Share

Pillow Talk

Penulis: Nisa Khair
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-14 16:26:40

"Mas lihat dari tadi sepertinya kok, murung? Kenapa? Apa tadi Putri rewel?" Deny kembali bertanya, sebab sang istri tak kunjung merespon pertanyaannya.

Dina yang sedang menidurkan Putri, anak mereka, menoleh. Dia lihat wajah lelah suaminya yang baru pulang kerja.

'Cerita nggak, ya?' Dina bertanya dalam hati. 'Nanti sajalah kalau waktunya tepat aku baru cerita.'

"Nggak ada apa-apa kok, Mas." Dina menjawab sambil berusaha melepaskan diri dari putrinya yang sudah selesai menyusu namun masih menempel.

"Putri juga nggak rewel, Mas." Lalu dikecup pipi anak semata wayang mereka. Dipandangi sekali lagi wajah tenang putrinya. Ada rasa bersalah sebab insiden pagi tadi yang harus disaksikan oleh anak sekecil itu.

"Mas pasti capek baru pulang kerja. Mau mandi dulu apa makan dulu? Tadi sudah kusiapkan sayur asem kesukaanmu, dengan banyak kacang tanah seperti biasa." Dina lalu bangkit dari atas kasur, lalu mengajak sang suami keluar kamar dimana anak mereka tidur.

"Yakin nih, nggak ada apa-apa?" Deny masih tak percaya dengan jawaban istrinya.

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Deny pun mengalah untuk tidak lagi mendesak istrinya. "Ya udah, Mas mandi dulu, setelah itu kita makan sama-sama. Nanti kalau sudah mau cerita, bilang ya, Sayang." Deny berkata sambil menangkup wajah Dina dengan kedua tangannya.

"Iya ... iya. Udah ah, sana mandi. Bau tau." Dina berkata sambil pura-pura menutup hidung dan menjauhkan badan sang suami. Tentu saja Deny menjadi gemas lalu mengecup pelan pipi Dina. Deny pun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sementara Deny mandi, Dina mengambil nasi ke piring, supaya nanti saat mereka makan, nasinya tidak panas lagi. Setelah itu dibuatkan telur dadar untuk teman makan. Sejak memiliki bayi, lauk telur jadi andalannya karena praktis dan cepat.

***

"Tadi pagi mbak Dewi ke sini, Mas," Dina berkata pada sang suami saat mereka sudah bersiap tidur. Mereka biasa berbincang dan bercerita kegiatan sehari-hari secara bergantian.

"Oh, ya? Dia ngapain lagi?" Deny bertanya sambil menegakkan kepala dan menoleh ke arah Dina. Tiba-tiba saja dia teringat kalau Dewi pernah memporak-porandakan isi teras mereka. Beruntung waktu itu pintu dalam kondisi terkunci, dan Dina pun tidak meladeni.

"Dia bilang kalau kena air jemuran. Dia keganggu, sampai teriak-teriak tadi. Mana pas aku lagi nyuapin Putri makan lagi." Dina berkata lirih sekali. Seperti hendak menangis.

"Terus dia bilang apalagi, Sayang?" Deny mulai khawatir. Istrinya bukan orang yang tahan dengan teriakan, karena ia akan terus kepikiran dalam waktu lama, bahkan terbawa tidur sampai mengigau.

Deny sering menemukan istrinya menangis dalam tidurnya. Seperti beberapa waktu lalu, Dina bercerita kalau ada orang yang teriak-teriak di depan rumah mereka, bahkan semua barang yang ada di teras berpindah beberapa meter jauhnya karena dilempar-lempar. Malamnya Dina mengigau seperti orang ketakutan, lalu menangis. Dan itu terulang sampai beberapa hari.

Bagaimana dengan yang sekarang, ada orang yang berteriak langsung di depan istrinya? Deny berharap kali ini istri sensitifnya lebih tabah.

Dina menceritakan kejadian yang ia alami pagi hingga siang tadi. Tidak ada yang ditutupi. Deny menyimak semua yang dituturkan oleh istrinya dengan wajah prihatin.

"Aku bingung, Mas. Aku musti jemur baju dimana?" Kali ini ada yang menetes dari sudut mata Dina. Sementara Deny masih menyimak.

"Ya udah, jemur di kamar mandi, kalau udah nggak netes baru keluarin." Pungkas Deny mencoba memberi solusi. Dina melengak mendengar usulan suaminya.

"Masa jemur di kamar mandi? Kamar mandi kita emang segede apa?" Dina membayangkan kamar mandinya yang akan penuh dengan jemuran.

"Buat sementara aja, biar dia nggak ngamuk lagi. Kamu sabar ya, ini nggak akan lama kok, kita di sini. Mas lagi lihat-lihat kontrakan, tapi belum ada yang cocok. Nanti kalau sudah dapat, kita pindah ya, biar kamu nyaman kalau Mas tinggal di rumah." Deny berkata sambil mengelus kepala sang istri.

"Oke, deh. Makasih ya, Mas." Dina menyetujui meski dengan berat hati. Ia pun mulai tersenyum sebab merasa terhibur dengan kalimat terakhir yang disampaikan oleh suaminya. Diam-diam dia berdoa semoga secepatnya dapat tempat tinggal yang lebih nyaman.

"Makasih buat apa, sih? Kan udah kewajiban Mas buat nyediain tempat tinggal yang nyaman buat kamu. Mas minta maaf ya, selama ini belum bisa melakukan itu, malah di sini dapat tetangga yang unik." Berkata Deny sambil memeluk istrinya.

"Udah, jangan sedih lagi, sekarang istirahat ya, kamu pasti capek di rumah ngurus Putri sendirian. Mumpung dia bobo cantik. Apalagi si cantik ini sekarang suka sekali nempel di ketiak ." Deny berkata dengan diakhiri tawa, berharap istrinya melupakan sejenak kesedihan karena tetangga mereka yang unik.

Dina hanya tersenyum menanggapi perkataan suaminya. Bersyukur karena sang suami bisa menjadi teman curhat sekaligus memberi solusi.

"Kamu lihat aja, deh. Besok, sampai beberapa hari ke depan Dewi nggak akan memperlihatkan dirinya. Orang kalau sudah berteriak-teriak di muka umum akan malu dengan sendirinya," ucap Deny lagi.

"Masa sih, Mas?" tanya Dina tak percaya.

"Lihat aja nanti," jawab Deny santai.

"Udah ya, sekarang kalau punya makanan nggak usah ngasih dia. Kasih yang lain aja."

Deny berkata bukan tanpa sebab.

Dina memang suka sekali membuat jajanan, lalu dibagikan ke tetangga dekat.

Selama ini Deny tak keberatan karena yang ia tahu tetangga mereka baik, ringan memberi bantuan.

Seperti saat Dina akan melahirkan anak mereka, tetangga dengan suka rela meminjamkan sepeda motor untuk dibawa ke bidan.

Sedangkan motor itu satu-satunya yang dimiliki.

Tapi kali ini, Deny ingin supaya sang istri membatasi interaksi dengan orang yang sudah membuat rusuh di rumahnya. Terlebih ketika ia membayangkan putri pertamanya itu harus menyaksikan sang ibu dibentak-bentak tetangga.

Meski dalam hati merasa geram, ia harus menahan diri supaya tidak menambah pikiran sang istri.

'Dek, mas gak akan biarkan ini terjadi lagi,' janji pria itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status