Share

Bab 1 : Suami?

Vindreya, gadis cantik berkulit putih itu membuka perlahan kedua matanya. Dengan mata sayup-sayup, dia mengubah posisinya yang tadi tidur terlentang, kini duduk di atas sebuah ranjang empuk. Dia melihat ke sekelilingnya. Ruangan yang sedang dia tempati itu tampak asing. 

“Aku di mana?” Vindreya menggaruk kepalanya sambil terus menoleh ke kanan dan kirinya. 

Prang! 

Vindreya terperanjat kaget. Sepertinya itu adalah panci yang tanpa sengaja jatuh ke atas lantai. Karena merasa penasaran, gadis itu beranjak lalu berjalan dengan mengendap-endap kemudian keluar dari kamarnya. 

Tak jauh di depan Vindreya, tampak seorang lelaki asing sedang membungkukkan badannya untuk mengambil panci yang baru saja terjatuh. Laki-laki itu lalu tak sengaja menoleh ke sisi kirinya dan melihat Vindreya sedang berdiri dengan raut wajah bingung sekaligus takut. 

Laki-laki berambut hitam dengan sorot mata tajam itu tersenyum. Lalu, entah bagaimana bisa Vindreya mendadak mematung dengan perasaan bahagia yang sulit dideskripsikan. Rasanya seolah-olah senyuman dari laki-laki itu telah sejak lama dinantikan oleh indera penglihatan Vindreya.

“Pagi, Sayang,” ucap laki-laki itu.  

“Eh? Sa--sayang?” Vindreya kaget. Mengapa laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan ‘sayang’? Mereka bahkan tidak saling mengenal. 

“Maaf, ya. Pasti gara-gara aku jatuhin panci, kamu jadi kebangun, ya?” 

“Em, itu ….” Vindreya menggaruk kepalanya sambil memalingkan wajah dari laki-laki asing itu. 

Laki-laki itu berjalan kemudian menarik salah satu kursi di meja makan lalu meletakkannya di sebelah Vindreya. 

“Ayo, duduk.” Laki-laki itu memegang lembut kedua bahu Vindreya.

Vindreya sekarang malah dibuat semakin takut. Selain memanggilnya ‘sayang’, laki-laki itu juga berani menyentuh Vindreya seolah-olah Vindreya adalah miliknya. 

Masih dengan perasaan tidak tahu apa-apa, Vindreya menurut saja dan menjatuhkan bokongnya di atas kursi. Laki-laki itu berbalik badan lalu menyalakan kompor dan mulai memasak. 

Kedua tangan Vindreya saling menggenggam erat di atas pahanya. Apakah tidak apa-apa jika dia berbicara dengan orang asing? Ah, untuk apa berpikir panjang lebar? Jika dia diam, maka tidak akan ada pertanyaannya yang terjawab. 

“Em, ma--maaf. Kamu siapa, ya?” tanya Vindreya dengan ragu. 

“Hahaha.” Laki-laki itu masih sibuk memasak dan betah sekali membelakangi Vindreya. Tampaknya dia tidak tahu sudah berada di level mana rasa bingung Vindreya sekarang. 

Laki-laki itu mengecilkan nyala api kompor lalu berjalan sambil tersenyum hangat pada Vindreya. Sesampainya di depan gadis itu, laki-laki itu berlutut sambil menggenggam kedua tangan putih Vindreya. 

“Vindreya, nggak apa-apa kalo kamu masih belum bisa ingat aku. Aku juga nggak masalah kalo aku harus berkali-kali memperkenalkan diri aku sama kamu … karena aku suka sama status aku sekarang.”

Vindreya hanya diam, tetapi alisnya semakin merapat bahkan hampir bertaut. Dia semakin bingung. 

“Vindreya Sanjaya, aku adalah Kenzo, suami kamu.” 

“Hah?!” Vindreya terperanjat kaget dengan mata melotot. “Su--suami? Kamu suami aku? I--itu artinya aku istri kamu? Kita udah nikah? Tapi … aku nggak ingat semua itu.” 

Laki-laki bernama Kenzo itu tersenyum. “Iya, Sayang. Untuk saat ini kamu memang nggak ingat sama semua itu. Tapi, aku nggak akan pernah nyerah untuk kembaliin semua ingatan kamu tentang kita.” 

“Apa yang udah terjadi sebelumnya? Kenapa aku nggak bisa ingat apa pun?” 

“Kamu kecelakaan dan akhirnya hilang ingatan.” 

Vindreya menatap curiga pada Kenzo. Apa benar dia hilang ingatan? Apa benar Kenzo adalah suaminya? 

Kenzo melebarkan senyumannya lalu mengacak-ngacak rambut Vindreya. “Tunggu sebentar, ya. Dikit lagi sarapannya siap. Ingat, kamu adalah istri aku dan mulai besok kamu yang akan menyiapkan makanan. Kalo kamu butuh bantuan apapun itu, beritahu aku karena aku bisa lakuin segalanya.” 

Vindreya hanya mampu tersenyum kaku. Kenzo bangkit lalu kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. 

“Em, a--aku mau ke kamar mandi,” izin Vindreya sembari beranjak pelan dari kursinya. 

Kenzo lagi-lagi berjalan menghampiri Vindreya lalu meraih tangan gadis itu kemudian menariknya lembut. 

Vindreya menahan tangannya. “Eh, mau ke mana?” 

“Tadi katanya mau ke kamar mandi, ‘kan?” 

“Apa harus berduaan juga di kamar mandi?” 

“Ahaha. Kamu ini polos banget, ya. Enggak, Sayang. Emangnya kamu ingat di mana kamar mandinya?” 

Vindreya menggeleng pelan. 

“Nah, makanya aku anterin kamu.” 

“Tapi kamu bisa tunjukkin di mana kamar mandinya.” 

“Memang.” Kenzo melepas genggaman tangannya lalu berjalan ke belakang Vindreya kemudian memeluk gadis itu. “Tapi aku suka selalu berada di dekat kamu.” 

Vindreya tersenyum. Mengapa dia tersenyum? Bukankah tadi dia begitu takut dan bingung pada laki-laki asing yang sedang memeluknya dari belakang itu? Entahlah. Yang Vindreya tahu, dia merasa nyaman berada di dalam dekapan Kenzo. Apa ini artinya yang Kenzo katakan bahwa dia adalah suami Vindreya itu benar?

~bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status