Share

Chapter 5 - Tamu Tak Diundang

Isabell masih menatap Fernando, jawaban pria itu sangat ia butuhkan. Fernando mengulurkan tangannya dan mengusap pucuk kepala sampai ujung rambut Isabell yang berbau wangi bunga lavender. Dia cukup peka kali ini, dia mengerti apa yang ada di benak istrinya itu saat ini.

"Vanessa hanya teman masa kecilku. Ya, kami sangat dekat sewaktu kecil karena ayahnya yaitu Paman Nigel adalah teman baik Ayahku," ucap Fernando sambil tersenyum gemas pada Isabell yang sedang terbakar api cemburu.

Isabell mengulas senyum lalu meneruskan sarapannya. Fernando sangat lega.

Untung saja dia bisa bersikap tenang di depan Isabell. Dia tahu persis, istrinya itu sangatlah cemburuan. Seperti kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya dan Isabell baru bertunangan. Fernando pernah datang ke lokasi pemotretan Isabell dan di sana ada seorang model wanita yang datang menghampirinya.

Tak ada yang Fernando lakukan dengan wanita itu, mereka hanya berbincang-bincang saja. Namun ternyata hal itu membuat Isabell sangat marah. Bahkan Isabell sampai menyerang Model itu dengan emosinya. Bukan hanya itu, Fernando sampai mati-matian membujuk Isabell kemudian.

Sejak itu Fernando tak mau lagi mencari masalah dengan melakukan sesuatu yang bisa memicu kecemburuan Isabell. Namun hal itu tidak membuatnya merasa terkekam atau sebagainya, justru dirinya semakin mencintai Isabell, dan merasa sangat dicintai olehnya pula.

"Hanya teman kecil? Ho, apakah kau lupa, Fernando. Jika kau dan Vanessa pernah menjalin hubungan cinta sewaktu kalian masih duduk di bangku SMU. Bahkan kalian pernah bermalam bersama di peternakan Ayah, bukan?" Pedra tiba-tiba menyela dengan niatnya untuk memanas-manasi hati Isabell.

Mendengar hal itu Isabell sangat kaget dan langsung menoleh tegas pada Fernando. Dan pria itu segera menggelengkan kepalanya.

"Kak Pedra, apa yang kau bicarakan? Aku dan Vanessa hanya berteman, dan hubungan yang pernah kami jalani hanya ikatan yang terjalin karena persahabatan saja," jelas Fernando yang mulai cemas jika Isabell termakan oleh ucapan Kakak tirinya itu.

"Oh, iya?" cibir Pedra sambil tersenyum remeh dan kembali menikmati sarapannya.

"Ya," pungkas Fernando kemudian beralih pada Isabell,"aku dan Vanessa hanya teman kecil, tak lebih. Percayalah, Isabell." Fernando meraih jemari Isabell yang ada di meja lantas mengecupnya lembut. Namun Isabell tak mudah percaya begitu saja. Itu dapat dilihat Fernando dari pendar mata istrinya itu.

"Ya, kalian memang hanya teman kecil. Namun Vanessa sangat mengharapkanmu, Fernando." Nyonya Devardo mulai memantik api lagi. Fernando menatapnya bosan lantas berkata, "Hentikan, Bu. Kumohon,"

Nyonya Devardo mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia kembali menikmati sarapannya. Pedra tersenyum sinis menatap Isabell yang sedang dibujuk oleh Fernando.

Pria itu tampak sangat memanjakan istrinya itu. Pedra sangat muak melihatnya. Pagi ini rencananya sudah gagal, tapi mungkin dia bisa mencobanya lagi, pikirnya sembari menaikan sudut bibirnya.

"Pagi, semuanya." suara seorang wanita mengagetkan semuanya.

Fernando yang menoleh lebih dulu sampai membulatkan pupil netranya mengetahui siapa yang datang. Sedangkan Isabell hanya mengamati wanita yang sedang memasang senyumnya sembari berjalan menuju meja makan. Semuanya pun berdiri.

"Vanessa? Astaga. Aku sangat senang kau datang ke Devardo House." Nyonya Devardo segera lengser dari kursinya dan gegas menghampiri wanita yang bernama Vanessa itu.

"Astaga, Vanessa! Kau sangat cantik sekarang!" Pedra yang tak ingin ketinggalan segera menyusul Nyonya Devardo untuk menghampiri Vanessa. Hanya Isabell yang masih terdiam lalu menoleh pada Fernando. Pendar matanya dipenuhi tanda tanya yang menyudutkan suaminya itu. Namun Fernando hanya memberinya sebuah senyuman manis.

"Fernando, ayo kemarilah, Nak. Vanessa pasti sangat ingin bertemu denganmu, Sayang!" Nyonya Devardo menoleh pada Fernando setelah melepaskan pelukannya dari Vanessa.

Isabell sangat jengah mendengar suara manis Ibu mertuanya itu. Dasar sinting! Rutuknya dalam hati.

"Hai, Vanessa. Apa kabar?" Fernando menyapa Vanessa dengan sedikit senyuman.

Isabell segera mendekat pada suaminya itu dan segera meremas jemari kirinya dengan erat. Fernando hanya menoleh sembari memberinya senyuman gemas.

"Fernando, kabarku baik. Bagaimana denganmu? Apa kau bahagia setelah menikahi seorang model majalah dewasa?" Vanessa berkata sambil berdiri di depan Fernando dan Isabell. Netranya menatap jijik pada wanita cantik di hadapannya.

"Apa maksudmu?" Isabell yang merasa tersinggung segera naik pitam.

Vanessa hanya tersenyum sinis menanggapinya.

"Bukan apa-apa? Selamat atas pernikahan kalian. Aku hanya kasihan pada Fernando saja. Apa yang dia dapatkan dengan menikahi seorang model sepertimu. Ya, kau memang cantik dan menarik, bahkan menggairahkan. Itu yang kudengar dari mulut para pria yang membicarakan dirimu di night club." Vanessa mengatakannya dengan lugas, tanpa takut sedikit pun.

Dia sengaja ingin memancing emosi Isabell di depan Fernando dengan cara merendahkannya. Walaupun dirinya mengerahui jika Isabell adalah puteri dari keluarga yang terhormat.

Dia bisa saja terjerat masalah besar karena lisannya barusan. Namun rasa kesalnya karena gagal mendapatkan Fernando telah membuatnya kalap dan tak perduli dengan apa pun lagi.

"Tutup mulutmu, Vanessa!" Fernando yang sangat murka mendengar ocehan Vanessa tadi segera memasang emosinya. Wajah tampannya memerah padam dengan bola matanya yang tajam seolah ingin menelan Vanessa hidup-hidup. Sedangkan Isabell pun tak kalah kesalnya.

"Waw, lihatlah. Kau sangat marah, Fernando. Padahal aku hanya bercanda saja," ucap Vanessa sembari tertawa kecil, dia mencoba meralat ucapannya tadi. Namun Fernando sudah terlanjur kesal.

"Aku tak suka ada yang bicara buruk tentang Isabell. Dan bila itu kau lakukan lagi, aku tak segan-segan menampar wajahmu itu," balas Fernando masih dengan wajah kesalnya.

Vanessa hanya memutar bola matanya lalu menoleh pada Nyonya Devardo dan Pedra yang memberinya senyuman kagum.

"Ayo, Isabell." Fernando segera meraih lengan Isabell dan mengajaknya meninggalkan ruang makan.

Vanessa hanya terdiam sembari memandangi kepergian mereka. Nyonya Devardo dan Pedra segera menghampirinya

"Wah, wah, kau sangat hebat, Vanessa!" Nyonya Devardo berkata setelah tungkainya berdiri sejajar dengan Vanessa.

"Benar, kau berhasil membuat gadis sombong itu terdiam bagai orang bodoh," timpal Pedra sembari merangkul bahu Vanessa dan menatapnya kagum.

Vanessa hanya tersenyum tipis lantas berkata, "Seekor berang berang saja bisa menerkam seekor chetah jika mangsanya telah dicuri. Apa lagi seekor singa sepertiku."

"Waw, ungkapan yang sangat bagus sekali. Benarkan, Sayangku?" Pedra tersenyum kagum pada Vanessa kemudian menepuk bahu Berto yang baru saja berdiri di sampingnya.

Pria itu hanya mengerutkan dahinya tanda tak mengerti.

"Bagus, Vanessa. Kau harus memenangkan hati Fernando agar dia segera meninggalkan Isabell. Aku hanya ingin Fernando memiliki istri yang memiliki visi dan misi yang sama denganku," timpal Nyonya Devardo sembari menghidupkan api rokoknya.

Vanessa tampak memantapkan dirinya karena merasa mendapatkan dukungan.

"Tentu saja, Nyonya Devardo. Sebentar lagi Fernando Devardo de Castijo pasti akan bertekuk lutut di hadapanku," ucapnya dengan nada penuh tekad.

Nyonya Devardo dan Pedra saling pandang sambil tersenyum puas. Hanya Berto saja yang kurang paham dengan arah pembicaraan mereka.

Dia hanya menggaruk kepalanya lalu menoleh pada Pedra. Dan Pedra hanya memutar bola matanya bosan. Sial! Pria bodoh Meksiko mana yang telah dia nikahi ini? Dasar bodoh! Rutuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status