Home / Romansa / Memori Setengah Hari / BAB 4 Bos Killer

Share

BAB 4 Bos Killer

Author: Surya Khan
last update Last Updated: 2021-04-28 20:31:33

Foto-foto jepretan Adam dipilih dipilah bos Anwar di ruang kerjanya. Dia bukan orang biasa. Sebutan bos killer tersemat padanya. Tidak banyak fotografer baru yang tahan lama kerja di perusahaan ini. Harian paling lama bulanan. Maklum. Tuntutan perusahaan sangat besar. Hasil foto haruslah berkelas internasional. Harus perfect! No mercy. Motto perusahaan jelas dan tegas, Quality is number one. Itu sudah final. Harga mati. Tidak bisa ditawar-tawar lagi.

"What?! Gambar jelek kayak gini gak bisa dipakai! Dasar bocah gemblung!" Puluhan lembar foto di lempar ke muka Adam hingga berserakan ke segala arah. Adam hanya bisa tertunduk. "Aku gak bisa toleransi hal sepele kayak gini. Kalau you masih niat kerja di sini kasih poto yang bagus dong!"

"Baik, Bos." Jawab Adam lirih gemetaran.

"Gimana you bisa jalanin perusahaan besar ini kalau you ambil gambar aja gak becus!" Mendengar kata itu keluar dari bosnya yang super killer itu Adam tertegun bingung.

"Maaf maksud, Bos?"

Sang Bos mengaduk teh panas kemudian menyajikan untuk anak buahnya yang sedang berusaha mengelak tawaran istimewa ini. Adam semakin kebingungan dengan perubahan drastis ini. Apa maksudnya? Sandiwara apalagi ini?

"Semalam Tiara bilang sama Bapak. Katanya you naksir dan punya niat kawin sama Tiara. Apa itu benar?" Bos Anwar bertanya lirih di dekat telinga Adam. Sadar dengan kebiasaan si kepo Boim dan kawan-kawan yang suka menyadap pembicaraan pribadi empat mata di balik pintu.

"Maaf saya tidak paham maksud, Bos...?"

Gelas teh yang baru saja disajikan bukan tanpa pamrih dibanting ke lantai. Gelegar pecahan keramiknya terdengar ke luar ruangan. Asap teh yang masih panas mengepul berserak di lantai mendidihkan suasana.

Sontak karyawan kaget serempak. Benar saja. Satu dua orang berarak tanpa komando menguping di balik pintu. Sebuah kebiasaan buruk.

Boim yang sedang setor di toilet ketinggalan berita. Virus kepo tingkat dewa segera saja menjangkiti seisi kantor.

Bos Anwar melanjutkan amarahnya.

"You tidak usah pura-pura, Damned!” Siapa sih anak sini yang nggak mau kawin sama Tiara?! Dia putriku satu-satunya. Cantik. Kaya. Kurang apa lagi?!"

Adam semakin terpaku dan membeku sulit untuk berkata-kata.

Bos Killer lanjut merayu.

"Kamu sendiri tahu. Udah berapa banyak lelaki mapan dari keluarga berada melamar Tiara. Dan Tiara, hanya mau laki-laki miskin kayak kamu! Kamu tahu itu!" Penuh kecongkakan jari telunjuk bos Anwar mengarah tepat ke batang hidung Adam. Mata Adam mengernyit takut kecolok.

"Maaf, Bos saya..."

"Halah! Bapak sudah capai banget. Semalaman Bapa bertengkar sama Tiara ngebahas masalah ini. Sekarang kamu malah kayak orang yang baru jalan bareng Tiara aja!"

"Anu Bos, kami baru saling kenal sebulan ini dan ini terlalu cepat, Bos."

Anwar menghela napas. Mencoba mengatur napas khawatir terkena stroke menghadapi manusia tidak tahu diri yang dia hadapi saat ini. Dengan lembut telapak tangannya menepuk pundak Adam. Bapak emosian ini menurunkan tensi nada bicaranya sebisa mungkin.

 "Ini sudah jadi takdir Tuhan. Nikahilah putriku. You akan jadi raja perusahaan besar ini. Stop your stupid job dan ready to lead. Ku mohon sama you sebagai calon Ayah. okay?"

Dari balik pintu Boim mengendus kekepoan yang melanda alam semesta. Sambil menutup resletingnya yang macet dengan langkah tergesa dia hampiri kerumunan manusia yang haus akan informasi gelap.

"What's up guys?" Boim nggak mau telat.

"Apaan sih? Pengin tau aja apa pengin tau bangeet?" Jawab Laras kecentilan.

"Tau gejrot! Udah kasih tau dong! GC!" Nada Boim naik saking tidak sabarnya.

"Ssssst, si bos muarah buesar. Si Adam, temen lu yang bego itu tamat karirnya."

"Hah, what?!"

"Iya. Tadi kita denger suara piring apa keramik pecah gitu. Pokoknya si bos marah besar deh." Timpal Rusli yang tiba-tiba nongol entah dari mana.

"Heh dari mane aja lu?! Giliran ngegosip aja kagak pernah absen! Gara-gara lu gak kasih pinjem kamera ke Adam dia kilangan gawenya!" Umpat Boim ke Rusli si biang rusuh.

"Bodo amat. Fotografer pro musti dan kudu punya kamera masing-masing dong. Iya nggak temen-temen?" Jawab jutek Rusli sambil melengos.

"Heuh." Tangan Boim mengepal ke arah Rusli berasa pengin nonjok.

"Byee, Guys." Rusli ngeluyur pergi sambil tertawa sinis kemenangan.

"Sumpah gue bingung deh, mengapa sih kalian pade benci ame Adam?" Boim tak habis pikir.

"Kepoooo." Laras ngeluyur menyusul Rusli dengan senyum sinis kemenangan yang kurang lebih sama jahatnya.

Pasukan kepo berangsur meninggalkan area penyadapan memberikan ruang untuk si big size Boim melakukan penyadapan lanjutan. Semacam pengecekan kembali lah.

Tak selang beberapa lama pintu ruangan dibuka oleh bos Anwar. Boim kaget setengah mati hingga terjerembab ke lantai. Dengan sigap ntuk menghilangkan jejak aksi penyadapan terlarang barusan Boim melakukan gaya merayap. Entah apa maksudnya?

"Ngapain you?! Nguping lagi ya?!" Tanya bos Anwar marah. Matanya melotot.

Boim berdiri tersipu malu. "Anu, Pak. Latihan mengambil gambar di medan perang gitu, Pak."

"Bullshit! Kamu yang ngajakin perang. You ke ruangan saya! Se-ka-rang!" Perintah tegas bos Anwar. Boim bersiap memasuki ruangan sambil merapikan lipatan bajunya. Sejenak dia melirik simpati ke arah Adam yang berpapasan ke luar ruangan.

"Sabar ya, Dam. Lu gak sendiri kok. Gue bakal nyusul elo." Kata Boim memberi sepatah kata penyemangat terakhir.

"Hah?" Adam kebingungan.

"Boiiiiiiim!" Bos Anwar memanggil.

"Iya, Booos!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Memori Setengah Hari   BAB 30 Pertemuan (TAMAT)

    Kabut lembut semakin menebal. Bau ribuan sedap malam bercampur melati menyeruak memenuhi sela-sela ruang. Embun merangkak di lantai yang lembab. Bagaimanapun juga. Kaki ini harus tetap melangkah. Terus melangkah menghampiri cinta. Meraih laki-laki itu. Setapak demi setapak Sofie memasuki kamar penuh trauma. Kamar Villa Belanda ini adalah saksi bisu betapa sakit dan tak berdayanya ia diasingkan hingga disiksa.Adam yang gugup sedari tadi hanya bisa terdiam menghitung degup nafasnya. Berharap perempuan itu bersedia mengabulkan harapan yang ia tinggalkan dalam pesan di Instagramnya. Kini dengan penuh harap ia hanya bisa menunggu di balkon yang kini semakin licin berlumut. Serangga kecil dan rayap tampak berpesta meramaikan suasana. Udara begitu dinginnya menusuk tulang. Sweater bergantung syal yang melingkar di leher cukup untuk menghangatkannya.Sofie hanya bisa menatap lama ke arah lelaki yang memandang hamparan pepohonan hijau bertabur kuburan Belanda. Nafasnya t

  • Memori Setengah Hari   BAB 28 Follower

    Jam 12 malam. Ringtone pesan masuk Instagram Sofie berbunyi. Siapa tengah malam begini masih medsosan? Apakah manusia ini tidak tau jam istirahat?! Diseduhnya coklat hangat di kamarnya. Dengan nafas kesal mendengus ia sempatkan sejenak melihat pesan masuk dari manusia tak tahu diri ini."Adam?!" Mata Sofie seolah hampir lepas membaca satu nama yang menjadi follower baru di Instagramnya. Dipastikan lagi gambar wajah laki-laki yang terpampang di profil. Ya Tuhan?!! Saking kaget HPnya terjatuh ke lantai hingga berbunyi nyaring. Tangan Sofie gemetar hebat. Matanya basah berlinang."Ada apa Sofie? Margareta bundanya begitu khawatir. Please Tuhan jangan ada apa-apa lagi dengan putriku. Cukuplah dua bulan ini aku merasakan neraka emnesianya. Begitu harap cemasnya.Hanya satu kata di pesan Adam. Satu pesan yang sulit untuk diterima Sofie."Maafkan aku Sofie."I hate U but I Love USofie hanya memandang HP itu semalaman. Matanya sema

  • Memori Setengah Hari   BAB 27 Realita

    Perjalan setapak ini tak melelahkan sebelumnya. Adam kini tak peduli seberapa jauh menuju Villa Belanda yang ia kutuki itu. Ia hanya mengangguk ramah ke beberapa orang tua yang pernah ia tanyai sebelumnya. Ia hanya ingin bertemu Sofie. Memastikan ia baik-baik saja. Rasa bersalah ini sulit hilang."Bade ke Villa lagi, kasep?" Salah satu tukang pencari rumput bertanya kepada Adam."Leres, Bi." Mendengar itu tukang rumput itu hanya geleng-geleng sulit untuk mengerti mau Adam.Adam memandang ke arah Villa. Tidak ada jalan masuk! Semua jalan tertutup semak belukar dan alang-alang. Pintunya terbuka seolah membiarkan semua makhluk hingga hantu penghuni untuk keluar masuk Villa sesuka hati. Hawa dingin begitu menusuk. Adam yang hanya mengenakan jaket sekedarnya mulai menggigil. Tikus dan kecoa hilir mudik menunjukkan eksistensinya sebagai penghuni baru yang setia. Bau obat-obatan kadaluarsa yang khas tak lagi menyeruak. Meski masih ia temukan sisa jarum suntik berserak

  • Memori Setengah Hari   BAB 26 I Remember

    Di pagi yang cerah itu roda mobil berhenti di sebuah tempat yang mulai terlihat kumuh tak bertuan. Villa Belanda Beatrix itu sudah dua bulan terbengkalai sejak Sofie tidak sadarkan diri di pelukan Adam dan menjalani perawatan di rumah sakit. Margareta akhirnya menyerah untuk berbohong selama ini. Ia berusaha sekuat tenaga memisahkan ingatan jahanam Sofie bersama Adam. Memori setengah hari itu. Ibunya berpikir bahwa kehidupannya akan lebih baik tanpa mengingat lagi laki-laki yang hampir membunuhnya! Laki-laki yang tidak akan pernah kembali! Laki-laki yang tidak akan pernah bersamanya! Laki-laki yang hanya akan memberikan harapan palsu dan luka!Perlahan namun pasti Sofie menyusuri jalan ke arah Villa. Semak belukar tumbuh tinggi menjulang. Satu-persatu di dapatinya semua hal yang ia ingat di tempat ini.Hamparan ribuan makam berteman hamparan bunga kerangka. Kabut tebal itu menyibak seolah menyambut kehadirannya. Nafasnya

  • Memori Setengah Hari   BAB 25 Ruang Isolasi

    Perawat rumah sakit mempersiapkan hidangan makan pagi untuk Sofie. Sebuah hidangan seadanya berupa bubur ayam hambar lengkap dengan tempe yang terlalu asin. Pandangan Sofie kosong hingga perawat yang sedari tadi memanggil namanya tidak digubris."Sofie makan ya?" Perawat itu menawarkan lagi bubur yang sudah mulai dingin di dekat daun telinganya. Sofie hanya terdiam. "Suster suapin ya?" Lagi-lagi permintaan perawat itu diabaikannya. Tak mau berlama-lama dengan gadis yang semakin lama semakin kurus kering ini suster itupun segera pergi tak peduli. Masih banyak urusan lain!Sofie melangkah memandang keluar jendela. Beberapa orang tidak waras tampak kegirangan ketika dimandikan massal di lapangan berumput. Seandainya Sofie tidak mau mandi sendiri dan benar-benar tidak waras mungkin akan diperlakukan sama. Ia merasa semua baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan diriku! Aku mampu mengingat kejadian kemarin! Kemarin lusa! Kemarin lagi! Dia bisa mengingat peristiwa semingg

  • Memori Setengah Hari   BAB 24 Menghitung Hari

    Ribuan undangan dicetak dengan kecepatan tinggi. Tulisan bertinta emas terlukis sangat indah. Dua sejoli telah mengikrarkan janji suci untuk bersama sehidup semati. Adam Bimantara dapat dipastikan akan menikahi Tiara Megan Champernique. Malam ini semua undangan harus selesai cetak. Tinggal menghitung hari. Sebulan lagi perhelatan akbar pernikahan akan di gelar di tiga tempat yang berbeda. Salah satunya di kapal pesiar pribadi keluarga Tiara. Tidak boleh ada yang terlewat! Semua harus serba sempurna dan...mewah! "Kenapa, Dam? Kayak orang lagi galau gitu?" Boim menuangkan secangkir kopi Capuchino. Di atas cafe gedung pencakar langit The Skye menara BCA kedua sahabat ini tampak begitu akrab di tengah malam hening kota Jakarta. "Kamu kan bentar lagi kawin, Damned. Harusnya tampak bahagia." "Serba harus..." Senyum Adam menyeringai sinis. Ia menatap hamparan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang. Ribuan cahayanya berkerlip berpend

  • Memori Setengah Hari   BAB 23 29 Desember 2019?

    Sofie membuka mata perlahan. Lelah dan kantuk teramat sangat...itu yang ia rasakan. Ruangan ini begitu hangat dan hening. Hanya terdengar bunyi detak detik putaran jarum jam yang menunjuk tepat pukul sepuluh pagi. Cahaya lampu begitu terang tidak wajar. Menyilaukan! Dipandanginya sekeliling. Kamar berbusa serba putih dengan CCTV tertempel di setiap sudut. Beberapa kali ia dengar sayup tawa beradu jeritan tak beraturan menggema dari kejauhan. "Ya, Tuhan di mana aku sekarang?" Dengan lancar kata-kata itu meluncur dari bibir rapuhnya. Matanya mencari. Jemarinya memastikan darah di hidung yang mengalir...tidak ada darah sama sekali! Kepalanya dengan cekatan melihat kanan kiri atas bawah. Tempat tidur besi? Dan baju serba putih ini? Persis sama yang dipakainya terakhir kali namun... Gagap pening perih sakit sekujur tubuh yang ia rasakan...sirna entah ke mana? Ia pun merasa terbangun layaknya orang sehat bahkan...tanpa teriakan nama Dimas lagi. Kaki

  • Memori Setengah Hari   BAB 22 Segala Rasa Cinta

    "Kamu suka bunga?" Adam berupaya mengalihkan pemikiran Sofie yang mematikan. Mereka memandangi bunga-bunga busuk yang berserak dari buku Jurnal. Sofie tertarik dengan salah satu bunga yang sedikit utuh...tembus pandang bertangkai hijau...dipandangi dalam-dalam bunga itu mendekat di kelopak matanya yang indah. Adam mengeluarkan selembar foto yang mirip sama persis dengan bunga itu. Kayaknya ini deh bunganya... "Ini gambar bunganya." Adam menunjukkan selembar foto yang mirip dengan bunga busuk yang dipegang Sofie. Sofie lekas merebut lembaran gambar itu. "Oooohhh iiinnnii yyaa bbuuunnnggaa aaakkuu pppeettiiikk.." "Iya aku ambil gambarnya di depan villa." Kata Adam. "Naammmaaaa?" "Nama bunga? Aku tidak tahu. HP susah sinyal tidak bisa tanya mas G****e." "Mmmmaaaass aaappaa?" "Mmmmaaaass Gooogggllee." Adam menirukan gagap Sofie. "Nggaaaaccooo." Sofie tersenyum untuk pertama kali. Betapa manisnya senyum gadis

  • Memori Setengah Hari   BAB  21 My Journal

    Adam memandang gadis yang sedari tadi mengamati seraya membolak-balik buku bertuliskan Jurnal. Air mata Sofie menetes di lembut pipinya seolah memanggil ricik gerimis di luar sana. Sungguh menyedihkan. Ia tidak ingat apapun semua benda yang ada di sini. Ia berada di tempat asing dengan kondisi yang asing. Penuh luka. Luka jiwa dan raga. Dia buka tali pengikat buku tebal itu dengan lembut. Debu bau bunga dan lem kertas yang mengering menguar dari buku itu. Saat dibuka per halaman bunga-bunga yang membusuk berjatuhan. Pembusukan membuat tangkai bunga tidak lagi menempel di halaman buku. Membusuk? Berarti belum lama bunga ini dipetik dan tertempel di buku ini. Sofie keheranan. Diamatinya dalam-dalam bunga-bunga itu. Ia pegang beberapa bunga dan daun kering kemudian didekatkan di depan kelopak matanya. Matanya meniti mempelajari detail lekuk kelopak dan tangkai berusaha keras ingin tahu jenis apa ini dan seperti apa rupanya sebelum membusuk."Bbbbuunnnggaaa..." Kata Sofie. Dia me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status