Sebuah konspirasi berhasil menjebak Theodora ke dalam pernikahan dengan pria bernama Alexander Noah Smith, sepupu dari kekasihnya sendiri. Sebagai aksi balasan, perempuan itu kabur di tengah resepsi pernikahan mereka, mempermalukan sang mempelai pria di tengah sorotan wartawan dan kolega bisnisnya. Sayangnya, hanya dalam seminggu ia dipaksa kembali, karena ayahnya terkena serangan jantung. Sang suami gadungan tak meloloskan keinginannya untuk bercerai, sebab ia ingin membalas tindakan Theodora yang telah mencoreng mukanya di hadapan umum. Namun, bukan hukuman dari Xander yang Theodora takutkan. Gadis itu tak berani menghadapi perasaannya sendiri.
Lihat lebih banyakDiana stood in the ballroom, staring blankly. Everyone was paired and she was the only one standing awkwardly. She turned from time to time, trying to get familiar with her environment.
"The king isn't here." A woman whispered behind her. She didn't turn because she knew that whoever was speaking wasn't referring to her.
"Did you hear me?" The voice came again. "Hey! Sophie!"
Diana calmed down. She was almost going to turn to answer until she heard the name that was mentioned. She exhaled softly in relief.
"What has that got to do with me, Maddie? If he's not showing up then that's fine too! No one wants to see his cursed face anyway." The sophie said. Diana's eyebrows knitted together in confusion. What curse? She thought it was only a rumour.
"Don't be like that, Soph. Oh but if he does come around and chooses a bride!"
Sophie chuckled. "Sometimes I wonder how I ended up being friends with someone as stupid as you are."
"Aw, that's harsh Soph."
The two girls made up instantly and resumed their discussion about the king. Diana was still standing on the same spot. A young man approached her. From the way he looked and smelled, Diana could tell he was a weak werewolf.
"Hello." He said with a small smile. "My name is -"
"Hi, bye." She said and turned to the other direction. The guy felt very embarrassed and left quickly. Once she noticed he had left, she turned back to the direction she was facing all the while.
The King's right hand man came into the ballroom with a wine glass and a spoon. Ting! The place became quiet immediately. All attention was drawn to the lone man who stood at the entrance of the dining.
"Attention, the king has called for everyone to show up at the dining for a dinner with him. He will be joining us soon." Right after speaking, he ordered the guards to open the door. The people began to stream into the dining. As hasty as they wanted to be, they had their reputation to protect so they didn't run. They managed to contain the excitement of seeing the king and walked into the dining.
Diana stood, searching for her step father. If she couldn't find him, she would be happy that she could at least ditch the event. Looking left and right and not sighting him anywhere, she believed that he had somehow rushed into the dining to save a seat close to the king. Diana smirked to herself. Hurriedly, she turned to make an escape but her vision got blocked by a wall and she still bumped into it. She fell backwards to the floor. Looking up, she noticed it was a man.
Couldn't he stop her from falling? She scowled slightly at him. Nevertheless, she got up and dusted her dress. Diana was a beautiful lady. With skin that was white as milk and a reddish brown hair that cascaded down her wait, softly caressing her bums. Her hazel eyes that somehow had golden streaks seemed to always glow brightly, differentiating her from the crowd.
"I'm sorry." She apologized. "I wasn't watching my way."
The man didn't respond to her. He was putting on a mask so she couldn't tell if he was mad or not. But from the way hus presence intimidated her, she could tell that he was someone she could not bear to offend. She swallowed her baseless pride and apologized very humbly. Her step father would skin her alive if he heard she brought added problems to him.
Staring down at her, the man could see the varying emotions swirling through her eyes. He could tell that despite she apologized, she could very well be cursing at him in her heart.
"Who brought a little lamb like you to the lions' den?" He asked. His voice was so deep and full of authority. The strength and power it carried made Diana weak in the knees. She took her gaze away from his and put them to the floor.
"What flock do you belong to, huh? Answer me little lamb." He mocked. Diana felt a rage come over her. She raised her head in defiance but her fiery eyes met his fiery ones. His were glowing red and she could tell that he was really not someone she could offend. She cooled down instantly.
"I'm not a little lamb." She muttered, looking away from him.
"Not a little lamb? But you are a lamb? Just a slightly bigger than little one." The man said. His eyes roamed her body. He could tell what and what she had under the clothes which she wore and he wanted to touch them to know how they felt. Diana felt violated under his stare.
"I'm not a lamb at all!" She fired back.
"Diana!" A hard voice called. Diana shook slightly and the fear she tried to hide suddenly resurfaced in her eyes. She would have made her escape if this proud man hadn't just stopped her! Growling within herself, she turned to find the devil she had been trying to escape, behind her. He was making the slow walk to meet her.
"What are you doing here? Who are you talking to?!" He demanded. Diana turned to look at the man she had been arguing with just to confirm if he was a ghost. Truthfully, he was no longer there. Her face turned dark.
"No one." She murmured. "I want to return home." She said. Thomas frowned at her.
"Why will you return home? The king is about to make a public show!"
"I don't care! I want to go home. This isn't a place for..." She trailed off. Was she just about to call herself a little lamb? Before her step father could say anything more, she ran off. As she ran, the events of the day played in her head again. From the start of the day.
She remembered everything. Her only concern was, who was that stranger who made her feel so many emotions at once and still managed to make her look like a lunatic before her step father? Why did he seem so powerful?
"Nakal sekali kamu!" Kutumbuk pelan lengan sahabatku yang otaknya sanggup memikirkan ide-ide random tapi kreatif itu. "Itu sangat tidak perlu, Jud, sebab suamiku sebenarnya sangat berjiwa modus."Selama berbulan-bulan aku memendam perasaanku sendiri, dan bertanya-tanya bila Xander juga mencintaiku, kadang tersipu-sipu atas sikap manisnya, dan di saat lain frustasi karena sikap dinginnya, padahal dalam kenyataan Xander-lah yang lebih dahulu menyukaiku."Hmm, sebenarnya hal semacam ini sudah kuduga, sih," sahut Judith dengan tampang sok tahu. Saat itu wajahnya terlihat sangat konyol sehingga alih-alih mencemooh, aku justru menertawakan tampang lucunya.Xander di masa kuliah yang kukenal dahulu terkesan sangat berbeda dari Xander sang pengusaha yang kutemui di hari pernikahan kami, sehingga aku sempat mengira kepribadiannya telah berubah.Padahal itu semua adalah bagian dari upaya serta modusnya untuk memenangkan hatiku. Mulai dari pernyataan tentang hukuman, permintaan untuk berakting me
"Kemarin kau bilang Vanessa orangnya perhitungan, sekarang malah justru aku menyaksikan kakak lelaki Vanessa bersikap jauh lebih perhitungan. Benar-benar, ya, kakak adik sama saja!" Kulirik Xander dengan apa yang orang sebut sebagai bombastic side eye.Xander tertawa, lalu dengan liciknya menyahut, "Kalau kau tidak suka kita bisa langsung pulang -""Eh, jangan! Sudah sampai sini masa langsung pulang sih?" Sebelum didahului oleh suamiku yang selalu bertindak ala seorang gentleman, aku bergegas membuka pintu mobil, keluar, dan berjalan mendahuluinya ke rumah yang kami tuju sambil cengar-cengir.Lebih baik melarikan diri sebelum Xander menggangguku lebih lanjut, atau malah betulan membawa kami pergi dari tempat ini.Suamiku memang se-sweet itu sampai-sampai saat kami pergi berdua dirinya selalu membukakan serta menutupkan pintu mobil untukku. Di dalam rumah pun kadang ia masih membukakan pintu untukku, sampai aku memarahinya karena ia ingin membukakan pintu toilet juga sewaktu aku kebelet
"Memangnya apa lagi? Sudah jelas karena Xander adalah pria yang lebih baik dari Alex; tampan, kaya, mandiri, bertanggung jawab, dan yang pasti menyayangimu," cerocos ibuku. "Bahkan Ibu sudah melihat sendiri sekarang kau juga ....""Ibu, tolong!" Kuhardik ibuku dengan mata melotot, ia membalas dengan lirikan masam. Biar saja masam, yang penting Bu Agatha Wilson tak melanjutkan omong kosongnya itu."Ibu," panggilku lebih lembut, "aku tahu ibuku ini adalah wanita yang keras, galak, suka mengomel, atau apalah.""Enak saja kau menyebut Ibu seperti itu." Ibuku bersungut dengan bibir komat-kamit."Tapi aku tahu," potongku tak mengalah, "Ibu adalah ibu terbaik yang kumiliki, yang menyayangi serta mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang jujur."Kuingatkan dirinya tentang nilai-nilai luhur yang selalu ia ajarkan kepadaku dan Theo agar tidak menyontek, tidak mengganggu teman, dan tidak berbohong."Iya, aku memang telah menikah dengan Xander, dan benar, kami telah menemukan kebahagiaan dalam
"Mengapa kita ke mari, Xander? Kau mau kita membeli oleh-oleh untuk Ayah Ibu? Atau ... membelikanku lebih banyak kukis dan kue?" Mataku berbinar senang sekaligus penasaran saat mendapati mobil yang membawa kami berdua berhenti di depan Whatever Bakery, toko kue dan kukis favoritku.Siang ini kami berencana mengunjungi orang tuaku di Hazelton. Selama ini kami berkomunikasi lewat telepon atau panggilan video. Sudah lama aku ingin menengok mereka, tetapi Xander baru sempat sekarang. Suamiku melarangku pergi sendirian, dengan dalih aku tengah hamil, makanya aku harus menunggu sampai Xander punya waktu untuk pergi."Dua-duanya boleh," sahut Xander sembari membukakan pintu mobil untukku."Terima kasih." Kubalas kebaikannya dengan senyuman manis. Bergandengan tangan kami berjalan menuju toko.Aroma kue yang menyenangkan menyapa penciuman kami begitu kami memasuki bangunan itu. Serta merta waitress yang bertugas menyambut kami dengan keramahan luar biasa. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Smith
"Awalnya aku tidak mau," ucapnya terus terang. Sebagai seorang pebisnis yang memiliki citra bersih, serta selalu bermain adil, Xander menolak tawaran untuk menikahi calon istri sang sepupu. Namun, pada akhirnya ia merasa kasihan kepadaku."Kasihan?" tanyaku sedikit bingung. "Jika kau merasa kasihan, harusnya kau tak perlu menikahiku. Lunasi saja utang Alex, lalu kau buat perhitungan dengannya, seumur hidup, bila perlu."Meskipun pada akhirnya pernikahan kami telah mencapai titik sepakat, dan kami bahagia bisa hidup bersama, kemungkinan semacam itu lebih masuk akal. Toh mereka masih kerabat, orang tua mereka pun bisa dilibatkan.Xander tersenyum sedih. "Masalahnya tak sesederhana itu, sayang." Dengan lembut dibelainya pipiku. "Aku juga menyarankan agar dirinya membatalkan pernikahan itu, tetapi Alex terus mendesakku untuk menikahimu. Ketika akhirnya sepupuku berhenti memaksa, ia mengatakan bahwa kalian akan tetap menikah seperti rencana semula."Xander panik, pendiriannya goyah. Ia tahu
"Xander, tak bisakah kau melihat perasaanku dari perhatian yang kuberikan kepadamu selama ini? Juga bagaimana wajahku tersipu-sipu karena rayuan gombalmu, tak bisakah kau lihat itu?" Mataku menatapnya dengan perasaan terluka yang kurekayasa agar terkesan dramatis.Namun, Xander menanggapinya dengan serius. Ia mendesah berat, seolah hidupnya penuh dengan masalah pelik. Aku jadi sedikit merasa bersalah, tapi lagi-lagi ia terlihat menggemaskan, sampai-sampai aku nyaris gagal berakting."Thea, bahkan seorang pria paling percaya diri sekalipun perlu diyakinkan bahwa wanita yang dicintainya memiliki perasaan yang sama. Kau sendiri sering menggerutu bahwa aku ini kurang peka," keluh Xander dengan wajah semakin murung.Oh, tidak! Ini terlalu lucu. Kami seakan mengulang percakapan beberapa menit lalu di saat Xander menanyakan perasaanku. Interaksinya mirip, hanya saja fakta bahwa Xander menyebutkan ketidakpekaan di pihaknya membuat keseriusan pembicaraan ini buyar."Ahahahaha!" Aku tertawa terb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen