Share

2. Mempelai Pengganti

"Tunggu dulu! Mengapa Mas Esha yang jadi menggantikanku? Sebelum berangkat tadi, Ayah dan Ibu tidak bilang apa-apa bukan?" 

Seno panik. Ia tidak rela kalau Arimbi akan dimiliki oleh laki-laki lain. Apalagi oleh kakaknya sendiri. Karena dengan begitu di masa yang akan datang, ia akan kerap berintraksi dengan Arimbi. Namun bukan sebagai pasangan kekasih. Tetapi kakak iparnya. Dan Seno tidak menginginkan hal itu sampai terjadi.

Selain itu, apabila Arimbi menjadi kakak iparnya, akan sulit baginya untuk meraih kembali Arimbi dalam dekapan. Karena seandainya ia bercerai dengan Nina pun, tidak mungkin juga dirinya menjadi pebinor kakak kandungnya sendiri. Ia pasti akan dihujat oleh keluarga besarnya. Lain cerita kalau Arimbi menikahi laki-laki lain. Kesempatan untuk mendapatkan Arimbi kembali masih terbuka lebar.

"Lantas, apa kamu punya solusi lain, Seno? Punya tidak?!" 

Bentakan Pak Hasto membuat Seno kehilangan kata-kata. Ia memang telah melakukan kesalahan. Namun yang lebih salah adalah si ular beracun Nina. Karena dari perempuan manipulatif itulah semua kekacauan ini berasal.

"Kamu datang-datang hanya bilang kalau kamu sudah menikahi Nina. Menurutmu Ayah harus bagaimana, Seno? Apa kepala dangkalmu itu pernah memikirkan, bagaimana bingungnya Ayah dan Ibu menjelaskan soal ketololanmu ini pada Rimbi dan kedua orang tuanya? Kamu pikirkan tidak?!" 

Pak Hasto merasa darahnya menyembur hingga ke ubun-ubun, melihat pendeknya cara berpikir putra bungsunya. Sudah pemikirannya pendek, egois lagi.

Seno menunduk. Ia tahu kesalahannya sangat fatal. Namun ia masih tidak rela melepas Arimbi. Tapi jika memang Arimbi tetap akan menikah minggu depan, Seno berharap, bahwa pasangan Arimbi boleh siapa saja. Ia tidak peduli. Yang penting bukan kakak kandungnya. Karena peluangnya akan sangat kecil untuk kembali merebut Arimbi kembali. 

"Jadi bagaimana Pak Handoyo? Bapak bersedia menerima Esha sebagai pengganti Seno?" Pak Hasto meminta kesediaan calon besannya. Ya, calon besan dengan anaknya yang lain.

Pak Handoyo tidak langsung menjawab. Ia melirik anak perempuan satu-satunya terlebih dahulu. Arimbi memang terlihat tenang. Tidak ada emosi berlebihan pada air mukanya. Namun Pak Handoyo tahu bahwa dalam hatinya Arimbi tidak setenang itu. Lihatlah, kedua tangan Arimbi mengepal kuat di pangkuannya. 

"Bagaimana Rimbi? Bersediakah kamu menerima Esha sebagai suamimu?" Pak Handoyo memberi keputusan akhir di tangan Arimbi. 

Ya Allah, berilah aku jawaban atas semua kejadian ini. Jalan mana yang harus aku lalui?

Arimbi berdoa dalam hati. Ia tidak mempunyai gambaran sama sekali. Ia takut membuat keputusan yang salah. Bertepatan dengan itu ponsel yang ia letakkan di atas pangkuan bergetar. Nina mengirim pesan. Arimbi membuka pesan berupa photo-photo dari Nina. 

Foto pertama berlatar belakang gedung olah raga. Nina tampak sedang bertepuk tangan gembira dan tersenyum lebar ke arah kamera. Nina tidak sendiri. Ada Seno yang duduk di sebelahnya. Sepertinya Nina dan Seno sedang menonton pertandingan bola basket. 

Foto kedua memperlihatkan Nina yang tengah menikmati makanan khas Jepang. Nina berpose menjepit sushi rice dengan sumpit, seraya membuka mulutnya lucu. Dan lagi-lagi ada Seno di sampingnya. Memang mereka tidak hanya berdua. Ada beberapa teman Nina yang kebetulan ia kenal, dan juga dua orang teman sekantor Seno. Namun cara duduk Nina dan Seno tampak intim. Tubuh Nina condong mepet sekali pada Seno. 

File terakhir berupa sebuah video berdurasi pendek. Dalam video ini terlihat Nina sedang bernari di dance floor. Dan seperti tadi, ada Seno juga yang menari di sampingnya. Mungkin inilah kejadian yang membuat Nina hamil. Hah, katanya saja terpaksa menemani duduk sebentar demi kesopanan. Terpaksa kok bisa menari-nari?

Arimbi memejamkan matanya yang terasa pedih. Kini ia sudah mendapatkan gambaran, keputusan apa yang akan ia buat. Sepertinya Allah telah memberikan jawaban padanya melalui Nina.

"Sebelum Rimbi membuat keputusan, bolehkah Rimbi mengajukan pertanyaan pada Mas Seno?" Arimbi ingin menuntaskan rasa penasarannya. 

"Silakan, Rimbi. Tanya saja. Mas akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaanmu?" sahut Seno cepat. Asa bermekaran di dadanya. Sepertinya Arimbi akan menolak Ganesha. 

"Mas, coba jawab pertanyaan Rimbi dengan jujur. Sebelum peristiwa di club malam yang Mas katakan tadi, pernahkah Mas bertemu dengan Mbak Nina di belakang Rimbi?"

"Tidak pernah, Rimbi. Hanya di club itu saja. Itu pun setelah Nina mengatakan bahwa kamu ada di sana."

Seno bohong. Itu artinya semua hal yang dikatakannya bisa jadi kebohongan belaka.

"Lantas bagaimana dengan photo-photo dan video ini?" Arimbi memperlihatkan photo-photo dan video yang dikirimkan oleh Nina.

Air muka Seno memucat. Ia merebut ponsel dari tangan Arimbi dan memeriksa photo-photo dan video yang dikirimkan oleh Nina. Dari belakang tubuh Seno, kedua orang tuanya ikut melihatnya. Pak Hasto seketika memijat-mijat keningnya. Sementara Bu Santi menarik napas panjang. Sebagai orang tua, keduanya tidak tahu lagi harus mengatakan apa.

"Ini... ini... tidak seperti yang kamu pikirkan, Rimbi." Seno buru-buru menyanggah.

"Semua kejadian dalam photo-photo ini bisa menipu jika tidak dijelaskan hal yang sebenarnya. Kami berdua tidak janjian. Apalagi pergi bersama-sama. Nina menonton basket dengan teman-temannya sendiri, Sementara Mas bersama dengan teman-teman kantor. Kami hanya kebetulan bertemu di sana." 

"Dan yang di gerai restaurant Jepang ini, kejadiannya tiga bulan lalu saat Mas makan siang dengan teman-teman kantor. Kamu malah sempat bertanya Mas ada di mana waktu itu bukan? Mas bilang kalau Mas sedang makan siang di restoran Jepang. Kamu ingat 'kan?" Seno langsung memberikan penjelasan. 

Sayangnya, Arimbi sadar Seno bukan menjelaskan. Pria itu terkesan menekannya agar memaklumi perbuatannya.

"Kalau video di club, kamu juga sudah tahu ceritanya bukan? Tentang pesta ulang tahun Nina dan obat perangsang yang ia bubuhkan di minuman Mas," lanjut Seno lagi.

Arimbi tersenyum kecut. Semakin ke sini, Arimbi semakin bisa menilai kepribadian Seno. Seno ini bermental pecundang. Sudah terbukti salah, bukannya dengan kesatria mengakui semua kesalahannya, ini malah ngeles kanan kiri. Menekan orang yang ia bohongi lagi. Luar biasa! Untuk pertama kali, Arimbi bisa melihat hikmah dari batalnya pernikahannya dengan Seno ini.

"Benar, Mas waktu itu bilang kalau Mas sedang makan siang di restoran Jepang. Tetapi Rimbi ingat sekali, Mas tidak bilang kalau Mas makannya duduk bersebelahan dengan Mbak Nina 'kan?" 

Kalimat Arimbi membuat Seno kelimpungan. Ia tidak punya jawaban yang pas dengan suasana tegang seperti ini. Takutnya ketegangan jadi semakin mengerucut.

"Jawab pertanyaan anak saya, Seno! Apa kamu mendadak tuli?" Pak Handoyo gregetan melihat calon menantu tidak jadinya ini. Sekarang ia malah lega karena anak perempuannya tidak jadi menikah dengan pembohong seperti Seno ini.

"Waktu itu, Mas tidak berani mengatakannya, Rimbi. Mungkin kamu tidak tahu, kalau selama ini Nina terus mengejar-ngejar, Mas. Mas takut nanti kamu malah salah persepsi. Mas hanya ingin menjaga perasaanmu. Makanya Mas tidak bilang apa-apa. Walau bagaimanapun Nina itu kakak sepupumu. Mas tidak mau membuat kalian berdua ribut."

Akhirnya Seno mengeluarkan apa yang selama ini ia sembunyikan. Dirinya bukan orang bodoh. Ia tahu kalau Nina mengejar-ngejarnya. Sebagai laki-laki normal, jujur ia sempat bangga saat rekan-rekan sekantornya mengatakan bahwa ia keren parah hingga dikejar-kejar sepupu pacar sendiri. Tidak kalah cantik dari Arimbi lagi. Pujian tersebut sempat melambungkan egonya. 

Untungnya, ia masih memiliki akal sehat. Ia tidak mau hubungannya dengan Arimbi menjadi seperti peribahasa ; akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Makanya ia terus menghindar dari kode-kode dan pendekatan nekat yang dilakukan oleh Nina.

"Dan dan sekarang, bagaimana akhirnya Mas? Mas berhasil menjaga perasaan Rimbi, tidak?" sindir Arimbi.

Seno tidak menjawab. Ia hanya menunduk dan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dengan gelisah.

"Maaf ya, bukannya saya ingin menginterupsi perdebatan kalian berdua. Namun menurut hemat saya, hal-hal yang sudah terjadi atau tidak ada konsekuensinya dengan masa depan, sebaiknya tidak usah dibahas-bahas lagi. Buang-buang waktu saja." 

Ganesha yang sedari tadi sudah bosan mendengar drama-drama ala sinetron Arimbi dan Seno, bersuara. Ia memang paling tidak betah menonton perdebatan tanpa solusi begini. Mengantuk jadinya.

"Arimbi, sekarang saya tanya, apa kamu bersedia saya lamar untuk menjadi istri saya?"

Tanpa tedeng aling-aling Ganesha melamar Arimbi. Ia ingin melewatkan drama-drama derai mata atau malu-malu kucing khas perempuan kala dilamar. Bukannya ia tidak menghargai perasaan kaum perempuan. Masalahnya situasi lamarannya berbeda. Yang ia butuhkan saat ini hanya jawaban antara ya atau tidak. 

Arimbi mematung. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Ganesha akan melamarnya secara langsung begini. Bukan apa-apa. Arimbi tadi sempat melirik sekilas wajah Ganesha, saat Pak Hasto tadi menyampaikan bahwa ia menyodorkan Ganesha untuk menggantikan tempat Seno. 

Kala itu Ganesha langsung menatapnya tajam. Seolah-olah mengatakan bahwa gara-gara dirinyalah, Ganesha menjadi korban. Makanya Arimbi sempat ragu-ragu. Belum lagi pada dasarnya ia takut pada Ganesha. Meski begitu ia memang sudah mentekadi akan menerima usul Pak Hasto, setelah Nina mengirim photo-photo dan videonya dengan Seno.

Dan kini setelah Ganesha melamarnya dengan mulutnya sendiri, tekad Arimbi kian bulat. Sudahlah, mungkin Allah sudah mempunyai rencana lain untuknya. Mungkin juga Seno hanya ditakdirkan menemani sampai kini, sementara Ganesha akan mendampinginya hingga ke masa depan. 

Ternyata kalimat jodoh pasti bertemu, jodoh tidak akan ke mana-mana bukan kebohongan belaka. Buktinya Allah mempersulit hubungannya dengan Seno, namun memudahkan segala urusannya dengan Ganesha. Ya, sesederhana itu Allah menunjukkan tanda-tandaNya.

"Ya, saya bersedia, Mas Esha. Pokoknya saya bersedia menikah dengan siapa saja, asal jangan dengan Mas Seno." Entah mengapa melihat wajah shock Seno, Arimbi jadi ingin membuat Seno makin shock lagi. 

"Cukup sampai kalimat, saya bersedia saja. Saya tidak butuh sisa kalimat lainnya."

Beginilah Ganesha. Pedasnya ucapannya level dewa. Makanya menurut Seno dulu, tidak ada perempuan yang betah berdekatan lebih dari sepuluh menit dengan Ganesha. Bahkan Menik, sahabatnya yang juga mantan pacar Ganesha menyerah menghadapi kecuekan Ganesha. Padahal, Menik itu tingkat kesabarannya masuk dalam sepuluh besar orang yang paling sabar versi on the spot. Namun Arimbi juga tidak menyangka, bahwa dirinya akan menggantikan posisi Menik. Bukan hanya sebagai pacar, tetapi langsung menjadi istri! 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status