Baru saja Natasha akan menstarter motornya, ponselnya bergetar. Satu panggilan masuk pasti."Iya, halo." Natasha menjawab dengan nada malas. Kedua bola matanya diputar. Siapa lagi yang menelepon jika bukan suaminya?"Jangan lupakan malam ini kedua orang tuaku akan datang ke mari." Aji mengingatkan di ujung sambungan.Jengah juga tiap menit ditelepon. Hanya untuk memberitahukan bahwa mertuanya akan berkunjung ke rumah mereka. "Iya, bawel deh!" Natasha menjawab dengan nada gusar. Mau sampai kapan dia terus diingatkan? Memangnya dia bocah cilik yang harus selalu diingatkan. Usianya sudah 25 tahun."Kalau sampai mama atau papa curiga, ingat saja besok kamu tidak akan bisa bangun dari tempat tidur!" Aji mengancam. Suaranya pelan, tapi tegas.Mendengar ucapan suaminya, Natasha menjadi bergidik ngeri. Belum masuk semuanya saja dia hampir seperti kain yang dirobek kecil. Bagaimana kalau sudah masuk semua milik suaminya itu? Bisa mati muda dirinya.Ia mengingat betapa sangat menyakitkan setel
Natasha langsung ngibrit ke rumah sahabatnya, Raya. Telepon dan pesan ada ratusan masuk di ponselnya. Begitu Raya mendengar suaranya setelah ratusan kali mencoba menghungi, Natasha langsung memintanya ke rumahnya.Raya berutang banyak penjelasan padanya. Awalnya Natasha hanya ditugaskan untuk mencoba gaun pernikahannya. Namun, Natasha juga ikut menikah di hari yang sama dengannya. Tanpa menyebar kabar baik ini. Salah menikah ceritanya."What the hell Natasha! Lihat tuh leher loe." Raya langsung setengah berteriak begitu Natasha mampir ke rumahnya. Raya melihat kissmark di leher Natasha yang lumayan masih terlihat."Loe masih main sama suami loe pagi tadi? Anjir tahan banting loe semalaman dibabat habis. Paginya minta jatah tambahan masih loe ladenin juga. Minum obat kuat apa loe?"Raya langsung melempar berbagai pertanyaan pada sahabat karibnya itu."Anjir, pantesan semua orang di rumah tertawa ngeliat gue pergi dari rumah. Dia ninggalin bekas dua biji di leher gue," ucap Natasha samb
"Ya Tuhan, Natasha. Loe mimpi apa sampai jadi suaminya dia? Eh bego istrinya si es batu?" Raya bertanya pada Natasha. "Kalau udah jadi cerita bisa nggak judulnya 'Salahkah Takdir Cinta?' cocok banget soalnya sama kejadian ini. Relate gitu,"Dug!Natasha melempar gulingnya ke arah sahabatnya itu. Bukannya memberikan solusi atas pernikahan tak sengajanya ini. Sejak awal datang menginjakkan kaki, Raya malah sibuk menginterogasinya. Dan sekarang memberikan ceramah padanya.Natasha malah tambah pusing"Trus kissmarknya Aji ditutupin pakai apa?" Natasha bertanya sambil menunjukkan tanda kepemilikan dari suaminya itu.Raya tertawa terbahak. Dia lalu menuju ke lemarinya mencari sesuatu. Dilemparnya sebuah syal begitu menemukannya ke arah Natasha."Pakai itu aja. Jangan sampai lepas. Apalagi kelihatan di hadapan Tuan Putri Ariani. Perang dunia entar. Perang Mahabarata juga ntar," kata Raya sambil terkikik."Sialan loe jadi sahabat gue ya. Bukannya ngasih solusi. Malah ngeledekin," jawab Natash
Kini Natasha sudah diantarkan Pak Yanto pulang ke rumah. Raya juga sudah pulang ke rumahnya diantar Pak Yanto.Sahabatnya itu ikut pergi ke salon. Tentu saja minta bayar dengan Natasha. Raya beralasan bahwa Natasha harus mentraktirnya karena sudah sah menjadi istri dari laki-laki paling to the poin di kotanya.Dengan langkah perlahan, Natasha pun pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri. Dia tak boleh menghilangkan riasan dari salon, jika tidak mau mengulang menata wajahnya sendiri. Natasha tidak pandai berdandan.Satu jam kemudian...Aji pun naik ke lantai dua. Di tangan kanannya terdapat gaun yang baru saja dibeli di butik langganan keluarga. Aji berniat untuk memberikan gaun itu kepada istrinya untuk digunakan saat makan malam bersama kedua orang tuanya.Tok... Tok... Tok...Aji mengetuk pintu kamar dengan sopan. Natasha kata Pak Yanto sudah pulang ke rumah sejak sejam lalu."Iya, masuk!" Natasha berkata lembut.Aji pun berniat masuk ke dalam kamarnya yang kini di tempati Nata
Aji tak menjawab. Ia tiba-tiba memeluk Natasha erat. Aji tiba-tiba menangis. Penampilan keduanya kacau balau. "Maafkan aku ya istriku. Jika nanti aku di luar batas lagi dan tak terkendali kamu bisa memukulku, mencubit, atau apapun itu untuk menghentikanku. Aku hampir melakukannya lebih jauh," "Nggak papa, Mas. Aku kan istrimu. Jadinya nggak papa kok." Natasha berkata dengan tulus. Ditepuknya punggung sang suami dengan penuh kasih sayang. Entah mengapa dia pernah melakukan hal yang sama. Namun, ia lupa dengan siapa.Natasha membenahi pakaiannya yang sudah diacak-acak oleh suaminya. Natasha juga memoles ulang bedak dan lipstik lagi. Semuanya mulai pudar. Entah hal apa yang dilakukan oleh suaminya sampai membuat hal itu terjadi.Sementara itu Aji akan pergi ke kamar mandi. Namun, Natasha mencegahnya. "Aku gantiin di kamar mandi, Mas. Gimana?" tanya Natasha sambil memutar badannya dari meja rias."Nggak usah ya. Biar aku sendiri aja. Nanti aku kelepasan lagi di kamar mandi," kata Aji. N
Ia lalu membenahi tali spageti bajunya yang dilepaskan oleh suaminya asal. Dia melihat gaun selutut yang diberikan Aji memang layak dan sopan. Tapi setelah tali spagetinya dilepas semuanya jadi berubah. Dadanya menjadi terlihat sangat berisi dan menggairahkan.Pantas saja suaminya sampai tak terkendali. Raya bilang tubuhnya terlihat memabukkan apabila dilihat oleh mata lelaki. Begitu penuturannya."Eh, bukan begitu cara pakainya!" Aji terdengar menginterupsi apa yang dilakukan oleh Natasha.Ia lalu meraih paksa bedak yang digunakan Natasha. Natasha seolah seperti amatiran dalam menghilangkan kissmark di tubuhnya."Anjir, bener kata Raya. Suami gue nafsuan," kata Natasha di dalam hati. Matanya lekat memandang Aji yang entah mengapa sangat teduh dan menenangkan."Sekali aja gapapa deh. Tanggung aku nggak bisa menahannya." Aji berkata di dalam hati.Aji langsung mengecup bibir Natasha dengan perlahan lagi. Kecupan itu disambut hangat oleh istrinya. Aji pun dengan perlahan menuntun sang i
Hari sudah larut malam. Aji dan Natasha pun memutuskan untuk pergi ke kamar. Besok masih harus pergi oe sekolah.Meskipun pengantin baru, Aji tidak mau mengambil cuti. Dan Natasha tidak mengambil cuti karena awalnya bukan dirinya yang akan menikah, melainkan Raya sahabatnya.Aji pun menuju ke lemari pakaian sesampainya di kamar. Ia berniat mengambil selimut lain. Natasha menunggu sambil duduk di atas ranjang."Kamu tidur di kasur ya. Aku mau tidur di sofa aja nggak papa," ucap Aji sambil melirik ke arah sang istri."Loh, kok gitu?" Natasha bertanya. Ia seolah tak mengerti dengan apa yang dipikirkan suaminya tersebut."Kok gitu gimana sih?" Aji berbalik bertanya kepada istrinya. Natasha mencebikkan bibirnya. "Kalau-kalau pinggangmu sakit gimana? Udah deh tidur di atas kasur barengan aja gapapa." Natasha berkata. "Udah enggak mungkin terjadi hal buruk kayak yang kita pikirin. Kita sama-sama jaga diri masing-masing aja udah," tambah Natasha panjang kali lebar. Dia tak mau juga membuat
Aji keluar menuju dapur untuk membuat kopi hitam pahit tanpa gula. Ia masih agak mengantuk. Namun, takut untuk melanjutkan tidurnya. Ia pasti akan berminpi buruk lagi mengenai dirinya yang tenggelam. Setelah bangun dia pasti akan menangis ketakutan. Persis seperti itu. Makanya ia agak sangsi tidur lagi.Aji pun membuka lemari penyimpanan kopi dan gula. Ia banyak menyimpan kopi karena hampir jarang tidur. Mimpi itu selalu datang semenjak ia kecil. Semenjak ia habis tenggelam di waterboom sekolahnya.Ia mengambil sebungkus besar kopi robusta siap seduh. Mengambil dua sendok kecil dan menuangi dengan air panas. Pusing juga dia tak pernah dapat tidur. Paling lama dia hanya akan tidur maksimal tiga jam. Sisanya pasti akan dipergunakan untuk bekerja.Aji banyak mengambil kegiatan selain sebagai guru. Mimpi buruknya yang memaksanya mengambil hal itu. Jika tidak pasti ia akan bermimpi buruk tiap malam.Saat akan membawa kopinya ke ruang kerja, Aji bertemu papa. "Tumben udah malam ngopi, Ji?