POV Sang Mantan
Jam menunjukkan sekitar pukul delapan ketika Katherine siap berangkat ke house party itu. Dia telah mengemas pakaiannya ke dalam tas kulit kecil dan memasukkannya ke dalam mobil. Kurang dari dua puluh menit kemudian, dia telah tiba di tempat Patrycia dan diantarkan oleh asisten rumah tangga Patrycia ke ruang tamu di mana beberapa orang sudah ada di sana termasuk Paris de Bourgh.
Tampak diluar, Paris de Bourgh adalah wanita dengan pesona yang luar biasa, gambaran dari istri muda yang cantik dari seorang pria sukses. Namun mengenalnya selama masa kuliah, Katherine dapat melihat bahwa postur Paris terlalu kaku dan tangan di pangkuannya mengepal kencang dan bukannya terlipat. Itu membuat gadis itu bertanya-tanya apakah mungkin Paris tidak bahagia dalam pernikahannya dengan Jaxon.
Paris pernah mencintai Jax, lalu apa yang salah? Katherine masih ingat bagaimana Paris pernah bersikeras bahwa dia hanya mau menikah dengan Jaxon dan hanya Jaxon seorang ketika Katherine mengonfrontasinya. Apakah Paris benar-benar ingin pernikahannya berakhir? Atau apakah wanita itu hanya ingin membangkitkan kecemburuan Jaxon? Sulit untuk membaca pikiran wanita lain, terutama wanita yang Katherine hindari. Gadis itu tidak pernah bisa memahami Paris dan keinginan wanita itu sama sekali.
“Dia ada di sini!”
Katherine mendengar beberapa gadis menggumamkan kegembiraan mereka di sekelilingnya dan ia tidak perlu menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang berjalan mendekat dan bayangan tinggi siapa yang menjulang di belakangnya karena dengan satu pandangan ke arah Paris, melihat mata wanita itu melebar dan pandangannya menjadi intens, warna putih wajah wanita itu memudar dan menjadi semburat merah pada tulang pipinya, telah menceritakan semuanya. Ini bukan rumor atau pemikiran irasional Jaxon. Paris dan William memang berselingkuh dan fakta itu jelas terlihat.
Namun anehnya William tidak mendekati kekasihnya itu. Dia menjaga jarak dan berbaur dengan orang lain. Sebaliknya, Paris terus mencuri pandang padanya setiap kali ada kesempatan. Mau tak mau Katherine bertanya-tanya apakah Paris akan lebih berhati-hati jika Jaxon ada di sini.
Pada saat makan malam disajikan, Katherine tidak yakin apakah itu takdir atau nasib buruk. Apa pun itu, kursinya tepat di sebelah William. Awalnya, gadis itu akan mengabaikan pria itu, seperti bagaimana pria itu selalu mengabaikannya di sekolah menengah setelah mereka putus, tetapi kemudian gadis itu teringat bahwa alasan dia datang ke sini adalah untuk membantu Jaxon. Jaxon telah memohon padanya untuk membantunya dan gadis itu tidak bisa diam saja dan membiarkan Paris menyakiti Jaxon lebih parah lagi.
Oleh karena itu, meskipun dia merasa jijik dengan William Windsor karena merayu seorang wanita yang sudah menikah, gadis itu bermaksud untuk bersikap ramah terhadapnya. Mungkin dia bisa membuat William sadar, atau bahkan mungkin ia bisa meyakinkan pria itu untuk meninggalkan Paris. Namun satu pandangan dari William dan Katherine tahu bahwa mereka hanya bisa menjadi musuh. Tidak mungkin mereka bisa berteman. Tidak ketika William bertingkah seolah-olah Katherine tidak ada. Tidak ada pertemanan yang mungkin terjadi di antara mereka berdua, hanya permusuhan belaka.
Oh, pria itu bersikap sangat sopan meskipun mengabaikannya — bahkan tidak membalas salam gadis itu dan terus berbicara dengan gadis lain yang duduk di sisinya yang lain, jadi Katherine memutuskan untuk fokus pada pasta yang enak di piringnya dan hidangan lezat berikutnya.
Ketika lengan baju pria itu secara tidak sengaja menyentuh sikunya, giliran Katherine berpura-pura pria itu tidak ada.
Pesta rumah ini, meskipun baru saja dimulai, tapi sudah melelahkan. Besok pagi dia akan pergi dan, jika dia beruntung, dia tidak akan pernah bertemu pria itu lagi. Pemikiran itu saja telah menghiburnya meskipun hanya sedikit dan cuma sebentar.
* * *
WILLIAM WINDSOR - POV Sang Duke Playboy
Katherine Bennet sama sekali tidak sesensual gadis pirang cantik dan bercahaya yang duduk di depannya. Mungkin bagi sebagian orang Katherine mungkin dianggap cantik dengan rambut cokelat brendi, tulang pipinya yang tinggi. Namun jika ada satu hal yang akan membuat pria mana pun menjauh, itu adalah mata gadis itu, ujungnya miring, serius, cerdas, tampak dalam tatapannya. Katherine itu gadis yang terlalu serius, terlalu formal.
Ketika William Windsor meliriknya untuk terakhir kalinya ke kanannya, berjanji pada dirinya sendiri bahwa ini akan menjadi yang terakhir kalinya dia melihat gadis itu malam ini, pria itu tidak bisa tidak bertanya-tanya apa yang mendorongnya berkencan dengan Katherine di sekolah menengah. Jika portofolio semua mantannya memang ada, daftar itu bisa disebut “Koleksi Model Cantik” jika bukan karena Katherine Bennet. Semua wanita yang bersamanya hangat, sensual, dengan kaki yang panjang, payudara yang bagus, bagian tubuh yang menonjol di semua tempat yang tepat. Dan tidak satu pun dari kriteria ini yang dapat digunakan untuk menggambarkan Kate.
William membiarkan tatapannya beralih dari kuncir kuda ketat gadis itu dan ke punggung ramping gadis itu lalu ke lekuk pinggang yang bagus. Tubuh gadis itu bukanlah sesuatu yang istimewa, dan ini ia katakan bukan karena pria itu pernah melihat Katherine telanjang sebelumnya. Hubungan mereka belum melampaui ciuman dan pelukan. Tidak ketika dia putus dengannya hanya dua bulan sejak mereka mulai berkencan. Dada pria itu berasa semakin sesak, tidak diragukan lagi karena luka lama. Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah, dicampakkan oleh seorang gadis sampai hari di mana Katherine memutuskannya.
Sejujurnya, William sendiri tidak yakin apakah Katherine itu tipenya. William menyukai wanita tinggi, sensual, dengan payudara bagus. Jadi mengapa, selama beberapa bulan di sekolah menengah itu, dia merasa gadis biasa dengan tulang pipi tinggi dan bisa mengalahkan pria mana pun itu sangat menarik? Mungkin dia buta sesaat. Bahkan Cas dan yang lainnya telah berkali-kali memberitahunya bahwa gadis seperti Katherine itu bukan tipenya, bahkan mereka tidak bisa mengerti mengapa William bisa jatuh cinta padanya. Mungkin dia seharusnya mendengarkan perkataan temannya itu. Karena kegilaan konyolnya, dia membiarkan seseorang seperti Katherine menginjak-injak harga dirinya dan mempermalukan kepribadiannya .
Kenangan seminggu sebelum perpisahan itu masih segar di benaknya seolah baru terjadi kemarin. Selama satu minggu itu, Katherine sangat sulit untuk dihubungi. Pria itu telah menghubunginya dan semua panggilannya langsung masuk ke pesan suara. Setiap kali dia pergi ke rumah gadis itu, ibunya selalu mengatakan bahwa dia tidak ada di rumah. William telah berusaha untuk tidak mencari-cari gadis itu di lorong sekolah dan ruang kelas terutama setelah Nathaniel (Niel), salah satu geng Crown Boys, memanggilnya anak anjing yang mabuk cinta. Setiap kali William akhirnya berpapasan dengan gadis itu di kelas, Katherine selalu bersikap dingin dan menjauh. Dia menolak kencan dan ajakan William, gadis itu juga tidak membalas teleponnya
Sampai suatu hari dia sudah cukup dengan semua itu dan menunggu gadis itu di luar kelas setelah sekolah usai. Gadis itu terkejut, William bisa melihatnya di mata birunya yang sedikit melebar. Ketika dia bertanya padanya apa yang sedang terjadi, gadis itu hanya mengangkat bahu seolah-olah dia tidak peduli dengan hubungan mereka sama sekali. Tingkahnya yang acuh tak acuh telah membuat William marah.
“Seriously, Kate, apa yang terjadi?” Pria itu bertanya sengit, berharap gadis itu akan menjelaskan penyebab perilakunya yang berubah. Mungkin William telah melakukan kesalahan yang tidak dia sadari. Apa pun itu, pria itu berharap dia bisa memperbaikinya dan meminta maaf pada Katherine.
Gadis itu dengan tenang menatapnya dan berkata, “Maaf. Ada orang lain.”
“Apakah ini lelucon?” Dia mengacak-acak rambutnya yang acak-acakan dengan frustrasi.
“Tidak,” jawabnya singkat.
“SIAPA?” Kata itu terlontar dengan tajam di lorong yang sunyi, namun gadis itu tetap tidak terpengaruh.
Kate, gadis yang telah membuatnya gila selama musim panas, mengangkat kepalanya, memberinya tatapan langsung, tenang, dan penuh perhitungan. “Apakah penting siapa dia? Maaf, William, tapi aku tidak ingin melihatmu lagi. Dan itulah penting. Tolong jangan mempersulit hal ini.”
“Apa?” Dia masih bisa ingat betapa tidak percayanya dia saat itu.
“Kita putus.” Gadis itu mengangkat bahunya. “Yang terbaik bagimu untuk melupakan semua ini dan move on.”
William berdiri di sana dalam keheningan, mata hijaunya menatap wajah Kate, mencari tanda bahwa ini hanyalah lelucon belaka, namun yang bisa dia temukan hanyalah keseriusan. Kata-kata gadis itu sudah final dan tidak bisa ditawar lagi. Gadis itu tidak ingin mendengarkannya dan juga tidak ingin menjelaskan lebih lanjut. William ingin mendesaknya, ingin membujuknya, tetapi dengan cepat ingat siapa dia. Dia ingat apa yang kakek dan ayahnya selalu katakan padanya. Dia tidak akan tunduk pada siapa pun, apalagi pada satu gadis. Dengan kebanggaan dan martabat yang masih tersisa, dia berbalik dan pergi.
Sejak hari itu, dia selalu berpura-pura gadis itu tidak pernah ada. Katherine membuatnya selalu ingat bahwa pria itu pernah membiarkan seorang gadis menginjak-injak harga dirinya. Dia mengabaikan kehadiran gadis itu tak peduli betapa sulitnya mengingat dia pernah sangat mencintainya.
Tatapan terakhir yang dia lemparkan pada gadis itu adalah tatapan penuh kebencian. Karena dia membenci bagaimana gadis telah membuatnya merasakan patah hati. Dia benci bagaimana Katherine telah memutuskan hubungan mereka begitu gadis itu bosan padanya. Dan di atas segalanya, dia benci bila ingat dia pernah jatuh cinta pada gadis itu.
KATHERINE BENNET - POV Sang MantanSetelah makan malam, Katherine menemukan koran di rak majalah salah satu meja dan membawanya ke kursi di sisi lain ruangan itu. Kebanyakan konten koran itu berkaitan dengan pasar saham, bisnis yang berkembang, dan industri lainnya. Di halaman sembilan, ada beberapa berita tentang perusahaan William. Dan tentu saja berita itu disertai dengan foto pria itu karena William adalah sang CEO. Pada foto itu William duduk di mejanya, lengan kemejanya digulung menunjukkan lengan bawahnya yang kecokelatan, dan dasinya longgar. Pria itu tampak tangguh, seperti pebisnis, dan, sialan, seksi sekali. Foto itu tidak diragukan lagi di ambil oleh seorang wanita. Katherine menarik napas dalam-dalam dan mencoba menahan diri untuk tidak mengaguminya. Pikirannya mengingatkan betapa playboy-nya si William, bagaimana pria itu hampir menghancurkan hatinya. Dan pertemuan mereka baru-baru ini, gadis itu mengetahui bahwa pria itu telah merayu seorang wanita yang sudah menikah seg
KATHERINE BENNET - POV Sang Mantan "Oke," Katherine memulai sambil menghela napas. “Jelas ini hanya kecelakaan. Kau pikir aku Paris jadi kau datang ke sini. Jadi cara termudah untuk memperbaikinya adalah dengan memberi tahu semua orang bahwa kau mengira aku adalah dia.” Ketika pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun, gadis itu mendongak untuk menatap matanya.Akhirnya, William membuka mulutnya dan menjawabnya dengan aksen Inggrisnya yang kental, "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa tidak?" "Yah, yang pertama, dia sudah menikah." Katherine menatapnya seolah-olah dia baru saja memberitahunya bahwa planet Bumi itu bulat. "Jadi? Apakah kau baru mengetahuinya sekarang?" William menatapnya dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya. “Tidak, aku tahu itu tapi maksudku, aku tidak bisa mengakuinya secara terbuka. Itu akan mengacaukan segalanya.” Baru kemudian gadis itu menyadari apa yang dia maksud. Jika William mengakuinya secara terbuka tentang hubungannya dengan Paris, informasi it
WILLIAM WINDSOR - POV Sang Duke Playboy "Menikahlah denganku, Kate." Ketika gadis itu tidak mengatakan apa-apa, William mengulangi, "Menikahlah denganku dan itu akan menyelesaikan kesulitan kita saat ini." William memandang mantan pacarnya dan mencoba yang terbaik untuk mempertahankan ekspresi serius di wajahnya. Dia sepenuhnya menyadari betapa gila sarannya, tetapi dia juga mengingat apa yang dikatakan kakeknya kepadanya beberapa minggu yang lalu. Satu lagi kelakuan buruk, satu lagi berita buruk tentang dia yang akan mempengaruhi nama Windsor, pangkat seorang duke Ashbourne, dan dia akan dipaksa untuk menyerahkan gelarnya dan tidak akan menjadi bagian dari keluarga. Sejujurnya, William tidak terlalu peduli dengan uang atau gelar, tetapi hal terakhir yang dia inginkan adalah tidak diakui oleh keluarganya. Dia memperhatikan gadis itu membuka mulutnya dan kemudian menutupnya seolah-olah dia kehilangan kata-kata selama beberapa detik sebelum akhirnya Katherine mendapatkan kembali kemam
KATHERINE BENNET - POV Sang Mantan Keesokan paginya, seolah-olah dia tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyaknya, Katherine akhirnya menyadari apa yang telah dikatakan dan dilakukannya. Dia akan menikahi mantan pacarnya yang playboy. Betapa kejamnya hidup ini! Dia telah diberkati dan bahagia menjadi orang yang bisa melepaskan diri dan sekarang dia berakhir di tempat yang sama — hanya saja alih-alih menjadi pacarnya, sekarang dia mendapati dirinya dipromosikan menjadi tunangannya. Untuk waktu yang lama, pusing karena ketidakpastian, dia menatap langit-langit. Dia tahu dia harus bangun dan bersiap-siap tetapi dia tidak bisa. Dia takut menghadapi kenyataan. Dia seharusnya tidak datang ke pesta rumah ini dan sekarang semuanya sudah terlambat. Memaksa dirinya sendiri untuk bangkit, dia menyeret kakinya yang mengantuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, dia berjalan keluar dari kamar mandi dan mendengar ketukan di pintunya. Dia tidak perlu memeriksa lubang intip untuk mengetahui bahwa
KATHERINE BENNET - POV Sang Mantan Ponselnya berdering di dalam saku mantelnya, dan tanpa melihat siapa yang menelepon, Katherine sudah tahu itu telpon ibunya lagi. Panggilan ibunya sudah masuk ke voicemail beberapa kali hari ini, tetapi sekarang sudah lewat dari jam lima, dia tidak bisa lagi menggunakan alasan dia tidak dapat mengangkat panggilan karena sedang bekerja. Sejujurnya, dia tidak memiliki dendam apa pun terhadap ibunya, dia benar-benar mencintai ibunya, itulah sebabnya dia tidak dapat memaksa dirinya untuk berbohong lagi, mengetahui sepenuhnya bahwa ibunya ingin membicarakan pertunangannya, atau lebih buruk lagi, pernikahannya. Dia tidak bisa memberi tahu ibunya betapa dia mencintai William padahal sebenarnya, dia tidak punya perasaan apa pun untuknya. Saat ini semua perasaannya untuk Jaxon. Dia tidak bisa membiarkan hati sahabatnya hancur ketika dia bisa menyelamatkannya dari terluka. "Halo, Bu," dia menyapa dan berusaha menahan diri untuk tidak menghela nafas. "Katheri
POV Sang Mantan Terlepas dari keengganannya, William bersikeras mengantar Katherine pulang dan menyuruh sopirnya mengemudikan mobil Katherine, mengikuti mereka di belakang. "Kau tahu aku bisa mengemudikan mobilku sendiri," komentar gadis itu saat pria itu berbelok di persimpangan dekat tempat tinggalnya. "Kau tidak perlu mengantarku pulang." "Aku tahu kau bisa dan aku tahu aku tidak perlu melakukannya," jawab pria itu sambil melirik sekilas padanya sebelum memfokuskan matanya kembali ke jalan. "Oke, lalu kenapa kau melakukannya?" Mobil melambat sampai berhenti total tepat di depan gedungnya. "Karena aku ingin." Pria itu membuka sabuk pengamannya dan membalikkan tubuhnya sehingga dia bisa sepenuhnya menghadap gadis itu. "Kau tunanganku sekarang, Kate—" "Katherine," koreksinya. "Hanya ibuku yang memanggilku Kate." "Yah, aku lebih menyukai Kate daripada Katherine ditambah aku memanggilmu Kate sepanjang waktu ketika kita berkencan di sekolah menengah." Dia mengangkat bahu ringan ke
"Wah, wah, wah!" Cas mencondongkan tubuh ke depan, beberapa garis kerutan memenuhi dahinya. "Apakah kau serius?""Ya," jawab William muram."Ini sangat buruk, ya." Cas bersandar ke kursi kulit dan meletakkan tangan kanannya di sandaran tangan. "Apa yang mereka gunakan untuk ancamannya kali ini?"William bisa berpura-pura bahwa dia tidak mengerti apa yang dimaksud Cas, tetapi pada saat ini, dia tidak melihat gunanya berbohong atau menutupi kebenaran yang buruk. "Ibuku.""Oh, oke, itu sangat kejam." Cas menggelengkan kepalanya. Dia tahu betul betapa William mencintai ibunya, satu-satunya orang di keluarganya yang tidak menghakiminya atau terus terang, satu-satunya orang di keluarganya yang benar-benar mencintainya. William akan melakukan apa saja untuk ibunya dan sekarang, menurut dugaannya, kakek dan ayah William tahu itu dan memanfaatkannya untuk keuntungan mereka."Tidak akan kejam jika mereka bukan kakek dan ayahku. Sekarang aku mengerti betapa miripnya mereka berdua. Awalnya, aku t
William tahu bahwa dia bukan teman yang baik. Sial, dia sangat sadar bahwa dia bukan teman yang baik. Namun, dia tidak membujuk Cas ketika Cas mengatakan bahwa dia ingin pergi. Tetap saja, dia tidak mengejar sahabatnya dan meminta maaf. Dia tidak melakukan semua itu karena dia lelah. Ada banyak hal dalam pikirannya sekarang dan meskipun itu bukan alasan yang baik untuk menjadi brengsek pada sahabatnya, toh dia tetap melakukannya. Dia mengayunkan kakinya ke sofa dan meletakkan kepalanya di sandaran tangan. Dengan desahan kecil, dia membiarkan pikirannya membawanya kembali ke tahun-tahun yang lalu ketika dia pertama kali menatap Katherine Elizabeth Bennet. Dia bertemu dengan Kate di sebuah pesta, pesta yang sangat membosankan, meskipun pada awalnya, dia berpikir bahwa pesta itu akan menyenangkan. Teman-temannya akan ada di sana dan semua gadis cantik dari SMA Carlton juga akan ada di sana. Semua itu dikombinasikan dengan makanan enak dan minuman enak akan membuat pesta menjadi menyenang