Malam itu sekitar pukul 7, Gavin sedang duduk di depan laptop di ruang kerjanya. Di luar ruangan itu, tampak Vindreya sedang berjalan dengan mengendap-endap sambil melihat ke kanan dan ke kiri.
Ketika melihat pintu ruang kerja Gavin setengah terbuka, Vindreya mendongakkan kepalanya ke dalam lalu mencoba memanggil Gavin dengan cara berbisik.
“Sssttt. Papa!” panggil Vindreya.
Gavin yang saat itu sedang tidak terlalu banyak kerjaan, akhirnya bisa langsung mendengar panggilan putrinya itu. Pria itu menoleh ke pintu. Alisnya merapat ketika melihat anaknya tumben sekali memanggilnya tanpa berteriak.
“Kenapa, Vin?” tanya Gavin sambil ikut-ikutan berbisik.
“Mama mana?” tanya Vindreya yang masih berada di depan pintu.
“Masak.”
“Ooo.” Vindrey
Di sepanjang koridor, Kenzo yang sedang menggendong Vindreya menjadi pusat perhatian. Beberapa siswa tersenyum menahan tawa, beberapa lagi melihat tak menyangka.Salah satu siswa yang berada di luar kelas berlari ke kelasnya. “Woy-woy! Coba sini liat. Kenzo gendong Vindreya!”Seketika para siswa yang berada di dalam keluar karena penasaran. Suasana pagi di sekolah yang tadinya tenang, kini mendadak heboh setelah melihat laki-laki dingin seperti Kenzo bisa-bisanya membawa gadis si cacing kepanasan di atas punggungnya.Merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini, Kenzo mempercepat langkah kakinya hingga akhirnya dia tiba di depan pintu kelasnya.“Turun!” suruh Kenzo yang entah sudah setipis apa kesabarannya menghadapi Vindreya.“Nggak mau turun di sini. Gendong gue sampe di tempat duduk gue.”
Vindreya mengangguk semangat. “Nggak nyangka. Ternyata rekan bisnis yang bokap gue maksud itu adalah bokap lo.”Wanita yang adalah ibu dari Elvano tertawa kecil. “Wah. Kalian udah saling kenal rupanya. Ini bagus. Jadinya kami nggak perlu repot-repot kenalin dan buat kalian jadi akrab.”Ayah Elvano ikut tertawa kecil lalu mengangguk. “Yuk, duduk. Aku udah pesen makanan dan minuman untuk kita semua.”Kedua keluarga itu duduk melingkar mengelilingi sebuah meja lalu kembali bercerita ringan sembari menunggu datangnya pesanan mereka.“Wah. Vindreya cantik banget, ya,” puji ibu Elvano.Vindreya tersipu malu. “Ehehe. Makasih, Tante. Udah cocok ‘kan sama anaknya Tante? ‘Kan pas tuh yang satunya cantik, satunya lagi ganteng. Hehe.”Freya tersenyum menahan malu.
Setelah kemarin membuat seisi sekolah heboh karena digendong oleh Kenzo sampai di dalam kelas, pagi ini lagi-lagi Vindreya menghebohkan sekolah karena untuk pertama kalinya Elvano menggenggam tangan seorang gadis, yaitu Vindreya. Laki-laki yang diidolakan oleh hampir seluruh siswi di sekolah itu setiap hari didekati oleh para siswi, tetapi tak ada satu siswi pun yang mampu mencuri hatinya. Dengan menggandeng tangan Vindreya seperti ini, apakah itu artinya Vindreya adalah gadis pertama yang mampu menaklukkan hati pangeran putih itu?“Lho, itu ….” Seorang siswi tak sanggup melanjutkan perkataannya ketika melihat Elvano dan Vindreya masuk bersama ke kelas mereka sambil bergandengan tangan.“Morning, all,” sapa Vindreya dengan melambai-lambaikan tangan kanannya sambil berlenggak-lenggok layaknya model yang sedang berjalan di red carpet.“I—itu maksudnya apa? Kok ta
Hansa duduk sendirian di dalam kelas. Dia melihat pada bangku Kenzo yang berada cukup jauh di depannya. Bangku yang biasanya selalu terisi itu, kini kosong. Kenzo biasanya selalu berada di sana dan tidur. Namun kali ini, entah ke mana perginya laki-laki itu.“Hahaha. Masa, sih?”Hansa spontan melihat ke arah pintu kelas setelah mendengar suara yang tidak asing itu. Di sana, tampak Elvano dan Vindreya baru saja kembali dari kantin dan sekarang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup mengasyikkan.“El, ke ruang kesenian, yuk,” ajak salah satu siswa yang juga baru saja masuk ke kelas.Elvano tampak senang dan langsung mengangguk semangat. Laki-laki itu kemudian melihat pada Vindreya.“Vin, gue ke ruang kesenian dulu, ya. Em, entar pulang sekolah, mami gue jemput gue dan katanya mau mampir ke rumah lo. Gimana kalo
Kenzo melepas tasnya lalu meletakkannya di atas kepala Vindreya. “Pake.”Laki-laki itu kemudian berjongkok di depan Vindreya dan membiarkan gadis itu naik lagi ke punggungnya. Setelah Vindreya sudah naik, Kenzo mulai berjalan cepat hingga akhirnya berlari menerobos hujan.“Kali ini jangan minta gue pelan-pelan!” teriak Kenzo agar suaranya tetap bisa didengar oleh Vindreya di tengah-tengah kerasnya suara hujan karena menimpa pepohonan dan atap-atap bangunan itu.Vindreya terus tersenyum kecil di sepanjang perjalan pulang, entahlah karena apa. Dia melirik tas Kenzo yang berada di atas kepalanya lalu meninggikan posisinya agar tas itu juga bisa melindungi kepala Kenzo dari hujan.Byur!“Aaa! Tuh, ‘kan kotor! Ih, mobil ngeselin!” umpat Vindreya setelah baru-baru saja sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi
Setelah belasan menit berada di dalam mobil, akhirnya Elvano dan Vindreya keluar dari kendaraan mewah itu dan sekarang sedang berdiri di depan sebuah gedung bioskop yang cukup terkenal di kota itu.Elvano membuka payung yang sebelumnya sudah dia ambil dari dalam mobilnya dan membiarkan tubuhnya dan tubuh Vindreya berada di bawah payung itu.“Ayo, Vin! Terobos hujannya!” sorak Elvano.“Ayo!” balas Vindreya, kemudian mereka berdua berlari bersama menuju gedung bioskop itu.Sesampainya tepat di teras bioskop, Elvano menurunkan payungnya lalu menutupnya dan menitipkannya di loket penitipan barang yang sudah tersedia di sana.“Jadi, malam ini kita mau nonton apa?” tanya Elvano.“Em ….” Bola mata Vindreya berputar ke atas.“Lo sukanya film ber
“Pejabat yang meninggal di rumah saudaranya itu, itu ulah lo, ya?” tanya Vindreya.“Liat aja sendiri dari mata gue.”“Mana? Coba sini!”Vindreya langsung memegang kedua pipi Kenzo lalu menatap tajamnya sorot mata laki-laki itu. Belum sempat melihat apa yang ingin dia lihat, dia malah lebih dulu memalingkan wajahnya dengan cepat ke sisi kirinya.Entahlah. Akhir-akhir ini jantung Vindreya selalu berdetak cepat dan kuat tiap kali menatap mata Kenzo. Dia yang awalnya begitu senang tiap kali ditatap Kenzo, kali ini justru selalu salah tingkah dan memilih untuk memalingkan wajahnya.“Jangan tatap gue setajam itu,” kata Vindreya yang masih memalingkan wajahnya.“Nggak bisa. Tatapan gue emang kayak gini.”Vindreya menghela napas panjang. “K
Dengan wajah ketusnya, Kenzo mencoret beberapa angka yang sebelumnya Hansa tulis di bukunya. “150-nya dapat dari mana? Dari istana tuan putri? Harusnya di sini 175. Gara-gara di awal aja udah salah hitung, di bawahnya juga jadi ikut-ikutan salah padahal langkah-langkahnya udah bener. Nih!”Setelah mengubah beberapa jawaban Hansa, Kenzo melempar buku dan pulpen yang tadi dia rebut ke tengah-tengah meja. Vindreya, Hansa dan Elvano kompak memajukan tubuh mereka untuk melihat jawaban Kenzo lebih dekat.Vindreya melihat pada Hansa. “Gimana, Han?”Hansa yang tidak mau kalah dengan Kenzo, memperhatikan dengan detail jawaban Kenzo. Namun, pada akhirnya secara tidak langsung dia mengakui kekalahannya.“Iya, Vin. Gue salah hitung di sini. Jawaban yang dibuat Kenzo bener.” Hansa tampak berat sekali mengakui itu.Elvano mengan