Share

03. Kesepakatan

Author: Teha
last update Last Updated: 2024-02-15 21:52:13

"Aku membencimu, Xander. Aku benciiii!" teriakku sekuat tenaga, setelah Xander menjauh dariku.

"Hahahaha!" Lagi-lagi pria itu menertawakanku, dan menyebutku bocah tantrum. Badannya sampai terguncang-guncang, seakan ia tengah menyaksikan acara komedi super kocak.

Bah! Tidak ada yang lucu! Justru tingkahnya sekarang itu yang kekanakan.

"Kau harusnya bersyukur, aku tak menuntutmu, dan membawa masalah ini ke jalur hukum. Ketahuilah, pengacaraku bisa melakukan apapun sesuai yang kuperintahkan kepadanya," cakapnya tanpa beban.

Xander memang tersenyum sangat manis, tetapi tatapan matanya seperti predator ganas yang siap memangsa seekor kelinci tak berdaya.

"Aku tak bisa menjadi istri yang kauharapkan, Xander, jangan memaksakan kehendakmu."

Kupaparkan bahwa jika aku menjadi istrinya, aku tidak akan melakukan tugas apapun sebagai seorang istri. Aku tak mau memasak, mencuci bajunya, mengurus rumahnya, dan terutama aku tak mau tidur dengannya.

Jangankan tidur bersama, disentuhpun aku tak sudi!

"Gampang itu!" katanya remeh. "Di mansion orang tuaku ada banyak maid, aku bisa membawa berapapun yang kumau ke rumahku sendiri. Dan jangan menyepelekanku. Aku tidak akan tidur dengan perempuan yang tak mau tidur denganku."

Oh, begitu? Berarti tak masalah baginya untuk tidur dengan perempuan manapun, selama perempuan itu mau dengannya?

"Tapi, tetap saja aku tak sudi diikat dalam pernikahan berbalut konspirasi semacam ini," cercaku sengit.

Pria ini sungguh tak tahu malu, bahkan setelah dirinya melakukan perbuatan kotor bersama sepupunya itu, ia masih tak sadar diri.

Xander mengangkat bahu tak peduli. "Terserah kau saja, aku sudah berbaik hati memberikan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan bagi kita. Aku akan memberimu semua yang kau inginkan, memenuhi kebutuhanmu, dan aku sendiri bisa memenuhi harapan keluargaku untuk memiliki istri."

Dengan licik Xander mengingatkanku tentang kondisi ayahku yang rawan terkena serangan jantung, apabila nanti ia mendengar diriku berulah.

Ah, ayahku! Kalau bukan karena Ayah, aku benar-benar akan pergi sejauh-jauhnya, tak peduli bila dengan statusku yang terikat pernikahan aku tak bisa menjalin asmara lagi dengan pria lain. Hidup sendiri jauh lebih baik ketimbang harus menjalani pernikahan palsu.

Sayangnya, aku tak bisa melakukan itu. Lenyap sudah masa depanku yang penuh kebahagiaan dan kebebasan.

"Jadi ... apa yang kauharapkan dariku?" tanyaku meneguhkan seluruh keyakinan.

"Sederhana saja ...."

Xander tak keberatan jika hubungan kami hanya sebatas perkawinan di atas kertas, ia tak akan berbuat macam-macam terhadapku. Hanya saja, ia ingin aku mendukungnya dengan bersikap seolah kami adalah pasangan harmonis saat berada di hadapan orang tuanya ataupun rekan-rekan bisnisnya.

Setidaknya dengan image pernikahan yang harmonis kredibilitasnya sebagai pebisnis akan meningkat.

Dan mengenai perpisahan, akan kami bicarakan lagi setelah dua tahun, bila memang tidak ada kecocokan dan pernikahan ini benar-benar tak bisa dipertahankan, tetapi tidak sekarang.

"Jangan ingkari perjanjian ini," lanjutnya sembari menaikkan telunjuknya sebagai tanda peringatan. "Penuhi kesepakatan kita. Kalau sampai kaulalaikan persyaratanku, kuabaikan pula persyaratanmu."

Dua tahun hidup bersama Xander? Aku sungguh tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Namun, dengan adanya kesepakatan ini, aku pun setuju. Setidaknya ia tak bisa berbuat seenaknya.

"Deal!" ucap Xander sembari menjabat tanganku.

Lantas dengan sikap tubuh tegap, dan percaya diri, ia mulai menunjukkan kekuasaannya dengan berkata, "Dua hari lagi kita akan berbulan madu."

***

"Apa-apaan ini, Xander? Apa niatmu sebenarnya?" pekikku dengan perasaan kesal, sampai-sampai tas tangan yang kupegang terlepas dan jatuh ke lantai.

Angan-anganku akan liburan menyenangkan di Makarelia, pulau tropis, eksotis dan mewah itu pupus sudah.

Penampakan kamar tidur di depan mataku membuatku geram, bukan karena Xander membawaku ke penginapan murahan, dan tak layak dihuni. Kamar hotel ini justru terbilang mewah dan nyaman. Hanya saja ada satu masalah.

"Mengapa tempat tidurnya cuma satu? Mana ada bunga-bunga lagi, iyuh! Ini hanya liburan, Xander. Jangan bilang kamu mencari kesempatan untuk tidur denganku. Mengaku sajalah," cecarku sebab sedari tadi Xander hanya cengengesan.

Entah sejak kapan pria satu ini memiliki hobi tertawa, setiap kali aku kesal atau protes, Xander malah menertawakanku.

"Kita ini pergi berbulan madu, Theodora, bukan masuk mess tentara. Wajar saja bila kamar honeymoon hanya memiliki satu tempat tidur," jawabnya sembari mengibaskan tangannya.

Dimainkannya kelopak-kelopak mawar yang ditaburkan di atas ranjang. Memang, kamar ini didekor dengan begitu manis. Ada bunga di mana-mana, serta hiasan cantik layaknya kamar pengantin. Hanya saja semua itu membuatku cringe!

"Tidak bisa begitu, Xander!" tampikku sedikit ngegas. "Aku sudah bilang, aku tak mau tidur denganmu. Ini di luar kesepakatan kita."

"Terserah kau mau tidur di sini atau di luar sana. Yang jelas orang tuaku yang memesankan kamar ini sebagai hadiah pernikahan untuk kita, kita tinggal menerima, menikmati, toh tinggal tidur saja, tidak perlu membayar," sahutnya seraya duduk di tepi ranjang.

Apa? Bisa-bisanya dia bilang begitu? Baru berapa hari juga kami setuju untuk hidup bersama sebagai pasangan di atas kertas dengan banyak rincian kesepakatan, eh, sebegitu mudahkah kesepakatan itu diingkari?

"Kamu tak bermaksud mengambil kesempatan dalam kesempitan, kan?" tuduhku sekali lagi. Kulirik Xander penuh kecurigaan.

"Berhentilah cerewet, Theodora!Sudah kubilang, aku tak akan tidur dengan wanita yang tak mau tidur denganku, bahkan istriku sendiri. Memangnya aku lelaki apaan?" timpalnya cuek. Lantas dengan santainya pria itu berbaring di tempat tidur.

Kugelengkan kepala dengan kedua lengan berkacak pinggang, tak habis pikir aku menyaksikan tingkahnya. Seperti bocah digerakkan pantatnya untuk merasakan betapa empuk springbed tersebut.

"Aaah! Nyaman sekali, Theodora. Kau sungguh tak mau tidur di sini? Santai saja, tempat tidur ini cukup luas bahkan untuk sepuluh orang sekalipun." Xander menepuk-nepuk sisi kanan tempat tidur yang kosong, mengundangku untuk bergabung dengannya.

"Jangan mimpi!" desisku galak. Seenaknya saja lelaki itu menyebut tempat tidurnya cukup untuk sepuluh orang. Dipikirnya ia sedang menjemur ikan asin?

Aku memelototinya dengan sengit. Sesaat tatapan kami beradu, bersaing untuk menunjukkan siapa yang bisa memenangkan adu tatap ini ..., dan aku yang kalah.

Xander menggunakan satu siku untuk menahan tubuhnya. Satu lututnya dinaikkan dengan begitu santai. Sikapnya mirip preman pasar.

Pria itu meringis, lalu dengan nada menggoda ia mengucapkan kalimat yang membuatku panas dingin. "Aku tak akan berbuat macam-macam, Theodora ... kecuali kau memprovokasi duluan."

"Tidur saja sana, biar kamu bisa bermimpi, kalau perlu jangan bangun sekalian!" seruku kesal.

Pria menyebalkan itu terbahak-bahak. Suara tawanya bahkan mengundang hipertensi.

"Jangan, dong! Kalau aku mati, nanti kamu jadi janda," ucapnya dengan suara yang begitu lembut dan mengiba. Tentu saja itu hanya sandiwara.

"Biar saja, lebih baik aku jadi janda ... bebas, ketimbang harus hidup dengan penipu!" timpalku balas mencemooh.

Meskipun hanya lewat adu mulut, aku berharap bisa mengalahkannya. Sayangnya aku berhadapan dengan pria selicin belut.

"Nggak seru, ah!" katanya dengan suara merengek.

Dih! Bocah banget sih? Belum lagi bibirnya mengerucut manyun. Bagaimana Xander bisa bertingkah seimut itu? Duh, hampir saja aku tergoda untuk menguncir bibirnya dengan pita.

Lalu pria itu bangun, dan duduk di atas ranjang. Matanya menatapku lekat, lengkap dengan seringaian nakalnya. "Aku belum akan mati, Theodora, karena kau belum merasakan hukuman dariku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   60. Suami Modus (Bab Terakhir)

    "Nakal sekali kamu!" Kutumbuk pelan lengan sahabatku yang otaknya sanggup memikirkan ide-ide random tapi kreatif itu. "Itu sangat tidak perlu, Jud, sebab suamiku sebenarnya sangat berjiwa modus."Selama berbulan-bulan aku memendam perasaanku sendiri, dan bertanya-tanya bila Xander juga mencintaiku, kadang tersipu-sipu atas sikap manisnya, dan di saat lain frustasi karena sikap dinginnya, padahal dalam kenyataan Xander-lah yang lebih dahulu menyukaiku."Hmm, sebenarnya hal semacam ini sudah kuduga, sih," sahut Judith dengan tampang sok tahu. Saat itu wajahnya terlihat sangat konyol sehingga alih-alih mencemooh, aku justru menertawakan tampang lucunya.Xander di masa kuliah yang kukenal dahulu terkesan sangat berbeda dari Xander sang pengusaha yang kutemui di hari pernikahan kami, sehingga aku sempat mengira kepribadiannya telah berubah.Padahal itu semua adalah bagian dari upaya serta modusnya untuk memenangkan hatiku. Mulai dari pernyataan tentang hukuman, permintaan untuk berakting me

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   59. Pria Italia

    "Kemarin kau bilang Vanessa orangnya perhitungan, sekarang malah justru aku menyaksikan kakak lelaki Vanessa bersikap jauh lebih perhitungan. Benar-benar, ya, kakak adik sama saja!" Kulirik Xander dengan apa yang orang sebut sebagai bombastic side eye.Xander tertawa, lalu dengan liciknya menyahut, "Kalau kau tidak suka kita bisa langsung pulang -""Eh, jangan! Sudah sampai sini masa langsung pulang sih?" Sebelum didahului oleh suamiku yang selalu bertindak ala seorang gentleman, aku bergegas membuka pintu mobil, keluar, dan berjalan mendahuluinya ke rumah yang kami tuju sambil cengar-cengir.Lebih baik melarikan diri sebelum Xander menggangguku lebih lanjut, atau malah betulan membawa kami pergi dari tempat ini.Suamiku memang se-sweet itu sampai-sampai saat kami pergi berdua dirinya selalu membukakan serta menutupkan pintu mobil untukku. Di dalam rumah pun kadang ia masih membukakan pintu untukku, sampai aku memarahinya karena ia ingin membukakan pintu toilet juga sewaktu aku kebelet

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   58. Utang Budi

    "Memangnya apa lagi? Sudah jelas karena Xander adalah pria yang lebih baik dari Alex; tampan, kaya, mandiri, bertanggung jawab, dan yang pasti menyayangimu," cerocos ibuku. "Bahkan Ibu sudah melihat sendiri sekarang kau juga ....""Ibu, tolong!" Kuhardik ibuku dengan mata melotot, ia membalas dengan lirikan masam. Biar saja masam, yang penting Bu Agatha Wilson tak melanjutkan omong kosongnya itu."Ibu," panggilku lebih lembut, "aku tahu ibuku ini adalah wanita yang keras, galak, suka mengomel, atau apalah.""Enak saja kau menyebut Ibu seperti itu." Ibuku bersungut dengan bibir komat-kamit."Tapi aku tahu," potongku tak mengalah, "Ibu adalah ibu terbaik yang kumiliki, yang menyayangi serta mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang jujur."Kuingatkan dirinya tentang nilai-nilai luhur yang selalu ia ajarkan kepadaku dan Theo agar tidak menyontek, tidak mengganggu teman, dan tidak berbohong."Iya, aku memang telah menikah dengan Xander, dan benar, kami telah menemukan kebahagiaan dalam

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   57. Whatever

    "Mengapa kita ke mari, Xander? Kau mau kita membeli oleh-oleh untuk Ayah Ibu? Atau ... membelikanku lebih banyak kukis dan kue?" Mataku berbinar senang sekaligus penasaran saat mendapati mobil yang membawa kami berdua berhenti di depan Whatever Bakery, toko kue dan kukis favoritku.Siang ini kami berencana mengunjungi orang tuaku di Hazelton. Selama ini kami berkomunikasi lewat telepon atau panggilan video. Sudah lama aku ingin menengok mereka, tetapi Xander baru sempat sekarang. Suamiku melarangku pergi sendirian, dengan dalih aku tengah hamil, makanya aku harus menunggu sampai Xander punya waktu untuk pergi."Dua-duanya boleh," sahut Xander sembari membukakan pintu mobil untukku."Terima kasih." Kubalas kebaikannya dengan senyuman manis. Bergandengan tangan kami berjalan menuju toko.Aroma kue yang menyenangkan menyapa penciuman kami begitu kami memasuki bangunan itu. Serta merta waitress yang bertugas menyambut kami dengan keramahan luar biasa. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Smith

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   56. Tak Akan Meminta Maaf 

    "Awalnya aku tidak mau," ucapnya terus terang. Sebagai seorang pebisnis yang memiliki citra bersih, serta selalu bermain adil, Xander menolak tawaran untuk menikahi calon istri sang sepupu. Namun, pada akhirnya ia merasa kasihan kepadaku."Kasihan?" tanyaku sedikit bingung. "Jika kau merasa kasihan, harusnya kau tak perlu menikahiku. Lunasi saja utang Alex, lalu kau buat perhitungan dengannya, seumur hidup, bila perlu."Meskipun pada akhirnya pernikahan kami telah mencapai titik sepakat, dan kami bahagia bisa hidup bersama, kemungkinan semacam itu lebih masuk akal. Toh mereka masih kerabat, orang tua mereka pun bisa dilibatkan.Xander tersenyum sedih. "Masalahnya tak sesederhana itu, sayang." Dengan lembut dibelainya pipiku. "Aku juga menyarankan agar dirinya membatalkan pernikahan itu, tetapi Alex terus mendesakku untuk menikahimu. Ketika akhirnya sepupuku berhenti memaksa, ia mengatakan bahwa kalian akan tetap menikah seperti rencana semula."Xander panik, pendiriannya goyah. Ia tahu

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   55. Pillow Talk 

    "Xander, tak bisakah kau melihat perasaanku dari perhatian yang kuberikan kepadamu selama ini? Juga bagaimana wajahku tersipu-sipu karena rayuan gombalmu, tak bisakah kau lihat itu?" Mataku menatapnya dengan perasaan terluka yang kurekayasa agar terkesan dramatis.Namun, Xander menanggapinya dengan serius. Ia mendesah berat, seolah hidupnya penuh dengan masalah pelik. Aku jadi sedikit merasa bersalah, tapi lagi-lagi ia terlihat menggemaskan, sampai-sampai aku nyaris gagal berakting."Thea, bahkan seorang pria paling percaya diri sekalipun perlu diyakinkan bahwa wanita yang dicintainya memiliki perasaan yang sama. Kau sendiri sering menggerutu bahwa aku ini kurang peka," keluh Xander dengan wajah semakin murung.Oh, tidak! Ini terlalu lucu. Kami seakan mengulang percakapan beberapa menit lalu di saat Xander menanyakan perasaanku. Interaksinya mirip, hanya saja fakta bahwa Xander menyebutkan ketidakpekaan di pihaknya membuat keseriusan pembicaraan ini buyar."Ahahahaha!" Aku tertawa terb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status