Mega menatap tak percaya pada suaminya, ia sudah banyak mengalah dan diam namun tak bisa membuatnya di hargai."Mas, sebenanya kamu ini kenapa?" Tanya Mega akhirnya, setelah sekian lama ia mwrasa ada yang jangga dari sikap Ridho padanya."Mas nggak apa-apa!" Ucapnya singkat lalu diam menatap ke arah lantai rumahnya."Mas tau, hutang kita di bank saja belum juga lunas, bagaama bisa aku ambil pinjaman lagi!" Mega mengingatkan Ridho bahwa mereka juga masih punya hitungan yang belum tuntas."Mas kira berapa banyak sertifikat rumah ini sampai aku bisa pinjam terus?".Ridho masih terdiam, di dalam kepalanya penuh dengan rasa curiga pada Mega, ia masih bertanya dari mana Mega akan mendapatkan uang dan membayar semua hutang Ridho pada Siska."Jika aku sudah dapat uang, berikan separuh dulu pada mbak Siska mas!" Ucap Mega lagi lalu kembali fokus menulis di ponselnya."Memang dari mana kamu dapat uang sebanyak itu?""Dari usahaku mas, dari jerih payahku sendiri, akan aku buktikan pada mereka se
Hari berganti dengan cepat, Siska tak berhenti menebarkan ancaman setelah kedatangannya saat itu, ia begitu yakin jika suaminya telah terhasut ucapan Mega yang merayunya tanpa malu. Sementara Mega dan Ridho mulai menata hati, suaminya yang ia percaya dulu sudah kembali."Dho, mana istrimu?" Siti masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam."Keluar mak, ada apa?""Mak mau bicara!" Ucap wanita itu menarik tubuh Ridho duduk di teras rumah."Ada apa mak?" "Kamu ini kenapa sih dho nggak percaya sama mak dan mbakmu sendiri!" Siti mulai bicara, berusaha menghasut anak lelakinya itu."Jangan mulai lagi mak, hidup kami baru saja tenang sekarang, mak jangan membuat kami bertengkar lagi." Ridho berdiri, malas rasanya mendengar ibunya itu bicara tanpa rasa bersalah."Dho, mbak mu itu yakin jika Agus punya simpanan wanita lain! Beberapa kali Siska memergoki Agus sedang telpon seseorang di malam hari, apa kamu nggak merasa curiga?""Curiga sama siapa, Mega? Mak, dari mana mbak Siska bisa menyimpu
Menjelang sore, Mega mengajak Ridho menemui Siska kakaknya, sengaja tak membawa anak-anak mereka sekarang, tak ingin dua buab hatinya mendengar kalimat yang tak baik bila Siska kehilangan kendali."Mau kemana kamu?" Siti mendekat melihat anak dan menantunya keluar.rumah tanpa dua cucunya."Ke rumah mbak Siska bu, kenapa?" Tanya Ridho"Ngapain?" Siti bertajya balik, ia tak mau menjawab oertanyaan Ridho."Ada urusan bu, sudah ya kita pergi dulu." Ridho naik ke atas motor."Mana anak-anak?" Tanya Siti lagi, seharian ia tak melihat anak-anak Ridho itu."Pergi sama mbak Dewi bu." Ucap Mega namun Siti tak menghiraukan menantunya itu."Lain kali jangan titip anak ke orang lain Dho, ibu masih bisa urus!" Ucapnya lagi lalu melirik Mega yang masih diam menunggu motor suaminya keluar halaman."Sudah bu, kami pergi dulu ua!" Ribdho berpamitam pada siti dan segera melajukan motornya meninggalkan Siti di halaman rumah mereka.Di jalan Ridho tak berhenti membahas sikap ibu pada mereka tadi, ia ing
"ada apa mas?" Mega bertanya, sejak pulang dari rumah kakaknya Ridho hanya diam dan kini duduk di depan rumah mereka."Kamu lihat wanita di rumah mbak Siska tadi?""Oh Widya? Iya mas, kenapa?""Kamu nggak merasa ada yang salah dek?"Mega diam sejenak, ia memang berasa wanita itu terlalu berani dalam berpakaian namun tak dia katakan pada suaminya."Iya lihat mas, bajunya berani sekali di rumah majikannya, kenapa mamang?"Mega mulai merasa curiga, Ridho seperti sedang memikirkan banyak hal sekarang."Sebelum mbak Siska datang, aku mendengar suar wanita tertawa." "Dimana?""Di rumah mbak Siska, masak kalau cuma pembantu dia bisa tertawa cekikikan dengan mas Agus."Mega masih terdiam, jika benar ada tawa terdengar berarti ada hal janggal yang terjadi di rumah itu."Apa wanita yang selama ini di curigai mbak Siska itu Widya ya mas?" "Hust, jangan buat cerita ngawur lah ga, kamu bisa di rujak Siska nanti!" Santi bibi Ridho tiba-tiba saja ikut bicara."Kamu itu cuma anak mantu ga, jangan s
[Dengar ya dho, jika sampai orang lain tau soal ini, kamu berurusan denganku!"]Sebuah pesam dari Siska membuat Ridho berdecak kesal, mereka masih ada di satuntempat, bahkan Ridho masih bisa melihat aktifitas kakanya itu sekarang."Ada apa mas?" Tanya Mega khawatir, Ridho bahkan tak tersemyum sejak menemui Siska tadi."Mbak Siska bilang lelaki itu teman bisnisnya, menurutmu apa mungkin teman bisnis sedekat itu?" Tanya Ridho sambil menunjuk arahnSiska yang masih nampak menikmati makannya.Mega diam, ia tak tau apa yang akan dia katakan sekarang, Sejujurnya ia masih sangat terkejut dengan apa yang baru saja di lihatnya dan sekarang mendapat pertanyaan aneh dari sang suami.Sementara Ridho melihat kesal ke arah kakaknya itu. Belum ada jawabam tentang apa yang terjadi dengan sang kakak ipar, ia malah harus berurusan dengan urusan lain.Ridho makan dengan tak tenang, ia bahkan tak berhenti menatap ke arah Siska yang terlihat seperti tak perduli denganya."Mereka sudah selesai!" Ucap Ridho
"Turun!" Ridho membentak kakaknya dengan keras.Siska turun dengan kesal, mereka sudah ada di depam rumah orang tuanya. Sementara Ridho markirkan motornya, Siska masih terdiam di halaman tempatnya turun."Kenapa masih di situ, masuk!" Ridho menarik tangan Siska memasuki rumah kedua orang tuanya. Teras dan ruang depan kosong, mereka masih di ladang sekarang ini."Jangan tarik aku begitu Dho, aku bukan anak kecil yang bisa kau tarik-tarik begitu!" Ucapnya kesal, Siska berusaha melepaskan gandengan sang adik."Kalau perlu aku akan rantai tanganmu di pilar rumah Bapak mbak!" Bentaknya lebih keras.Ridho membawa Siska melewati kolam ikan milik orang tuanya, lalu mendudukkan Siska di balai bambu kecil samping kebun sayuran."Diam di situ!" Ucap Ridho menahan amarah, ia berjalan ke kebun dan memanggil orang tuanya."Mak, pak, ayo ikut dulu, aku mau bicara!" Ucapnya tak mau basa-basi, ia meminta kedua orang tuanya menemui Siska."Ada apa sih dho?" Siti belum juga berdiri dari tempatnya mengik
Karno dan Dewi keluar rumah, di susul Halimah dan Ratih anak bungsunya. Tak lama Santi dan Rut adik Harun juga keluat dari rumah mereka, mendengar Siti berteriak di ikuti tangis Siska sembari meminta ampun membuat keluarga besar mereka keluar dan berkumpul di belakang rumah."Astagfirullah Harun!" Halimah berteriak, ia terhuyung mendekati adik lelakinya itu."Mas, sudah mas!" Rut dan Santi ikut berlari mendekat.Karno menantu Halimah juga berlari bersama istrinya ikut menenangkan Harun yang tak lagi bisa berpikir tenang."Istigfar Harum, istigfar!" Halimah dan Karno membawa Harun duduk di kursi kecil sementara Dewi dan Ratih membantu Siska menjauh keluar area kebun orang tuanya."Ya Allah! Astagfirullah! Apa salahku ya Allah!" Harun tergugu, memukul dadanya yang sesak, ia terus mencoba menenangkan diri.Sementara Siti yang terlepas dari Ridho berlari mendekati anaknya. "Siska, Siska!" Siti memeluk putrinya yang sudah terduduk lemas, kakinya yang putih dan terwat kini kemerahan hampir
Siti diam melihat menantu perempuannya masuk ke dalam rumah Halimah. Mega berdiri tepat di hadapan mertuanya itu dan mengulang kembali ucapannya barusan."Katakan mak, apa Emak ingin aku pun jadi simpanan lelaki lain?""Kamu lancang sekali Mega!" Siti berdecak kesal melihat menantunya ini dengan ponggah justeru menantangnya."Bukankah Emak yang selalu menuduhku punya lelaki lain bahkan jadi simpanan mas Agus suami mbak Siska.""Astagfirullah Siti!" Harun membentak istrinya lagi, ia benar- benar merasa marah sekarang."Katakan Siti, apa kamu menuduh menantumu sendiri?" Harun kembali bertanya.Siti hanya terdiam, sementara semua orang di ruang itu menatapnya seolah menyelidik."Jawab Siti!""Ya pak, aku memanh curiga pada Mega dan Agus. Mereka bertemu di bank saat Mega butuh uang untuk melunasi hutang pada Siska!""Kami kebetulan bertemu mak, aku bahkan tak tau mas Agus ada di sana.""Kebetulan macam apa sampai kamu minta uang suamiku!" Siska yang sejak tadi diam ikut bicara, ia kini me