Home / Romansa / Menaklukkan Duke Playboy / 3. “I am breaking up with you.”

Share

3. “I am breaking up with you.”

Author: Ethan Choi
last update Last Updated: 2022-02-07 11:09:47

POV Sang Mantan

Jam menunjukkan sekitar pukul delapan ketika Katherine siap berangkat ke house party itu. Dia telah mengemas pakaiannya ke dalam tas kulit kecil dan memasukkannya ke dalam mobil. Kurang dari dua puluh menit kemudian, dia telah tiba di tempat Patrycia dan diantarkan oleh asisten rumah tangga Patrycia ke ruang tamu di mana beberapa orang sudah ada di sana termasuk Paris de Bourgh.

Tampak diluar, Paris de Bourgh adalah wanita dengan pesona yang luar biasa, gambaran dari istri muda yang cantik dari seorang pria sukses. Namun mengenalnya selama masa kuliah, Katherine dapat melihat bahwa postur Paris terlalu kaku dan tangan di pangkuannya mengepal kencang dan bukannya terlipat. Itu membuat gadis itu bertanya-tanya apakah mungkin Paris tidak bahagia dalam pernikahannya dengan Jaxon.

Paris pernah mencintai Jax, lalu apa yang salah? Katherine masih ingat bagaimana Paris pernah bersikeras bahwa dia hanya mau menikah dengan Jaxon dan hanya Jaxon seorang ketika Katherine mengonfrontasinya. Apakah Paris benar-benar ingin pernikahannya berakhir? Atau apakah wanita itu hanya ingin membangkitkan kecemburuan Jaxon? Sulit untuk membaca pikiran wanita lain, terutama wanita yang Katherine hindari. Gadis itu tidak pernah bisa memahami Paris dan keinginan wanita itu sama sekali.

“Dia ada di sini!” 

Katherine mendengar beberapa gadis menggumamkan kegembiraan mereka di sekelilingnya dan ia tidak perlu menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang berjalan mendekat dan bayangan tinggi siapa yang menjulang di belakangnya karena dengan satu pandangan ke arah Paris, melihat mata wanita itu melebar dan pandangannya menjadi intens, warna putih wajah wanita itu memudar dan menjadi semburat merah pada tulang pipinya, telah menceritakan semuanya. Ini bukan rumor atau pemikiran irasional Jaxon. Paris dan William memang berselingkuh dan fakta itu jelas terlihat.

Namun anehnya William tidak mendekati kekasihnya itu. Dia menjaga jarak dan berbaur dengan orang lain. Sebaliknya, Paris terus mencuri pandang padanya setiap kali ada kesempatan. Mau tak mau Katherine bertanya-tanya apakah Paris akan lebih berhati-hati jika Jaxon ada di sini.

Pada saat makan malam disajikan, Katherine tidak yakin apakah itu takdir atau nasib buruk. Apa pun itu, kursinya tepat di sebelah William. Awalnya, gadis itu akan mengabaikan pria itu, seperti bagaimana pria itu selalu mengabaikannya di sekolah menengah setelah mereka putus, tetapi kemudian gadis itu teringat bahwa alasan dia datang ke sini adalah untuk membantu Jaxon. Jaxon telah memohon padanya untuk membantunya dan gadis itu tidak bisa diam saja dan membiarkan Paris menyakiti Jaxon lebih parah lagi.

Oleh karena itu, meskipun dia merasa jijik dengan William Windsor karena merayu seorang wanita yang sudah menikah, gadis itu bermaksud untuk bersikap ramah terhadapnya. Mungkin dia bisa membuat William sadar, atau bahkan mungkin ia bisa meyakinkan pria itu untuk meninggalkan Paris. Namun satu pandangan dari William dan Katherine tahu bahwa mereka hanya bisa menjadi musuh. Tidak mungkin mereka bisa berteman. Tidak ketika William bertingkah seolah-olah Katherine tidak ada. Tidak ada pertemanan yang mungkin terjadi di antara mereka berdua, hanya permusuhan belaka.

Oh, pria itu bersikap sangat sopan meskipun mengabaikannya — bahkan tidak membalas salam gadis itu dan terus berbicara dengan gadis lain yang duduk di sisinya yang lain, jadi Katherine memutuskan untuk fokus pada pasta yang enak di piringnya dan hidangan lezat berikutnya.

Ketika lengan baju pria itu secara tidak sengaja menyentuh sikunya, giliran Katherine berpura-pura pria  itu tidak ada.

Pesta rumah ini, meskipun baru saja dimulai, tapi sudah melelahkan. Besok pagi dia akan pergi dan, jika dia beruntung, dia tidak akan pernah bertemu pria itu lagi. Pemikiran itu saja telah menghiburnya meskipun hanya sedikit dan cuma sebentar.

* * *

WILLIAM  WINDSOR - POV Sang Duke Playboy

Katherine Bennet sama sekali tidak sesensual gadis pirang cantik dan bercahaya yang duduk di depannya. Mungkin bagi sebagian orang Katherine mungkin dianggap cantik dengan rambut cokelat brendi, tulang pipinya yang tinggi. Namun jika ada satu hal yang akan membuat pria mana pun menjauh, itu adalah mata gadis itu, ujungnya miring, serius, cerdas, tampak dalam tatapannya. Katherine itu gadis yang terlalu serius, terlalu formal.

Ketika William Windsor meliriknya untuk terakhir kalinya ke kanannya, berjanji pada dirinya sendiri bahwa ini akan menjadi yang terakhir kalinya dia melihat gadis itu malam ini, pria itu tidak bisa tidak bertanya-tanya apa yang mendorongnya berkencan dengan Katherine di sekolah menengah. Jika portofolio semua mantannya memang ada, daftar itu bisa disebut “Koleksi Model Cantik” jika bukan karena Katherine Bennet. Semua wanita yang bersamanya hangat, sensual, dengan kaki yang panjang, payudara yang bagus, bagian tubuh yang menonjol di semua tempat yang tepat. Dan tidak satu pun dari kriteria ini yang dapat digunakan untuk menggambarkan Kate.

William membiarkan tatapannya beralih dari kuncir kuda ketat gadis itu dan ke punggung ramping gadis itu lalu ke lekuk pinggang yang bagus. Tubuh gadis itu bukanlah sesuatu yang istimewa, dan ini ia katakan bukan karena pria itu pernah melihat Katherine telanjang sebelumnya. Hubungan mereka belum melampaui ciuman dan pelukan. Tidak ketika dia putus dengannya hanya dua bulan sejak mereka mulai berkencan. Dada pria itu berasa semakin sesak, tidak diragukan lagi karena luka lama. Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah, dicampakkan oleh seorang gadis sampai hari di mana Katherine memutuskannya.

Sejujurnya, William sendiri tidak yakin apakah Katherine itu tipenya. William menyukai wanita tinggi, sensual, dengan payudara bagus. Jadi mengapa, selama beberapa bulan di sekolah menengah itu, dia merasa gadis biasa dengan tulang pipi tinggi dan bisa mengalahkan  pria mana pun itu sangat menarik? Mungkin dia buta sesaat. Bahkan Cas dan yang lainnya telah berkali-kali memberitahunya bahwa gadis seperti Katherine itu bukan tipenya, bahkan mereka tidak bisa mengerti mengapa William bisa jatuh cinta padanya. Mungkin dia seharusnya mendengarkan perkataan temannya itu. Karena kegilaan konyolnya, dia membiarkan seseorang seperti Katherine menginjak-injak harga dirinya dan mempermalukan kepribadiannya .

Kenangan seminggu sebelum perpisahan itu masih segar di benaknya seolah baru terjadi kemarin. Selama satu minggu itu, Katherine sangat sulit untuk dihubungi. Pria itu telah menghubunginya dan semua panggilannya langsung masuk ke pesan suara. Setiap kali dia pergi ke rumah gadis itu, ibunya selalu mengatakan bahwa dia tidak ada di rumah. William telah berusaha untuk tidak mencari-cari gadis itu di lorong sekolah dan ruang kelas terutama setelah Nathaniel (Niel), salah satu geng Crown Boys, memanggilnya anak anjing yang mabuk cinta. Setiap kali William akhirnya berpapasan dengan gadis itu di kelas, Katherine selalu bersikap dingin dan menjauh. Dia menolak kencan dan ajakan William, gadis itu juga tidak membalas teleponnya

Sampai suatu hari dia sudah cukup dengan semua itu dan menunggu gadis itu di luar kelas setelah sekolah usai. Gadis itu terkejut, William bisa melihatnya di mata birunya yang sedikit melebar. Ketika dia bertanya padanya apa yang sedang terjadi, gadis itu hanya mengangkat bahu seolah-olah dia tidak peduli dengan hubungan mereka sama sekali. Tingkahnya yang acuh tak acuh telah membuat William marah.

“Seriously, Kate, apa yang terjadi?” Pria itu bertanya sengit, berharap gadis itu akan menjelaskan penyebab perilakunya yang berubah. Mungkin William telah melakukan kesalahan yang tidak dia sadari. Apa pun itu, pria itu berharap dia bisa memperbaikinya dan meminta maaf pada Katherine.

Gadis itu dengan tenang menatapnya dan berkata, “Maaf. Ada orang lain.” 

“Apakah ini lelucon?” Dia mengacak-acak rambutnya yang acak-acakan dengan frustrasi.

“Tidak,” jawabnya singkat.

“SIAPA?” Kata itu terlontar dengan tajam di lorong yang sunyi, namun gadis itu tetap tidak terpengaruh.

Kate, gadis yang telah membuatnya gila selama musim panas, mengangkat kepalanya, memberinya tatapan langsung, tenang, dan penuh perhitungan. “Apakah penting siapa dia? Maaf, William, tapi aku tidak ingin melihatmu lagi. Dan itulah penting. Tolong jangan mempersulit hal ini.”

“Apa?” Dia masih bisa ingat betapa tidak percayanya dia saat itu.

“Kita putus.” Gadis itu mengangkat bahunya. “Yang terbaik bagimu untuk melupakan semua ini dan move on.” 

William berdiri di sana dalam keheningan, mata hijaunya menatap wajah Kate, mencari tanda bahwa ini hanyalah lelucon belaka, namun yang bisa dia temukan hanyalah keseriusan. Kata-kata gadis itu sudah final dan tidak bisa ditawar lagi. Gadis itu tidak ingin mendengarkannya dan juga tidak ingin menjelaskan lebih lanjut. William ingin mendesaknya, ingin membujuknya, tetapi dengan cepat ingat siapa dia. Dia ingat apa yang kakek dan ayahnya selalu katakan padanya. Dia tidak akan tunduk pada siapa pun, apalagi pada satu gadis. Dengan kebanggaan dan martabat yang masih tersisa, dia berbalik dan pergi.

Sejak hari itu, dia selalu berpura-pura gadis itu tidak pernah ada. Katherine membuatnya selalu ingat bahwa pria itu pernah membiarkan seorang gadis menginjak-injak harga dirinya. Dia mengabaikan kehadiran gadis itu tak peduli betapa sulitnya mengingat dia pernah sangat mencintainya.

Tatapan terakhir yang dia lemparkan pada gadis itu adalah tatapan penuh kebencian. Karena dia membenci bagaimana gadis telah membuatnya merasakan patah hati. Dia benci bagaimana Katherine telah memutuskan hubungan mereka begitu gadis itu bosan padanya. Dan di atas segalanya, dia benci bila ingat dia pernah jatuh cinta pada gadis itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menaklukkan Duke Playboy   25. "Apakah kau benar-benar akan membohongi sahabatmu sendiri?"

    WILLIAM WINDSOR"Apa yang kau pikir telah kau lakukan ?!" seru Kate sambil mencengkeram ujung handuknya sedikit lebih erat. "Dan bagaimana kau bisa masuk ke sini?""Melalui pintu depan seperti orang normal," jawab William, mengangkat satu alisnya saat dia menatap istrinya dengan penuh tanya. Dia kemudian bersandar ke dinding di dekat pintu dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana jeans gelapnya. "Kau tahu, daripada bertanya kepadaku, bolehkah aku menyarankanmu untuk bertanya pada diri sendiri mengapa kau tidak mengunci pintu depanmu dengan benar? Ini bukan lingkungan yang baik." Dia mengerutkan kening, untuk sepersekian detik ada kekhawatiran di mata hijau zamrudnya."Aku pasti lupa," kata Kate sambil mendesah kecil. "Aku tadi cukup terganggu.""Oleh apa? Pekerjaanmu lagi?" Kali ini kekhawatiran dalam suara pris itu terlihat jelas. "Apa kau mengatakan kantormu menelepon lagi?""Usaha yang bagus." Kate memberinya tatapan tajam. "Aku tidak pernah memberitahumu." Kemudian seolah-ol

  • Menaklukkan Duke Playboy   24. "Selamat malam, Istri tersayang.”

    William Windsor menatap cairan cokelat keemasan di gelasnya untuk beberapa saat sambil mendengarkan teman-temannya membicarakan hal-hal yang sedang terjadi dalam hidup mereka. Cas meneleponnya di sore hari, memberi tahu dia bahwa Nathaniel, atau dikenal dengan nama panggilan 'Niel', ada di kota. Niel, yang merupakan pemain sepak bola profesional, tidak pernah benar-benar tinggal di satu tempat karena dia harus melakukan perjalanan dari satu stadion ke stadion lain yang merupakan bagian dari pekerjaannya. Karena Kate telah mengatakan bahwa dia akan makan malam dengan teman-temannya, William tidak punya apa-apa untuk dilakukan di malam hari."Liam," panggil Niel, menatap William dengan cemberut. “Kau sangat pendiam. Apa yang terjadi?" Dia meneguk birnya dan bersandar di kursinya. Niel adalah satu-satunya orang dari mereka berlima yang benar-benar minum bir."Tidak ada apa-apa." William mengalihkan pandangannya dari minumannya ke temannya dan mengangkat bahu. "Hanya lelah."“Keuntungan m

  • Menaklukkan Duke Playboy   23. "Nona Bennet?"

    Tapi William tidak punya urusan lain di Central Park. Faktanya, yang dia lakukan hanyalah berjalan di sampingnya dan berbicara dengannya tentang hal-hal biasa seperti cuaca, lalu lintas, dan sandwich yang dia sukai untuk makan siang di toko makanan favoritnya. Dan saat mereka tiba lagi di flatnya, pria itu mengambil barang-barangnya lalu mengatakan padanya 'semoga harimu menyenangkan, Kate’, sebelum berjalan keluar dari pintu depan, membuatnya benar-benar bingung.Kate tidak berkomentar, lalu dia mandi dan kembali bekerja. Seluruh hari-harinya telah dihabiskan di depan laptopnya dan pada saat dia menyadari berapa jam telah berlalu, hari sudah pukul dua siang. Dia bersandar di kursinya dan meregangkan tubuhnya. Perutnya terasa keroncongan seperti protes tetapi dia menolak untuk memindahkan pantatnya ke dapur dan menyiapkan makanan yang layak untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, dia terus bekerja di meja dekat jendela sampai jam tiga sore.Bel pintu berbunyi dan dia tersentak kaget. Meras

  • Menaklukkan Duke Playboy   22. "Aku cukup yakin kau akan membuatku sibuk dengan hal-hal lain,"

    William menatap langit-langit dan menghela napas. Dia tidak bisa tidur seperti ini. Sofa itu sangat kecil untuk ukuran pria seukurannya sehingga dia yakin dia akan sakit punggung di pagi hari. Tetap saja, dia berbaring di sana dan mencoba memikirkan hal lain selain fakta bahwa Katherine Bennet masih perawan. Dia tidak yakin mengapa gadis itu tidak mengatakan apa-apa kepadanya, tetapi dia berpikir bahwa jika Kate tidak mengatakan apa-apa maka dia juga tidak.Dia menggigit bibir bawahnya, melakukan yang terbaik agar bibirnya tidak membentuk senyuman. Kurangnya kontrol Kate yang spektakuler tidak hanya menyebabkan dia berhubungan seks. Itu telah mendorong gadis itu berhubungan seks untuk pertama kalinya.William menutupi dahinya dengan lengannya dan memejamkan matanya. Dia tidak dapat mengingat seperti apa pengalaman pertamanya meskipun dia samar-samar ingat bahwa itu terjadi di sebuah pesta dan bahwa gadis itu lebih tua darinya. Dia mencoba mengingat nama gadis itu dan gagal total. Tid

  • Menaklukkan Duke Playboy   21. [18+] "Aku khawatir kau tidak akan melepas bajumu itu."

    Katherine Bennet menyesap kopinya lalu menghela napas saat dia menelan cairan pahit bercampur susu itu. Memandangi apartemennya, dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dan menyadari bahwa itu adalah kesepian. Dia merasa sendirian meskipun selama lima tahun tinggal di sini dia tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya. Sambil menggelengkan kepalanya, dia mengalihkan pandangannya kembali ke layar laptopnya dan terus mengerjakan kontrak penerbitan untuk salah satu penulis non-fiksi terkenal di Summers Publishing House, Julie St Matthews. Tidak kurang dari tiga puluh menit kemudian, gerimis di luar mulai semakin deras dan menit berikutnya, hujan turun. Guntur menggelegar melintasi langit dan getaran terasa di bawah kakinya. Petir menyambar secepat kilat di dalam awan. Pikirannya langsung bertanya-tanya di mana William berada dan apakah dia baik-baik saja. Dia ingat pernah membaca di salah satu majalah di suatu tempat bahwa William sering bepergian menggunakan jet

  • Menaklukkan Duke Playboy   20. "Kurasa dengan sedikit latihan, kau bisa menjadi pencium yang mahir."

    William mencium Kate, dia berpikir dengan pasti bahwa Kate akan mendorongnya menjauh, tetapi sebaliknya, gadis itu menanggapi ciumannya, perlahan pada awalnya tetapi kemudian semakin menggebu gebu. Seolah-olah, sama seperti pria itu, Kate juga perlu merasakan ciuman itu lagi, ingin merasakan kembali perasaan hangat dan senang yang memenuhi dirinya setiap kali bibir William menyentuh bibirnya. Alih-alih mendorongnya menjauh, gadis itu melingkarkan lengannya di leher suaminya dan menariknya lebih dekat, mendekapnya seerat yang dia bisa sementara mereka berdua berdiri di samping sofa.William merasa tersentak dan dia tahu bahwa satu ciuman tidak akan cukup. Dia tahu pasti bahwa dia tidak akan pernah bisa merasa cukup. Dia membutuhkan istrinya dengan segala cara yang mungkin, dan di sinilah istrinya saat ini, dalam pelukannya, menawarkan tubuhnya kepadanya sekali lagi. Tidak ada ruang atau waktu untuk logika atau rasionalitas lagi.William mendorongnya sampai gadis itu menyentuh tepi so

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status