Setelah Bu Risa selesai membagi setiap siswa dengan pasangannya masing-masing, guru itu izin keluar kelas karena ada rapat guru. Kelas yang tadinya tenang, kini perlahan mulai ribut kembali dengan segala macam jenis pembicaraan.
Di salah satu meja, tampak Hansa membuka buku paket bahasa Indonesia dan buku tugasnya di atas meja Kenzo. Di sisi lain, Kenzo malah menunjukkan ketidaktertarikannya mengerjakan tugas dengan menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya di bangku.
“Ayo, kerjain.” Hansa tak mau menatap mata Kenzo yang menyebalkan itu, melainkan hanya menatap bukunya.
“Lo aja yang kerjain.” Seperti biasa, Kenzo selalu saja ketus.
Karena kesal, Hansa akhirnya menatap Kenzo dengan tatapan agak tajam. “Tapi ‘kan ini tugas berpasangan.”
“Hem? Emang siapa pasangan lo?”
“Lo.”
“Oh, ya? Kapan gue nembak lo?”
Siang itu Freya sedang duduk di atas sofa sambil menonton TV. Ketika sedang asik menonton, samar-samar terdengar suara Vindreya sedang mengobrol dengan Hansa di teras rumah.“Aku pulang,” ucap Vindreya kemudian.Freya bangkit dari sofa, mematikan TV, lalu bergegas pergi ke pintu utama untuk menyambut putrinya itu yang baru saja pulang sekolah.“Hai, Sayang. Gimana sekolahnya hari ini?” tanya Freya sambil memberikan tangan kanannya pada Vindreya untuk dicium.“Yah, betulah, Ma. Seperti biasa.”“Lagi ada masalah, ya?” tanya Freya yang melihat wajah anaknya tampak murung.“Ma, aku salah ya jatuh cinta sama dua cowok sekaligus?” Vindreya to the point.“Hem? Em, ayo duduk dulu.”Freya merangkul pundak Vindreya lalu mengajak putrinya itu duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Gimana, Ma? Aku sa
“What?! Kok bisa?”Salah satu siswa mengangkat bahunya. “Katanya masih diselidiki sama polisi.”“Gue denger-denger, katanya Pak Toni ditemuin udah berlumuran darah sama istrinya yang baru bangun tidur tadi pagi. Di sekitar tempat kejadian nggak ditemuin satu benda tajam pun dan kemungkinan besar Pak Toni dibunuh.”“Siapa yang bunuh?” Vindreya semakin antusias.“Nggak tau. Itu juga masih diselidiki.”“Ish …. Udah pasti dibunuh itu sama seseorang. Nggak mungkin Pak Toni bunuh diri karena nggak ditemuin benda tajam di sana, ‘kan? Huh, kejam banget yang bunuh Pak Toni. Semoga aja orang itu dapat balasan yang setimpal,” kata Vindreya yang sudah terbawa emosi.Bug!“Aaa!” teriak beberapa siswi karena kaget.Para siswa yang sedang asik mengobrol itu sontak melihat ke sebuah meja yang berada tak jauh di d
“Tadi pas ngasih minuman ini, dia nyebut lo angsa lagi?”Hansa mengangguk dengan ekspresi cemberut.“Hahaha. Sabar ya, Han. Tenang aja. Hari ini juga pasti bakal gue kasih tau ke Kenzo.”…Vindreya dan Hansa masuk ke kelas mereka. Kelas itu tampak sepi karena sebagian besar siswa sedang berada di kantin setelah jam olahraga selesai. Yang tersisa hanyalah beberapa siswi yang sedang mengobrol dan Kenzo.Mata Vindreya tertuju pada meja Kenzo. Laki-laki itu sepertinya sedang tidur dengan kepala di atas meja membelakangi posisi Vindreya berdiri. Di pinggir meja itu tampak ada sebotol minuman yang tadi Vindreya berikan pada Kenzo sudah dalam keadaan kosong. Vindreya tersenyum dan dibuat melamun lagi.‘Minumannya udah diminum sama Kenzo,’ batin Vindreya.“Vin, ayo duduk. Mau sampe kapan berdiri di sini?” tanya Hansa.“Gue masih pengen liat pangeran hitam gue yang suka tidur di kelas itu, Han.” Vindreya masih saja tersenyum w
Merasa Hansa masih berada di dekatnya, Vindreya menoleh. “Lho. Katanya mau balik ke bangku.”“Nggak jadi.”“Kenapa?”“Males ada si iblis.”Vindreya menoleh ke belakang lalu tersenyum. “Pangeran hitam, Han. Bukan iblis.”Perdebatan antara Elvano dan ayahnya akhirnya bisa diatasi. Ayahnya juga sudah bersedia pulang secara baik-baik. Di sisi lain, Elvano berjalan menuju kelasnya masih dengan raut kesalnya.“Elvano,” panggil Bu Tika saat dia dan seluruh siswanya sudah kembali duduk rapi di dalam kelas.“Iya, Bu?” balas Elvano.“Apa yang buat kamu nggak mau nerusin bisnis keluarga kamu? Yang Ibu tau, bisnis itu udah terkenal banget dan bisa menghasilkan pendapatan yang nggak sedikit. Kamu juga pasti udah tau ‘kan apa-apa aja yang dilakuin sama orang tua kamu selama menjalanin bisnis itu? Jadinya n
Vindreya tersenyum devil sambil memanggil Kenzo dengan menggerak-gerakkan telunjuknya ke arahnya sendiri. “Sini, Ken. Bakal lebih bagus kalo gue kasih tau semuanya ke lo tanpa didengar sama orang lain.”Kenzo masih saja diam.“Ayo ke sini, Kenzo Si Pembunuh Baya-- ….”Hap!Seketika Kenzo sudah berada di dekat Vindreya sambil membekap mulut gadis itu setelah sebelumnya berlari dengan begitu kencang ke arah Vindreya.Vindreya tersenyum sampai membuat matanya menyipit.“Jangan ngomong apapun yang nggak masuk akal,” bisik Kenzo.Vindreya mengangkat alisnya lalu melepas bekapan Kenzo. “Nggak masuk akal? Tapi yang gue bilang tadi emang bener, ‘kan? Ayolah, Ken. Nggak ada gunanya bohong di depan Vindreya.”“Buktinya apa kalo yang lo bilang barusan itu bener?”Jari telunjuk Vindreya terangkat lalu tertuju pada
Malam itu sekitar pukul 7, Gavin sedang duduk di depan laptop di ruang kerjanya. Di luar ruangan itu, tampak Vindreya sedang berjalan dengan mengendap-endap sambil melihat ke kanan dan ke kiri.Ketika melihat pintu ruang kerja Gavin setengah terbuka, Vindreya mendongakkan kepalanya ke dalam lalu mencoba memanggil Gavin dengan cara berbisik.“Sssttt. Papa!” panggil Vindreya.Gavin yang saat itu sedang tidak terlalu banyak kerjaan, akhirnya bisa langsung mendengar panggilan putrinya itu. Pria itu menoleh ke pintu. Alisnya merapat ketika melihat anaknya tumben sekali memanggilnya tanpa berteriak.“Kenapa, Vin?” tanya Gavin sambil ikut-ikutan berbisik.“Mama mana?” tanya Vindreya yang masih berada di depan pintu.“Masak.”“Ooo.” Vindrey
Di sepanjang koridor, Kenzo yang sedang menggendong Vindreya menjadi pusat perhatian. Beberapa siswa tersenyum menahan tawa, beberapa lagi melihat tak menyangka.Salah satu siswa yang berada di luar kelas berlari ke kelasnya. “Woy-woy! Coba sini liat. Kenzo gendong Vindreya!”Seketika para siswa yang berada di dalam keluar karena penasaran. Suasana pagi di sekolah yang tadinya tenang, kini mendadak heboh setelah melihat laki-laki dingin seperti Kenzo bisa-bisanya membawa gadis si cacing kepanasan di atas punggungnya.Merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini, Kenzo mempercepat langkah kakinya hingga akhirnya dia tiba di depan pintu kelasnya.“Turun!” suruh Kenzo yang entah sudah setipis apa kesabarannya menghadapi Vindreya.“Nggak mau turun di sini. Gendong gue sampe di tempat duduk gue.”
Vindreya mengangguk semangat. “Nggak nyangka. Ternyata rekan bisnis yang bokap gue maksud itu adalah bokap lo.”Wanita yang adalah ibu dari Elvano tertawa kecil. “Wah. Kalian udah saling kenal rupanya. Ini bagus. Jadinya kami nggak perlu repot-repot kenalin dan buat kalian jadi akrab.”Ayah Elvano ikut tertawa kecil lalu mengangguk. “Yuk, duduk. Aku udah pesen makanan dan minuman untuk kita semua.”Kedua keluarga itu duduk melingkar mengelilingi sebuah meja lalu kembali bercerita ringan sembari menunggu datangnya pesanan mereka.“Wah. Vindreya cantik banget, ya,” puji ibu Elvano.Vindreya tersipu malu. “Ehehe. Makasih, Tante. Udah cocok ‘kan sama anaknya Tante? ‘Kan pas tuh yang satunya cantik, satunya lagi ganteng. Hehe.”Freya tersenyum menahan malu.