Share

Part 5

"Sekarang," intruksiku.

Aish langsung datang bersama gerombolan preman. Disusul tim pemadam membawa selang hydrant. Semua mata menatap tanpa berkedip. Pertunjukan spesial, akan dimulai.

"Serang!" teriak Aish.

"Apa-apaan, ini?" tanya Aida panik.

Brak!

Brak!

Para preman langsung mengubrak-abrik meja, kursi dan merusak pelaminan serta hiasan pesta lainnya. Sedangkan para pemadam, menyemprotkan air berkekuatan tinggi. Menyiram para tamu undangan dan keluarga Mas Wisnu di pelaminan. Satu petugas lainnya, khusus menyiram Aida dan Mas Wisnu.

"Arrgh!" Para tamu undangan berhamburan keluar tempat resepsi.

"Arrgh! gila kamu Elina!" teriak Aida histeris saat terkena semprotan air.

Aku sengaja menepi ke tempat yang aman dari penyemprotan. Menjauh dari mereka. Rasanya Puas melihat kericuhan ini. Ide Aish dan Arka memang luar biasa. Dibandingkan harus bersikap kriminal dengan cara mencekik atau mengancam mereka, lebih baik, mengacaukan acaranya dengan perbuatan konyol seperti ini. Tidak akan ada yang terluka. Hanya air yang aku siramkan. Para preman, tidak melukai para tamu, cukup membuat tempat ini jadi berantakan. Anggap saja, ini gambaran hatiku yang sedang terluka.

"Neng, Maafkan Mas. Tolong hentikan perbuatan gila ini." 

Mas Wisnu menggenggam tanganku. Mengucapkan kata penuh permohonan, hatiku makin sakit mendengarnya. Apakah dia lebih mementingkan resepsi ini, dibandingkan hatiku?

"Hahaha, semudah itu kamu bilang maaf, Mas. Kenapa kamu berbohong, kenapa?" tanyaku penuh amarah.

"Maaf Neng, Mas terpaksa menikah dengan Aida. Tolong hentikan semua kekacauan ini, Mas janji akan menjelaskan semuanya."

"Terpaksa? apa aku tidak salah dengar. Tega kamu, Mas. Apa kurangnya aku, Mas? bukankah masalah anak, kita bisa bicarakan baik-baik. Kamu tentu tahu, aku tidak mandul. Lalu, apa alasan kamu mengkhianati, apa?"

Tangisan dan amarah, aku keluarkan semua. Menangis dan berteriak dengan membabi-buta. Kali ini saja, aku ingin melampiaskan semuanya di hadapan Mas Wisnu. Sebelum perlahan, menjauh dari hidupnya.

Plak! 

"Itu untuk air mataku yang berjatuhan."

Satu tamparan mendarat di pipi kanannya. Mas Wisnu menatapku nanar.

Plak!

"Satu lagi, bentuk kekecewaanku."

kedua pipi Mas Wisnu merah merona. Dia tidak berkutik. Hanya pasrah mendapat serangan dariku.

"Ayok, kita baku hantam, Mas. Aku sudah muak dengan ekspresimu yang sok sedih. Dasar penjahat wanita, buaya darat."

Aku sudah memasang kuda-kuda. Siap beradu pukulan dengan Mas Wisnu. Dia sangat hafal, kalau aku jago bela diri. Mantan atlet pencak silat tingkat kabupaten di Yogyakarta.

"Silahkan pukul Mas, Neng. Asal Neng puas dan mau memaafkan Mas. Semua ini hanya keterpaksaan, Neng."

"Halah, banyak cingcong."

Bugh!

"Aw ...," rintih Mas Wisnu.

Satu tendangan berhasil mengguncang benda pusakanya. Itu balasan untuk burung yang suka menclok di tempat orang lain. Mas Wisnu terjengkang sambil meringis kesakitan.

"Mas Wisnu," histeris sang pelakor.

"Sini maju, gantian kamu yang aku kasih tendangan maut."

"Elina, kamu sudah tidak waras. Pantes saja Mas Wisnu mau menikahiku. Lihatlah dirimu,   mirip preman."

"Dasar pe-"

"Cukup. Kamu sudah mengacaukan acara ini. Jangan main hakim sendiri Nak. Silahkan pergi, nanti kita bicarakan di rumah," ujar ibu mertua menahan amarah.

Baju ibu mertua basah kuyup. wajahnya seram karena make up yang sudah separuh luntur. Raut cemas sangat kentara, tapi dia berusaha tenang. 

"Elin gak nyangka, Ibu bisa berbuat Setega ini. Kita sama-sama perempuan, Bu. Tapi ibu tega merestui anaknya bersikap sewenang-wenang kepadaku." Bulir bening, lagi-lagi tidak bisa ditahan.

"Kami punya alasan yang kuat untuk pernikahan ini. Tolong, kamu pulang dulu. Bawa preman kampungan yang kamu sewa. Kalau tidak, Ibu akan melaporkan kalian ke polisi." 

Aku hanya tersenyum kecut mendengar pembelaan ibu mertua untuk menantu barunya. Ribuan belati menancap sempurna di hati ini. Orang-orang yang terlihat baik, ternyata menusukku dari belakang. 

"Cepat Elin!" bentak Ibu mertua.

"Mbak Elin, lebih baik anda pergi dulu dari sini. Aish, bawa kakakmu kembali ke penginapan," ucap Arka yang tiba-tiba muncul.

Aku tidak tahu, sejak kapan Aish dan Arka ada di belakangku. Mereka datang di waktu yang tepat. 

"Ayok, Mbak. Nanti kita balas mereka," bisik Aish sambil merangkul pundakku.

Tubuh ini hampir ambruk ke tanah, jika Aish tidak menguatkanku. Tuhan sangat baik. Di detik-detik terberat dalam hidupku, mereka hadirkan dua malaikat tak bersayap. Seorang adik yang selalu mendukung, dan pria asing yang begitu baik, padahal baru bertemu.

"Cepat bubarkan kekacauan ini!" teriak mertuaku.

Mas Wisnu hanya menatapku tak berdaya. Sedangkan Aida menyunggingkan 

senyuman penuh kemenangan. Dia pasti merasa mendapat angin segar karena di bela ibu mertua. Awas saja, kebahagian itu akan sirna. Perebut suami orang, akan mendapatkan balasan atas kejahatannya melukai istri pertama yang tulus.

"Berhenti. Sudah cukup," perintah Arka pada pasukan perang kami.

"Urusan kita belum selesai, Mas." Aku menatap tajam pada Mas Wisnu dan Aida.

Aish menarik tanganku agar pergi dari tempat ini. Kami keluar bersama para preman dan pemadam kebakaran yang sudah melakukan tugasnya. 

Di parkiran, Aish memberi sejumlah uang sisa pembayaran kepada para preman. Sebelum kami kembali ke penginapan.

"Ini uang pembayarannya, Pak preman. Terima kasih sudah membantu," ujar Aish kepada ketua preman. Dia menyodorkan amplop yang cukup tebal.

"Tidak usah, Nak Aish. Pak Arka sudah membayar lunas atas jasa kami," jawabnya.

Aku dan Aish hanya bertatapan sambil mengernyitkan dahi. Kenapa Arka begitu baik kepada kami? Apa ada udang di balik batu? ah, kepalaku nambah pusing jika memikirkannya. 

"Saya pamit dulu."

Para preman membubarkan diri. Begitu pula dengan pasukan pemadam kebakaran. Aish langsung mengambil Motor dan mengajakku kembali ke penginapan. Perihal Arka, bisa nanti dibicarakan. Saat ini, ketenangan menatalku, harus di kembalikan. Jangan sampai aku gila karena kekacauan ini.

******

Setelah huru hara kemarin, Aku putuskan untuk kembali ke Jakarta. Sebelumnya, Aku sengaja mengajak Aish menemui Arka di kantor wedding organizer Kusumadewi. Aku harus mengganti uangnya dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. 

"Abis ketemu Mas Arka, kita pulang, Mbak?" tanya Aish saat kami sedang menunggu Arka datang.

"Iya, Mbak harus menyelamatkan aset berharga di rumah, dan memikirkan langkah selanjutnya yang harus di lakukan."

"Aduh, Aish ikut pusing. Apa Mbak Elin bakal minta cerai?"

"Hemmm ...."

"Selamat pagi, Mbak Elin, dan Dek Aish," sapa Arka memotong pembicaraanku dengan Aish.

"Boleh minta waktunya sebentar, Pak Arka? ada yang ingin saya bicarakan."

"Silakan, mari masuk ke ruangan saya."

Aku dan Aish mengekor di belakang Arka. Masuk ke ruang kerjanya. Kemudian, Arka mempersilahkan kami duduk.

.

"Bagaimana kondisi Anda, Mbak Elin. Apa lebih baik?" tanya Arka basa basi. 

"Lumayan. Langsung saja, saya ke sini mau mengucapkan terima kasih atas bantuan Pak Arka, dan ingin memberikan uang ini, untuk mengganti uang bapak yang sudah dibayarkan kepada para preman," jawabku tidak suka basa-basi.

"Oh, tentang uang itu. Tidak usah di kembalikan."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status