'Kenapa aku tidak mati juga? Suhu di luar sini sangat dingin, tapi kenapa rasanya hangat sakali? Apakah ini karena kekuatan yang aku punya?' rintihnya dalam hati.
Kekuatannya merespon suhu yang ada di sekitarnya, meski tubuh luar Austin merasa dingin, tapi suhu dalam tubuhnya tetap menghangat. Austin memejamkan matanya, bulu matanya sudah berubah menjadi es, begitupun dengan rambutnya. Tubuhnya sudah tertutup oleh tumpukkan salju, bergerak pun tidak sanggup karena salju membekukan seluruh tubuh luarnya.'Kenapa kau menyikasaku seperti ini, Tuhan? Aku hanya ingin mati,' ucapnya dalam hati.Meski menutup mata, Austin mampu mendengar suara di sikitarnya. Banyak pengendara yang melintas tapi tidak ada yang sadar akan kehadiran dirinya. Sudah hampir sebulan Austin terbenam di tumpukkan salju. Tidak ada niat sedikitpun untuk pergi dari tempatnya meski ia mampu. Hanya kematian yang ia inginkan."Oh Tuhan, kemana jatuhnya kalungku?" Austin mendengar suara wanita di dekatnya. Dia tidak berharap Wanita itu mau menolongnya, bagi Austin tidak ada orang baik selain orangtuanya.Wanita tua itu mencari kalungnya sampai dia berjalan ke arah Austin. "Kenapa di sana ada tumpukan salju yang begitu tinggi?" gumam wanita tua itu sambil melangkah ke arah Austin.Austin merasa Wanita tua itu akan mendekat, sontak dia membuka kelopak matanya dengan berat. Austin terkejut saat pandangan mereka bertemu. Wanita tua itu menutup mulutnya karena terkejut saat melihat Austin."Oh, ya Tuhan. Kenapa kamu ada di sana?" tanya wanita tua sambil mengali salju yang menutupi tubuh Austin dengan kedua tangannya.Dirasa tidak akan membuahkan hasil jika dia sendiri, wanita tua memanggil supir dan anak buahnya untuk membantunya mengeluarkan Austin. Saat Austin berhasil dikeluarkan, mereka semua terkejut melihat Austin yang terbujur kaku."Lebih baik kita bawa saja ke rumah sakit Nyonya, aku rasa pemuda ini masih hidup," ucap salah satu pengawal saat merasakan hembusan napas dari hidung Austin."Ya, ya, bawa pemuda ini ke rumah sakit, aku yang bertanggungjawab," balas wanita tua yang dipanggil Nyonya.Para pengawal menggotong tubuh Austin yang terbujur kaku seperti mayat. Austin merasa tersentuh melihat kebaikan wanita tua yang menolongnya. 'Aku pikir tidak ada orang baik sepertimu, Mom,' ucap Austin dalam hatinya. Austin merasa hidup tidaklah buruk jika masih bisa menemukan orang baik.Mobil membelah jalan dengan beriringan, rombongan wanita tua itu menuju rumah sakit terdekat demi menyelamatkan Austin. Begitu sampai di rumah sakit, Austin langsung di bawa ke ruang tindakan oleh petugas rumah sakit. Wanita tua yang membawa Austin sangat cemas, padahal ia tidak mengenal siapa pemuda yang ia tolong."Salam Nyonya Thomson, anda bisa menunggu di sana, kami akan berusaha memulihkan suhu tubuh pemuda yang Nyonya tolong," ucap dokter."Tidak, aku cemas sekali, aku tunggu di sini saja," balas wanita tua yang ternyata Nyonya besar dari keluarga Thomson.Nyonya Thomson menunggu Austin dengan panik, berulang kali dia meremas jemari tuanya. "Semoga pemuda itu baik-baik saja, aku tidak bisa membayangkan jika menjadi dirinya, pasti dia menderita sekali," gumam Nyonya Thomson.Sedangkan di dalam sana, para dokter dan perawat merasa heran dengan keadaan tubuh Austin, "Dilihat dari kondisinya, sepertinya dia tertimbun salju kurang lebih selama sebulan. Tapi mengapa organ dalamnya sehat layaknya manusia biasa? Tidak ada jejak kerusakan di dalam tubuhnya."Mereka hanya menghangatkan tubuh Austin sampai tubuhnya tidak kaku lagi. Begitu tubuh luar Austin kembali seperti semula, ia langsung duduk dan mengejutkan para tenaga medis."Apakah tidak ada yang anda rasakan lagi?" tanya dokter heran."Tidak, aku sangat sehat," balas Austin yakin sambil menggerak-gerakkan tubuhnya yang tadi kaku.Para tenaga medis tercengang melihat Austin bugar layaknya tidak terjadi apa-apa. Normalnya, jika orang biasa yang berada di posisi Austin pasti sudah terkena hipotermia. Untuk bergerak pun tidak akan sebebas Austin menggerakkannya seperti sekarang. Mereka tidak tahu kalau semua itu karena kekuatan yang ada di dalam dirinya."Baru kali ini aku melihat keajaiban Tuhan, kamu sangat beruntung, nak," ucap salah satu dokter yang merawatnya."Benar apa yang kamu katakan, tapi kita harus tetap memeriksa tubuhnya secara keseluruhan," timpal dokter lainnya.Akhirnya mereka memeriksa tubuh Austin dengan alat-alat yang ada di rumah sakit, tak terkecuali darahnya. Lagi-lagi para tenaga medis merasa takjub dengan keajaiban pada tubuh Austin. Austin dinyatakan sehat, tanpa keluhan apapun.Dengan wajah gembira, dokter keluar bersama dengan Austin menemui Nyonya Thomson. Dokter itu terus tersenyum sambil merangkul pundak Austin. Austin merasa bahagia diperlakukan baik oleh dokter yang merawatnya, meski hanya rangkulan sederhana, tapi sudah membuatnya merasa berarti."Lihatlah pemuda yang kau selamatkan Nyonya, dia mendapatkan berkat Tuhan yang luar biasa. Meskipun tubuhnya terkubur salju sampai terbujur kaku seperti tadi, kesehatannya tidak berpengaruh. Dia sehat, bahkan melebihi kesehatan Nyonya," ucap dokter kepada Nyonya Thomson.Nyonya Thomson menutup mulutnya, terkejut sekaligus takjub dengan apa yang dilihatnya. Austin pemuda yang tadi begitu mengenaskan kini tampil di hadapannya dengan tubuh bugar. Bukan hanya itu saja yang membuat Nyonya Thomson terkejut, dia terkejut melihat wajah tampan Austin. Wajah dengan rahang yang tegas, bulu mata lentik, hidung yang mancung. Juga kulit putih, serta otot tangan yang terpampang di depan matanya."Ya, benar. Dia memang pemuda yang diberkati Tuhan, bukan hanya kesehatannya yang diberkati, tapi wajahnya juga, kamu tampan sekali, nak," ucap Nyonya Thomson yang terpesona dengan ketampanan Austin.Austin tersenyum, baru kali ini ada yang memuji ketampanannya selain ibunya. Dokter dan Nyonya Thomson terkekeh melihat wajah Austin."Oh iya, siapa nama kamu, nak?" tanya Nyonya Thomson."Austin Nyonya," balas Austin cepat."Jangan panggil Nyonya. Panggil aku Nenek, aku memiliki cucu wanita yang cantik, apakah kamu mau menikahinya?"Dokter yang ada di sebelah Austin terperangah dengan pertanyaan Nyonya Thomson. "Wah... kamu sangat beruntung nak," ucap dokter sambil menepuk-nepuk pundak Austin.Austin tidak tahu harus menjawab apa, pernikahan tidak ada dalam angenda hidupnya. Austin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa."Apakah kamu memiliki keluarga?" tanya Nyonya Thomson lagi.Austin menggelengkan kepalanya. "Tidak Nyonya, orangtuaku sudah meninggal, dan aku tidak memiliki apapun," balas Austin sedih."Jangan bersedih, mulai sekarang aku yang akan menjadi keluargamu, kamu mau 'kan tinggal bersama denganku? Masalah pernikahan bisa kita bicarakan nanti.""Kamu benar-benar beruntung, Nyonya Thomson adalah wanita kaya raya yang tak terjamah di kota ini. Kamu harus menerima tawarannya," timpal dokter yang ada di sampingnya."Bagaimana? Kamu mau 'kan menjadi cucu angkatku? Aku sangat menyukaimu, aku juga merasa kamu pemuda yang baik."'Bagaimana jika mereka tahu tentang kekuatanku? Apakah jika mereka tahu, mereka akan membuangku seperti yang dilakukan keluargaku? Atau aku sembunyikan saja kekuatan ini? Tapi, apakah bisa?'"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk