“Jonah.” Ayah menatapku penuh harap, mengabaikan ucapan kakakku. Aku tidak akan pernah memahami orang tuaku. Mereka selalu mengandalkan Jason dalam segala hal. Namun ketika hal buruk terjadi, mereka berharap aku yang akan mengatasi semua persoalan.
Apakah aku sebaiknya menelepon Theo dan memintanya mencari tahu keberadaan Celeste? Baiklah. Hanya dia satu-satunya orang yang aku yakin bisa menolongku di saat-saat seperti ini.
“Aku ingin kamu mencari tahu di mana gadis bernama Celeste Renjana sekarang berada. Kamu bisa menyusuri CCTV yang ada di sepanjang jalan rumah kami menuju alamatnya. Baik. Aku tunggu.” Aku mengirim foto undangan pernikahan kakakku dan alamat rumah Celeste sebagai referensinya.
Teringat kepada sesuatu, aku segera membuka sebuah aplikasi yang sudah aku pasang di ponselku. Aku hampir saja lupa. Aku memberikan sebuah kalung kepadanya. Di dalam liontinnya ada alat pelacak. Jadi, di mana pun dia berada, aku bisa mengetahuinya. Aku menyentuh laya
Begitu identitas setiap orang yang ditemui Jovita yang dianggap Theo sebagai orang yang patut dicurigai itu diketahui, kami membagi diri dalam tiga tim dan mencari di tiga tempat yang berbeda. Pencarian akan lebih cepat dibandingkan kami pergi bersama dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi mereka tidak bisa membantu kami sama sekali. Semua orang itu hanya rekan bisnis atau teman lamanya. Aku membutuhkan Theo mengidentifikasi wajah pria yang menculiknya. Mereka mengalami kesulitan karena wajahnya tidak terlihat jelas sehingga butuh waktu lebih lama untuk menemukan kecocokan. “Jo, kamu perlu istirahat. Sudah pagi dan kamu tidak tidur sama sekali dari semalam,” kata Nevan. Aku menggeleng pelan. “Keadaanmu ini tidak akan banyak membantu. Kamu jelas akan langsung tumbang sebelum berhasil memukul satu pun dari para penculik itu nanti.” “Aku harus siap sedia saat Theo menghubungiku.” Aku mengangkat ponselku agar dia melihatnya. “Biar aku yang jawab. Gili
Pria pertama melihat ke arah bagian dalam ruangan, lalu tanpa menunggu, dia mengacungkan senjatanya dan bunyi tembakan segera memenuhi koridor lagi. Terdengar suara teriakan kesakitan, aku ingin memeriksanya. Tetapi pria kedua menahanku dan berpindah ke sisi yang dekat dengan pintu. Dia masuk, aku pun ikut masuk. Seorang pria terbaring di lantai sambil memegang kakinya yang mengeluarkan darah. Di dekatnya, ada Celeste yang terduduk dengan tangan terikat di belakang tubuhnya dan mulut ditutup dengan lakban. Aku segera mendekatinya untuk melepaskan ikatan pada tangannya. Aku baru akan memberitahu Nevan mengenai keadaan kami lewat telepon, dia sudah berada di ambang pintu. Bagus. Aku bisa menyerahkan Celeste kepadanya. Terlalu jahat bila menarik lakban begitu saja. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan. Nevan tahu harus bagaimana. Bukannya mengikutiku dan Nevan keluar dari ruangan, Celeste malah menyempatkan diri untuk menendang pria malang itu beberapa kali. Bahkan sal
Kami duduk bersama pada sebuah meja dan Ayah meminta seorang pelayan untuk menyajikan makanan dan minuman untuk kami bertiga. Tubuhku sampai gemetar karena rasa lapar. Entah karena aku merasa lega akhirnya bisa melihat kedua orang tuaku dalam keadaan aman atau Celeste bisa kembali bersama kami, tetapi rasa lapar menyerangku dengan hebat. Ayah dan Bunda bersikap baik dengan tidak mengatakan apa pun dan membiarkan kami makan dan minum sepuasnya. Aku meminta kepada pelayan yang melintas untuk menambahkan dimsum yang sudah habis di atas meja. Celeste menatapku dengan bingung. Aku seharusnya belum tahu bahwa dimsum adalah makanan kesukaannya, tetapi aku tidak peduli. Dia masih menginginkannya, maka dia akan mendapatkannya. “Jadi, apa yang terjadi?” tanya Ayah ingin tahu. Aku menceritakan apa yang terjadi pada saat kami berusaha mencari Celeste dan menyelamatkannya. Nevan menambahkan di mana perlu. “Lalu apa yang terjadi di sini, Om?” tanya Nevan sambil melihat ke
Resepsi pernikahan ditutup dengan acara berfoto bersama. Karena para tamu sudah pulang, kami bisa lebih leluasa melakukan foto keluarga. Jovita dan keluarganya terlihat begitu bahagia berhasil menjadi bagian dari keluarga kami. Aku tidak heran melihat Om Gunawan rela melakukan apa saja demi menikahkan putrinya dengan Jason. Perusahaannya sedang bermasalah. Dia membutuhkan pernikahan ini untuk menyelamatkannya. Sebentar lagi dia akan menunjukkan wajah aslinya kepada Ayah. Dia tidak akan meminta bantuan dengan cara baik-baik melainkan dengan mengancam. Aku membenci semua orang yang menyakiti keluargaku. Yang menjadi bagian dari keluarga kami adalah putrinya, bukan perusahaannya. Sepertinya aku harus bertindak lebih cepat sebelum dia meminta uang kepada Ayah. Tetapi aku membutuhkan dana yang besar untuk itu. Ayah menjanjikan bonus jika aku berhasil menjual seluruh unit apartemen sebelum tanggal yang ditargetkan. Aku membutuhkan uang itu untuk melancarkan rencanaku. Uang
Aku ketahuan. Aku pikir tidak ada yang melihat kami berciuman di restoran itu. Aku tahu bahwa Bunda dan Om Bisma melihat kami berciuman di hotel pada hari pernikahan Jason di kehidupanku sebelumnya. Tetapi aku baru tahu bahwa Om juga tahu kami berciuman di sana pada hari itu. Mengapa dia tidak pernah menyebut itu sebelumnya? Aku tidak berpikir dengan jernih semalam karena fokus berdebat dengan gadis ini. Aku lupa bahwa ciuman kami itu akan disaksikan oleh orang tua kami. Seharusnya aku berhati-hati. Menaklukkan hati Celeste tidak mudah. Aku ingin dia menikah denganku karena keinginannya sendiri, bukan karena paksaan. Hanya itu satu-satunya jalan untuk memperkuat pernikahan kami. Tetapi bila dia jauh dariku, keselamatannya juga terancam. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa Jovita sudah berhenti menjadi ancaman bagi kami? Bagaimana dengan Yosef? Wanita yang dicintainya menikah dengan kakakku dan aku tidak bisa mencegahnya. Apa dia mulai merencan
“Apa? Kamu menikah hanya untuk mempunyai seseorang yang bisa kamu cium?” tanyanya tidak percaya. “Apa kamu tidak punya alasan lain yang lebih baik?” “Aku tidak mungkin mencium diriku sendiri, ‘kan? Menurutku, itu alasan yang baik. Aku tidak pernah merasakan dorongan ini dengan perempuan mana pun sebelumnya.” Aku melepaskan pelukanku. “Aku bukan Jason, jadi kamu jangan khawatirkan masa laluku.” “Kita tidak saling mencintai, Jonah. Apa jadinya pernikahan kita nanti?” tanyanya. “Aku mencintaimu,” kataku dengan jujur. Dia membulatkan mata indahnya itu. “Ka-kamu bohong.” Dia menjauhkan dirinya dariku. Aku tidak mengatakan apa pun. Wajar saja dia terkejut begitu. Kami belum lama bersama lalu aku mengatakan cinta? “A-aku mau pulang sekarang. Tolong, antar aku.” Aku menurutinya. Lagi pula tidak ada yang bisa kami lakukan di rumah ini. Dia tidak menolak saat aku menggandeng tangannya menuju pekarangan rumah dan menuju mobilku. Kami hanya diam saja sepa
~Celeste~ Sakit kali ini lebih tidak tertahankan dari biasanya. Ini pasti karena stres. Begitu banyak yang terjadi dalam beberapa hari saja. Pertunangan, persiapan pernikahan, kebingungan atas perasaanku kepada Jonah, penculikan, pernikahan yang gagal, lalu sekarang aku bertunangan dengan pria yang berbeda. Apa aku tidak bisa bernapas lega sebentar saja? Kakak sudah memeriksa keadaanku dan memberi obat, tetapi aku tidak mau meminumnya. Sebisa mungkin aku tidak mengonsumsi bahan kimia apa pun untuk masuk ke tubuhku. Hasilnya, aku hanya bisa duduk lemas di sofa sambil berusaha menikmati siaran televisi yang aku pilih. Aku menghindari siaran berita karena media masih fokus menjelek-jelekkan aku yang gagal menikah dengan Jason. Mereka bahkan menggunakan foto dengan wajah seriusku untuk menunjukkan berapa tidak pantasnya aku yang miskin ini untuk berdampingan dengan pria kaya itu. Padahal wajahku tetap saja terlihat cantik di layar. Aku melirik jam digital
~Jonah~ Aku lupa dengan hari ini. Hari pertama aku mengetahui bahwa dia selalu kesakitan setiap kali menstruasi. Tidak tahu mengapa Nevan menghubungiku dan memintaku untuk mampir sebentar ke rumah sakit, tetapi aku sangat berterima kasih kepadanya. Karena Celeste pernah memberitahuku bahwa dia semakin meyakini perasaannya kepadaku ketika aku datang pada hari ini. Aku datang ke rumahnya untuk menolongnya. Ingin segera mendapatkan bonus yang Ayah janjikan, aku mendorong para karyawan yang berada di stan kami di setiap mal untuk tidak segan menawarkan sisa unit apartemen kepada siapa pun yang datang melihat-lihat atau bertanya kepada mereka. Aku bahkan meminta mereka untuk membuat postingan di akun media sosial mereka masing-masing. Dalam perjalanan menuju mal dari rumah Celeste, Fabian meneleponku. Seorang pria membeli satu unit apartemen terakhir tersebut. Aku bisa mendengar sorakan bahagia di belakangnya. Pasti mereka sedang merayakannya bersama. Bagus. Satu