POV Sang Mantan aka Cinta Pertama Sang Duke
Mandy menelengkan kepalanya ke satu sisi, tampak ragu sejenak. “Apakah kau tidak tahu bahwasemua orang memanggilnya ‘playboy’ karena suatu alasan? William pewaris gelar Duke. Dia bergelar Earl sekarang dan ayahnya adalah Marquess karena kakeknya masih memegang gelar Duke tetapi tetap saja, semua orang tahu cepat atau lambat gelar itu akan diwarisinya.”
“Aku tahu hal itu tetapi aku tidak yakin aku paham apa maksudmu. Apa hubungannya gelar William dengan peringatan yang kau katakan barusan?”
“Yah, sudah jelas setiap gadis ingin menjadi Duchess atau Marchioness atau bahkan Countess berikutnya. Siapa yang tidak ingin menjadi bangsawan dan menikahi bangsawan Inggris? Jadi semua gadis mencoba berkencan dengannya. Tapi dia bukan tipe pria yang hanya puas dengan satu gadis selamanya. Dia adalah tipe yang suka bepergian, tidak pernah tinggal dengan satu gadis untuk waktu yang lama. Bahkan kita dapat mengatakan bahwa dia itu seperti seorang pelaut. Dia akan berhenti di banyak dermaga tetapi dia tidak akan tinggal lama. Paling lama beberapa minggu sebelum dia bosan dan membuat alasan untuk putus.” Mandy melambaikan tangannya seolah-olah itu hal yang biasa. Dia bersikap seakan akan Katherine telah mengetahui hal itu selama ini, padahal sebenarnya gadis itu sama sekali tidak tahu. “Tapi kau tidak usah khawatir. Mungkin kali ini akan berbeda. Dia sepertinya sangat menyukaimu dan kalian berdua terlihat sangat serasi.”
Katherine terlalu terkejut untuk menjawab, namun pikirannya kembali ke minggu pertamanya di SMA Carlton. Berjalan menyusuri koridor, ada beberapa gadis yang memberinya tatapan aneh dan meskipun awalnya ia merasa itu aneh, ia tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya menganggap tatapan mereka itu sebagai bentuk kecemburuan karena mereka ingin bersama William tetapi William memilih untuk bersamanya. Sekarang, setelah mendapatkan informasi dari Mandy, dia bisa melihat bahwa itu memiliki arti yang berbeda. Mungkin para gadis itu mencoba memperingatkannya tetapi tidak tahu bagaimana caranya.
Tetap saja saat itu, Katherine percaya pada William. William adalah seorang pria terhormat baginya. “Katakan siapa saja gadis-gadis lain itu. Bagaimana aku tahu apakah kau mengatakan yang sebenarnya atau hanya mengada-ada saja?”
Mandy tampak gelisah dan enggan tetapi pada akhirnya, dia memanggil tiga gadis lain, “Sarah, Daisy, Lina, bagaimana kalau kalian memberi tahu Katherine tentang Liam dan hubungan singkat kalian dengannya.”
“Liam itu menyenangkan. Meskipun kau tidak bisa mempercayainya begitu saja,” kata Sarah. “Dia itu tipe pria yang mau merayu sahabatmu tepat di bawah hidungmu!”
Daisy memprotes, “Tidak! Dia tidak menipu! Dia hanya pergi suatu hari dan tidak pernah menghubungimu lagi. Ketika dia putus denganku, dia mengatakan dia sangat menyesal tapi dia telah jatuh cinta pada orang lain. Dia mencium keningku lalu pergi. Aku tidak melihatnya sampai dua minggu kemudian ketika dia datang ke sebuah pesta dengan gadis berambut merah di pelukannya. Sangat menyebalkan tapi ya sudahlah.”
“Itu juga terjadi padaku,” kata Lina, gadis berambut hitam.“Dia pria paling seksi dan mahir bercinta. Meskipun dia putus denganku, aku tidak menyesali apa pun! Dia telah memberiku seks terbaik dalam hidupku. William berada teratas dalam daftar seks terbaik sepanjang hidupku.”
“Aku setuju!” Sarah mengangguk antusias. “Dia dan aku berteman sekarang, tapi jujur saja, bagaimana aku bisa melihatnya tanpa mengingat waktu yang kita habiskan bersama.”
“Bagaimana denganmu, Katherine?” tanya Mandy dan gadis-gadis lain mencurahkanpandangan mereka ke Katherine.
“Baik baik saja,” jawab gadis itu singkat. Dia tidak mungkin memberi tahu mereka bahwa dia belum pernah tidur dengan William. Tidak ketika mereka sedang asyik memamerkan keahlian William yang luar biasa di tempat tidur.
“Kuberi petunjuk,” kata Mandy penuh konspirasi. “Kalian selalu berpisah saat pergi ke pesta seperti ini, kan? Mengapa kau tidak mencoba mencari William sekarang?”
Katherine ingin memberitahu Mandy bahwa di pesta seperti ini, William selalu bersama teman-temannya yang lain: Castile, Rafe, Orlando, dan Nathaniel. Mereka berlima dikenal sebagai Crown boys dan selalu kompak. Namun sebelum dia sempat membuka mulut, Mandy telah memotongnya dan berkata, “Pergi dan temukan dia. Jika dia sudah bosan denganmu, kau bisa menemukannya dengan gadis lain, tetapi jika tidak, dia mungkin berada di ruang santai bersama Crown Boys lainnya.”
Gadis-gadis lain mengangguk setuju. Lina bahkan berkomentar, “Liam memang selalu seperti itu. Dia harus menemukan penggantimu terlebih dahulu sebelum ia memberi tahumu bahwa kau telah digantikan oleh yang baru. ”
Bahkan setelah gadis-gadis itu akhirnya meninggalkannya dengan tenang, Katherine tidak bisa menghilangkan pikiran itu dari kepalanya. Dia baru mengenal William dalam waktu yang singkat, tidak lebih dari sebulan. Gadis itu belum jatuh cinta padanya, tetapi jika dia jujur, dia kini sudah berdiri di tepi jurang, kurang sedikit lagi dia yakin dia akan jatuh hati pada pria itu. Dan setelah mendengarkan pengakuan gadis-gadis itu tadi, ia sadar bahwa ia tidak boleh membiarkan dirinya jatuh cinta pada pria itu atau dia akan patah hati ketika ditinggalkan begitu saja oleh William.
Hanya ada satu jalan keluar yang logis. Katherine harus menjauh diri dari William sebelum pria itu mencampakkannya. Dia harus cepat-cepat pergi sebelum dia terluka. Ketika gadis itu pergi mencari William malam itu dan akhirnya menemukan pria itu tengah berbicara dengan seorang gadis yang berdiri terlalu dekat dengannya, dia dengan cepat mengambil keputusan. Yang terbaik adalah putus dengan William sekarang sebelum semuanya terlambat. Sebelum pria itu menghancurkan hatinya dan meninggalkannya hancur lebur.
Mengesampingkan kenangan lama itu, Katherine pergi ke dapur untuk menyiapkan sesuatu untuk dimakan. Saat dia menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir, dia berhenti sejenak. Patrycia pasti telah mengundang Raynald Ambrose karena pria itu adalah salah satu orang di lingkaran sosial Patrycia.
Sial!
Raynald selalu percaya bahwa dia jatuh cinta pada Katherine sejak gadis itu membelanya di kelas Sosiologi di universitas, dan akhir-akhir ini, pria itu sangat menyebalkan. Gadis itu telah mencoba berkali-kali untuk menolak dengan lembut tetapi pria itu sangat gigih dan yakin bahwa Katherine adalah satu-satunya gadis untuknya. Dia bahkan pernah menyatakan bahwa dia akan membuat gadis itu mencintainya. Seolah cinta bisa diatur semudah itu.
Gadis itu menyesap teh setelah menuangkan sedikit susu, kemudian merosot di sofa, tahu betul bahwa pesta malam ini akan melelahkan tetapi bagaimanapun juga, dia harus tetap hadir.
WILLIAM WINDSOR"Apa yang kau pikir telah kau lakukan ?!" seru Kate sambil mencengkeram ujung handuknya sedikit lebih erat. "Dan bagaimana kau bisa masuk ke sini?""Melalui pintu depan seperti orang normal," jawab William, mengangkat satu alisnya saat dia menatap istrinya dengan penuh tanya. Dia kemudian bersandar ke dinding di dekat pintu dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana jeans gelapnya. "Kau tahu, daripada bertanya kepadaku, bolehkah aku menyarankanmu untuk bertanya pada diri sendiri mengapa kau tidak mengunci pintu depanmu dengan benar? Ini bukan lingkungan yang baik." Dia mengerutkan kening, untuk sepersekian detik ada kekhawatiran di mata hijau zamrudnya."Aku pasti lupa," kata Kate sambil mendesah kecil. "Aku tadi cukup terganggu.""Oleh apa? Pekerjaanmu lagi?" Kali ini kekhawatiran dalam suara pris itu terlihat jelas. "Apa kau mengatakan kantormu menelepon lagi?""Usaha yang bagus." Kate memberinya tatapan tajam. "Aku tidak pernah memberitahumu." Kemudian seolah-ol
William Windsor menatap cairan cokelat keemasan di gelasnya untuk beberapa saat sambil mendengarkan teman-temannya membicarakan hal-hal yang sedang terjadi dalam hidup mereka. Cas meneleponnya di sore hari, memberi tahu dia bahwa Nathaniel, atau dikenal dengan nama panggilan 'Niel', ada di kota. Niel, yang merupakan pemain sepak bola profesional, tidak pernah benar-benar tinggal di satu tempat karena dia harus melakukan perjalanan dari satu stadion ke stadion lain yang merupakan bagian dari pekerjaannya. Karena Kate telah mengatakan bahwa dia akan makan malam dengan teman-temannya, William tidak punya apa-apa untuk dilakukan di malam hari."Liam," panggil Niel, menatap William dengan cemberut. “Kau sangat pendiam. Apa yang terjadi?" Dia meneguk birnya dan bersandar di kursinya. Niel adalah satu-satunya orang dari mereka berlima yang benar-benar minum bir."Tidak ada apa-apa." William mengalihkan pandangannya dari minumannya ke temannya dan mengangkat bahu. "Hanya lelah."“Keuntungan m
Tapi William tidak punya urusan lain di Central Park. Faktanya, yang dia lakukan hanyalah berjalan di sampingnya dan berbicara dengannya tentang hal-hal biasa seperti cuaca, lalu lintas, dan sandwich yang dia sukai untuk makan siang di toko makanan favoritnya. Dan saat mereka tiba lagi di flatnya, pria itu mengambil barang-barangnya lalu mengatakan padanya 'semoga harimu menyenangkan, Kate’, sebelum berjalan keluar dari pintu depan, membuatnya benar-benar bingung.Kate tidak berkomentar, lalu dia mandi dan kembali bekerja. Seluruh hari-harinya telah dihabiskan di depan laptopnya dan pada saat dia menyadari berapa jam telah berlalu, hari sudah pukul dua siang. Dia bersandar di kursinya dan meregangkan tubuhnya. Perutnya terasa keroncongan seperti protes tetapi dia menolak untuk memindahkan pantatnya ke dapur dan menyiapkan makanan yang layak untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, dia terus bekerja di meja dekat jendela sampai jam tiga sore.Bel pintu berbunyi dan dia tersentak kaget. Meras
William menatap langit-langit dan menghela napas. Dia tidak bisa tidur seperti ini. Sofa itu sangat kecil untuk ukuran pria seukurannya sehingga dia yakin dia akan sakit punggung di pagi hari. Tetap saja, dia berbaring di sana dan mencoba memikirkan hal lain selain fakta bahwa Katherine Bennet masih perawan. Dia tidak yakin mengapa gadis itu tidak mengatakan apa-apa kepadanya, tetapi dia berpikir bahwa jika Kate tidak mengatakan apa-apa maka dia juga tidak.Dia menggigit bibir bawahnya, melakukan yang terbaik agar bibirnya tidak membentuk senyuman. Kurangnya kontrol Kate yang spektakuler tidak hanya menyebabkan dia berhubungan seks. Itu telah mendorong gadis itu berhubungan seks untuk pertama kalinya.William menutupi dahinya dengan lengannya dan memejamkan matanya. Dia tidak dapat mengingat seperti apa pengalaman pertamanya meskipun dia samar-samar ingat bahwa itu terjadi di sebuah pesta dan bahwa gadis itu lebih tua darinya. Dia mencoba mengingat nama gadis itu dan gagal total. Tid
Katherine Bennet menyesap kopinya lalu menghela napas saat dia menelan cairan pahit bercampur susu itu. Memandangi apartemennya, dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dan menyadari bahwa itu adalah kesepian. Dia merasa sendirian meskipun selama lima tahun tinggal di sini dia tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya. Sambil menggelengkan kepalanya, dia mengalihkan pandangannya kembali ke layar laptopnya dan terus mengerjakan kontrak penerbitan untuk salah satu penulis non-fiksi terkenal di Summers Publishing House, Julie St Matthews. Tidak kurang dari tiga puluh menit kemudian, gerimis di luar mulai semakin deras dan menit berikutnya, hujan turun. Guntur menggelegar melintasi langit dan getaran terasa di bawah kakinya. Petir menyambar secepat kilat di dalam awan. Pikirannya langsung bertanya-tanya di mana William berada dan apakah dia baik-baik saja. Dia ingat pernah membaca di salah satu majalah di suatu tempat bahwa William sering bepergian menggunakan jet
William mencium Kate, dia berpikir dengan pasti bahwa Kate akan mendorongnya menjauh, tetapi sebaliknya, gadis itu menanggapi ciumannya, perlahan pada awalnya tetapi kemudian semakin menggebu gebu. Seolah-olah, sama seperti pria itu, Kate juga perlu merasakan ciuman itu lagi, ingin merasakan kembali perasaan hangat dan senang yang memenuhi dirinya setiap kali bibir William menyentuh bibirnya. Alih-alih mendorongnya menjauh, gadis itu melingkarkan lengannya di leher suaminya dan menariknya lebih dekat, mendekapnya seerat yang dia bisa sementara mereka berdua berdiri di samping sofa.William merasa tersentak dan dia tahu bahwa satu ciuman tidak akan cukup. Dia tahu pasti bahwa dia tidak akan pernah bisa merasa cukup. Dia membutuhkan istrinya dengan segala cara yang mungkin, dan di sinilah istrinya saat ini, dalam pelukannya, menawarkan tubuhnya kepadanya sekali lagi. Tidak ada ruang atau waktu untuk logika atau rasionalitas lagi.William mendorongnya sampai gadis itu menyentuh tepi so