa sembari memutar tubuhnya menghadapku, lalu memegang tanganku."Mau ngomong apa sih, kayaknya serius banget?" ta

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Mereka yang Datang dengan Penyesalan

    Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 35 menit akhirnya aku tiba dirumah. Satpam yang jaga di depan segera membukakan pintu begitu melihat kedatanganku.Perlahan aku menghela nafas lalu membuangnya dengan masygul, ada perasaan tidak enak karena membuat, Oma menunggu. Begitu memasukkan mobil ke parkir aku langsung menuju pintu utama, Oma pasti sudah menungguku.Perlahan aku menekan handel pintu, berharap begitu melihat kepulanganku, Oma menyambut seperti biasanya, dengan senyuman meski kali ini aku telat.Namun, begitu pintu terbuka, mataku membulat melihat tamu yang sangat ini tengah berbincang dengan Oma di ruang tamu. Apa aku tidak salah lihat?Aku tertegun sesaat, bingung dari mana aku harus memulai kata, seseorang yang terkadang membuat rindu kini hadir kembali? Untuk apa? Aku masih menerka-nerka. Lalu perhatianku teralih pada seorang perempuan cantik dengan balutan busana muslimah menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka, itulah yang kulihat.

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Lelaki yang Menyesali Kesalahannya

    Dua tahun telah berlalu sejak kejadian itu, sejak itu pula aku tidak lagi pernah bertemu, Dewa. Dia benar-benar melupakanku, dan pelan aku pun perlahan berusaha melupakannya, tidak mudah memang, tetapi bukan tidak mungkin.Hari-hari kulalui dengan berat, dan perasaan sedih. Hanya, Oma dan Rania yang selalu memberi semangat. Menyadarkanku untuk senantiasa tegar, sebab satu masalah yang terjadi bukan akhir dari segalanya.Dua kali gagal dalam rumah tangga dan satu kali batal bertunangan cukup membuatku trauma untuk kembali membuka hati pada seorang laki-laki. Bagiku saat ini, masa depan Rania adalah segalanya.Bukankah memulai semuanya dengan hal yang baru jauh lebih baik, dari pada mengingat-ingat masa lalu? Aku bersyukur sampai detik ini Tuhan masih mengizinkan, aku untuk membersamai, Oma di usi beliau yang semakin senja. Aku ingin lebih lama lagi merawatnya."Naya," panggil Oma saat aku tengah membereskan kamar, karena kebetulan hari ini libur."I

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Kalimat Berkesan Dari Oma

    Aku mundur ke belakang, tubuh bergetar hebat. Sementara, tungkai kakiku begitu terasa lemas. Tidak percaya dengan yang barusan kulihat. Air mataku semakin deras mengalir bagai hujan yang tiba-tiba turun tanpa aba-aba, rasanya dada begitu sesak.Setelah merasa lebih tenang dengan menumpahkan tangis aku kembali melihat ke jendela, aku sudah tidak melihat, Doni lagi sepertinya sudah pergi. Begitu pun dengan Tante Alana sudah tak terlihat. Apa mereka juga sudah pergi?Saat tengah sibuk mencari keberadaan mereka, aku melihat, Dewa menuju mobil sepertinya sebentar lagi ia akan pergi, sekilas ia menatap ke arah jendela kamarku, buru-buru aku bersembunyi di balik gorden, aku tak sanggup melihatnya. Setelah dirasa cukup lama perlahan aku kembali menyingkap tirai gorden, mobil Dewa perlahan meninggalkan halaman rumah, dadaku semakin terasa sesak yang amat sangat bersama kepergiannya, yang sebenarnya tidak kuinginkan. Tetapi, aku bisa apa hanya bisa pasrah. Semoga ini jalan

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Jangan Pergi

    Sementara itu, tanpa rasa bersalah Doni berjalan melewati aku dan Oma. Kedua tangannya ia masukkan dalam saku celana, sungguh gayanya seakan tidak terjadi sesuatu apapun."Doni, mau kemana kamu?" tanya Oma begitu melihat Doni hendak keluar kamar.Doni memutar tubuhnya. "Urusan saya sudah selesai," jawabnya santai."Apa maksudmu? Saya yakin kamu sengaja mengacaukan semua ini," geram, Oma.Doni hanya mengendikkan bahu dan tertawa."Saya akan melaporkan kamu ke polisi," ancam Oma.Doni menghentikan tawanya dan menatap serius ke arah, Oma."Jangan coba-coba mengancam, saya! Tentunya kamu tidak ingin, 'kan cucu kesayanganmu yang kini tengah beranjak remaja itu kenapa-kenapa?" ucap Doni santai tapi penuh ancaman.Seketika aku teringat, Rania. "Oma, biarkan saja dia pergi!" ucapku, karena aku tidak ingin mengambil resiko lelaki bre*gs*k sepertinya bisa saja melakukan apapun agar tujuannya tercapai.Mendengar perkataanku, Doni t

  • Membuat Suami dan Mertua Menyesal   Batalkan Saja Pertunangannya

    Dekorasi nuansa putih dengan perpaduan warna ungu menghiasi taman belakang. Para pelayan bagian konsumsi juga nampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Para tamu undangan juga mulai berdatangan.Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga, apa lagi kalau bukan hari pertunanganku dan Dewa. Perasaan gugup tidak bisa kutepiskan, padahal ini bukan kali pertama aku akan menikah.Berkali-kali aku mematut diri di depan cermin, mensugesti diri agar tidak gugup. Aku berbalik saat melihat pintu kamar terbuka. Oma tersenyum menatap ke arahku lalu berjalan mendekatiku."Oma ...." ucapku, aku pun duduk di sisi ranjang bersama Oma."Mudah-mudahan pernikahanmu kali ini langgeng ya, Sayang. Oma hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu dan juga Dewa," ucap Oma sembari memegang tanganku."Aamiin ... Terima kasih, Oma itu sudah lebih dari cukup," jawabku tersenyum, lalu memeluk tubuhnya. Oma pun membalas pelukanku sembari mengusap-ngusap punggungku."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status