Share

Kerja Dua Kali

Penulis: Nisa Khair
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-14 16:43:33

Sayangnya, itu semua tak dapat diselesaikan dengan mudah.

Jam tiga pagi, Dina kembali terbangun karena mendengar suara anaknya menangis.

Segera diperiksanya celana sang anak yang ternyata basah karena pipis.

Dina segera mengganti dengan pakaian bersih setelah membersihkan badan anaknya terlebih dahulu dengan air hangat. Setelah semua dirasa beres, termasuk selimut dan alas tidur yang kena pipis masuk ke keranjang baju kotor, Dina memberikan ASI pada sang buah hati. Bocah kecil itupun kembali terlelap setelah kenyang dan puas menyusu.

Dina yang menyusui sambil rebahan ikut tertidur lagi, kemudian terbangun oleh suara adzan subuh. Ia lihat putrinya yang masih tertidur lelap. Ia pun segera bangkit untuk membersihkan diri, lalu melaksanakan ibadah sholat Subuh bersama suami.

Kala Dina melihat anaknya masih terlelap, ia  pun memutuskan untuk ke dapur merebus air untuk membuat kopi. Kebetulan, di dapur masih ada beberapa ubi jalar yang dibeli beberapa hari yang lalu.

Ia pun bergegas mengambil pisau lantas mengupas ubi, dipotong-potong, kemudian dikukus setelah dicuci bersih. Inilah menu andalan Dina, karena sang suami lebih menyukai ubi daripada nasi. Dina tak terlalu pusing dengan menu sarapan untuk sang suami. Asal ada kopi dan ubi, maka paginya akan aman.

Awalnya Dina memang terkejut dengan kebiasaan suaminya, sebab makan ubi bagi Dina hanya selingan, bukan menjadi makanan pokok. Namun, lama-kelamaan Dina menjadi terbiasa makan ubi sebagai menu utama.

Seringkali, jika sampai matahari beranjak tinggi dan ia belum sempat masak, sedangkan ibu menyusui butuh banyak asupan, maka ngemil ubi tak masalah bagi Dina. Ia juga tak segan mengenalkan ubi pada Putri sebagai menu MPASI.

"Lihat, Sayang, ibu lagi buat kopi, nih," ucap Deny seraya membawa putri mereka ke dapur. Dini sedikit terkejut dengan kedatangan mereka ketika dirinya tengah sibuk di dapur. Hal ini juga yang disyukuri oleh Dina, sang suami tak segan membantu mengurus Putri jika sedang di rumah.

Dina yang baru saja menuang air panas pun menoleh, lalu tersenyum melihat putri kecilnya sudah bangun.

"Hai, Sayang. Anak ibu sudah bangun, ya," sapanya, lantas bergegas mencuci tangan, kemudian mengulurkan tangan karena tangan Putri sudah menggapai-gapai seakan minta digendong sang ibu.

"Kasih ASI dulu deh, Bu, kayaknya lapar dia," ucap Deny, lalu memberi kecupan kecil di pipi putri kecilnya.

"Oke, Pak, ini tolong nanti dilihat udah mateng apa belum ya, Pak," Dina menitipkan ubi yang ia kukus pada suaminya, lalu mengASIhi Putri dengan kasih sayang.

***

Jam setengah delapan pagi, suami Dina sudah berangkat kerja. Di rumah tinggal berdua Dina bersama Putri. Cuaca sedang cerah, jadi diajaklah Putri berjemur di lapangan. Sedang asyik berjemur, Dina mencium bau yang ia kenal. Diperiksa celana bocah kecilnya. Dan benar saja, Putri buang air besar di celana. Gegas dibawa pulang untuk dibersihkan.

"Sekalian mandi ya, Sayang," ucap Dina setelah selesai membersihkan bagian belakang Putri. Bocah kecil itu malah terkekeh seakan senang mendengar kata mandi.

Sembari menggendong, Dina ambil ember khusus untuk mandi putrinya. Lalu diisi dengan air keran. Putri sudah terbiasa mandi air keran sejak umur tiga bulan.

Kini putri cantiknya sudah bersih dan wangi, Dina kembali mengASIhi karena setelah mandi, biasanya lapar lalu tidur. Benar saja, baru seperempat jam, mata bocah kecil itu sudah terpejam. Dina memakaikan selimut setelah meletakkan putrinya di atas kasur.

Sekarang Dina bergelut dengan cucian. Ia rendam semua dengan air. Tak lupa sebelumnya dipisahkan baju anaknya yang terkena ompol. Menunggu rendaman baju kotor, Dina mengisi perut dan minum kopi sisa suaminya pagi tadi.

Tak menunggu waktu lama, mumpung bocah kecilnya tidur nyenyak, ia bereskan cucian. Lalu ia memasang beberapa tali di kamar mandi untuk menjemur sementara cuciannya.

'Hmm ... , jadi kerja dua kali,' Dina berkata dalam hati setelah menjemur sebagian cuciannya, karena tak muat jika ia jemur semua di dalam kamar mandi. Ia pasang telinga baik-baik, menunggu Dewi keluar rumah supaya bisa mengeluarkan semua jemurannya di luar. 'Mudahan nggak keburu Putri bangun,' Dina membatin lagi.

Tak berapa lama kemudian, terdengar suara mesin motor dinyalakan, kemudian berhenti. Tak lama kemudian hidup lagi, dan perlahan bergerak mendekati pintu gerbang di depan kamar Dina. Setelah itu keluar dan perlahan bergerak menjauh dari rumah kontrakan. Sementara itu, Dina mengintip dari jendela, lega sekali melihat Dewi sudah keluar, jadi ia bisa mengeluarkan semua cuciannya, tentu saja supaya cepat kering.

Baru saja Dina meluruskan kaki sambil menonton acara televisi, setelah selesai dengan cucian segambreng, datanglah Bu Yati. Bu Yati ini tetangga samping kanan rumah Dina, rumah nomer tiga dari ujung. Saat itu, pintu rumah Dina dalam keadaan terbuka.

"Tante," panggil Bu Yati yang sudah ada di depan pintu. Dina sedikit terlonjak kaget karena kemunculan Bu Yati yang tiba-tiba.

"Dalem Budhe," semenjak punya anak, Dina lebih sering memanggil Budhe daripada Mbak. Usianya memang beda empat tahun lebih tua dari Dina.

"Kemarin si itu habis ngamuk, ya?" Bu Yati berkata sambil mukanya mengisyaratkan rumah sebelah.

"Teteh yang ngasih tau," lanjutnya lagi ketika melihat wajah Dina yang terlihat bertanya. Teteh yang dimaksud adalah Nia.

"Ya gitulah, Budhe," Dina menjawab setelah Bu Yati duduk di depan pintu, penuh rasa penasaran.

"Emang ya, itu orang nggak ada capeknya. Semua yang di sini kayak dimusuhin tau sama dia, Tante," Bu Yati langsung bercerita dengan berapi-api . 

.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status