Beranda / Romansa / Menantu Kontrak Sang Ceo / BAB 6 - Batas Yang Mulai Pudar

Share

BAB 6 - Batas Yang Mulai Pudar

Penulis: Revri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-01 09:20:54

Saskia menatap gelas jus di tangannya, tapi pikirannya melayang ke suara tawa Renata — wanita bergaun merah yang datang malam itu dengan percaya diri. Renata bicara dengan Keenan di pojok ruangan, dekat balkon. Tawa mereka hanya terdengar samar, tapi cukup menusuk telinga Saskia.

Saskia menarik napas, menahan gelombang perasaan asing yang menyesak di dada. Bukankah ia sudah paham dari awal? Ia hanya istri kontrak. Cemburu seharusnya tak punya tempat di hatinya. Tapi tetap saja — melihat Keenan bicara begitu akrab dengan wanita lain, membuat dadanya terasa diperas.

“Jangan dihabiskan sendiri, Nona Saskia,” suara Olivia tiba-tiba terdengar dari sampingnya. Sepupu Keenan itu berdiri sambil menenteng segelas anggur. Senyum tipisnya tak pernah benar-benar hangat.

“Renata memang cantik, ya? Kau tahu kan dia dulu pernah hampir jadi tunangan Keenan?”

Saskia menegakkan bahu, berusaha tak terpancing. “Kalau begitu kenapa mereka tidak jadi menikah saja?”

Olivia tertawa pelan, menutup mulutnya seolah tertawa sopan. “Oh, sayang… kau ini lucu. Kau pikir semua orang bisa cocok dengan keluarga Aryasatya? Hanya orang tertentu yang bisa tahan dengan aturan di rumah ini. Renata terlalu liar. Kalau Keenan serius, Nenek pasti tak akan setuju.”

Saskia hanya menggenggam gelasnya lebih erat. “Dan saya? Saya cocok karena saya mudah dikontrol, begitu?”

Olivia mendekat, membisik di telinganya. “Kau cocok karena kau murah.” Kemudian ia berlalu, meninggalkan Saskia dengan jantung berdentum keras.

Malam semakin larut, pesta pun bubar perlahan. Tamu-tamu penting berpamitan, sementara Keenan sibuk menyalami mereka satu per satu. Renata masih berdiri di dekat pintu, sesekali melempar pandang ke arah Saskia — seolah memberi isyarat bahwa ia akan kembali lagi kapan pun ia mau.

Saat semua orang pergi, Saskia hanya berdiri di tepi tangga, menatap Keenan dari jauh. Ia tahu, seharusnya ia mendekat, bertanya, bicara. Tapi mulutnya terkunci.

Keenan menoleh, pandangan mereka bertemu. Untuk sepersekian detik, Saskia melihat sesuatu di mata pria itu — rasa lelah, atau mungkin sesal. Tapi itu menghilang secepat kilat.

“Naiklah dulu. Aku mau bicara dengan Renata sebentar,” kata Keenan datar.

Saskia ingin protes, tapi lidahnya kelu. Ia hanya mengangguk, lalu berbalik menaiki tangga, meninggalkan punggung Keenan yang berdiri bersama bayangan masa lalunya.

Malam itu, Saskia duduk di sudut ranjang, mendekap lututnya. Udara kamar terasa dingin, meski selimut sudah melilit pundaknya. Setiap detik yang lewat membuat pikirannya makin berisik.

Kenapa aku peduli? Kenapa aku menunggu dia kembali? Kenapa…

Ia teringat ayahnya — lelaki yang menjual kebahagiaan keluarga demi utang. Lalu kini ia sendiri menjual kebebasan demi menebus dosa orang lain. Ironis, hidupnya seperti lingkaran.

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunannya. Keenan muncul, melepas jasnya, lalu melemparnya ke sandaran kursi. Saskia tak berani menatap langsung. Hanya suara hujan di luar yang menutupi ketegangan di kamar itu.

“Renata sudah pergi?” tanya Saskia pelan, hampir berbisik.

Keenan menoleh. “Iya.”

Hening lagi. Keenan berdiri di dekat meja, menuangkan air mineral ke gelas. Suara air mengalir terdengar lebih keras dari suara detak jantung Saskia.

“Apa kalian… akan bersama lagi?” tanya Saskia tiba-tiba. Kata-katanya meluncur tanpa sempat disaring.

Keenan memutar badan, menatapnya dengan tatapan sulit ditebak. “Apa maksudmu?”

Saskia meremas ujung selimut. “Kalau memang kalian masih saling suka, kenapa… kenapa kontrak ini masih diteruskan?”

Keenan menaruh gelas di meja, berjalan mendekat. Bayangan tubuhnya jatuh di depan Saskia yang masih duduk di ranjang. Pria itu menunduk, menatapnya dengan sorot mata tajam.

“Kau cemburu?”

Pertanyaan itu membuat Saskia tercekat. Bibirnya bergerak, tapi tak ada kata yang keluar. Keenan tertawa pendek — suara tawanya hambar, tapi nadanya entah kenapa membuat dada Saskia terasa lebih sesak.

Dengar, Saskia. Ini hanya pernikahan kontrak. Renata, Olivia, siapa pun yang kau lihat di sampingku — itu urusanku. Kau di sini untuk satu hal: membuat keluargaku berhenti menuntutku menikah lagi.”

Saskia menunduk. Matanya panas. “Tapi kenapa kau tetap peduli saat aku sakit?”

Keenan terdiam. Sorot matanya berubah, seolah pertanyaan itu menusuk celah di benteng yang selama ini ia bangun. Tangannya terulur, meraih dagu Saskia, memaksanya menatap balik.

Aku tidak peduli,” bisiknya, nyaris terdengar seperti bohong. “Aku hanya memastikan kau tidak membuat masalah dengan jatuh sakit di waktu yang salah.”

Saskia menepis tangannya pelan. Ada rasa hangat di pipinya — entah panas tubuhnya atau panas air mata yang mulai tumpah. Ia membalikkan badan, berusaha berbaring membelakangi Keenan.

“Aku mengerti, Tuan. Maaf, saya lupa tempat saya.”

Keenan berdiri terpaku, menatap punggung Saskia. Bibirnya terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi tak ada satu kata pun yang lolos. Ia hanya berbalik, berjalan ke sisi ranjangnya, lalu berbaring membelakangi Saskia — sama seperti malam-malam sebelumnya.

Hujan turun makin deras. Di antara suara rintiknya, Saskia terisak pelan, memastikan suaranya tenggelam. Punggung Keenan tampak kokoh di balik siluet lampu tidur, tapi rasanya sejauh samudra.

Di benaknya, Saskia bertanya: Berapa lama lagi hatiku harus begini? Berapa lama lagi aku harus pura-pura kuat, pura-pura tidak peduli?

Dan Keenan, yang pura-pura tertidur, menahan detak jantungnya sendiri. Di bawah nafas yang tertahan, ia pun bertanya: Sejak kapan aku ingin tahu apa yang dia rasakan? Bukankah semua ini hanya kontrak?

Malam makin larut, tapi dua hati itu semakin gaduh. Batas yang dulu tegas, kini mulai pudar — tak ada yang tahu siapa yang akan kalah pada rasa yang diam-diam tumbuh di celah kebohongan

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 12 - Jalan Yang Terluka Diam Diam

    Alya menatap kosong ke arah jendela mobil, melihat bayangan pohon yang berkelebat seiring laju kendaraan. Udara malam yang menusuk masuk melalui celah kaca yang terbuka sedikit, membawa serta aroma hujan yang belum turun. Tangannya mengepal di atas rok, mencoba meredam gemetar yang tak juga mereda sejak percakapan panas dengan Ibu Dara tadi siang.Fitnah itu seperti duri yang ditanam perlahan di bawah kulitnya. Diam-diam menyakitkan, tak berdarah, tapi mencabik harga dirinya pelan-pelan.“Dia sedang menunggu di ujung jalan,” gumam sopir yang mengantar, suaranya datar tanpa intonasi.Alya menoleh. Lampu jalan meredup saat mobil melambat. Di seberang trotoar, berdiri seorang pria dengan kemeja putih kusut dan wajah yang tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Bayu.Senyum yang dulu menggetarkan dada Alya, kini hanya meninggalkan getir. Lelaki itu berdiri tegak, seperti seseorang yang tahu dirinya tak pantas tapi tetap berharap diberi tempat.

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 11 - Fitnah Yang Mengakar

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasatya tampak seperti pagi yang biasa: sinar matahari menembus tirai tebal, aroma kopi mengepul dari dapur, dan suara langkah kaki para pelayan sibuk menyiapkan sarapan. Tapi bagi Saskia, pagi ini terasa asing.Semalam ia tertidur di pelukan Keenan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan bisa terjadi. Pria dingin itu menahan tangannya sepanjang malam, seolah takut Saskia akan lenyap begitu mata terpejam. Beberapa kali Keenan terbangun, memeriksa apakah gadis itu masih di sana.Sekarang, saat Saskia duduk di tepi ranjang sambil merapikan selimut, dadanya masih sesak. Ia memandangi Keenan yang tertidur di sisi lain ranjang. Rambutnya berantakan, napasnya teratur. Ada gurat lelah di wajah itu tapi entah kenapa, Saskia justru merasa damai.Ia teringat kata-kata Keenan di bawah hujan: “Aku buang kontrak itu. Aku hanya mau kau… apa adanya.”Tapi di sudut hatinya, keraguan kecil berbisik: Bisakah kau benar-benar memegang kata-kat

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 10 - Kata Yang Tak Pernah Terucap

    Hujan turun deras membasahi trotoar kecil di depan galeri lukisan. Lampu jalan berkedip lemah di antara kabut malam, sementara Saskia berdiri di pinggir jalan, tangan memeluk tubuhnya sendiri. Jaket tipis Anita yang dipinjamnya sama sekali tak menahan dingin yang merambat ke tulang.Setiap langkah menjauh dari galeri membuat hatinya terasa ditarik paksa. Ia ingin percaya Keenan akan menahannya, mengejarnya, atau setidaknya memanggil namanya sekali lagi. Tapi langkah kaki di belakang tetap sunyi.Saskia menoleh sekilas. Di balik kaca galeri yang buram oleh embun, siluet Keenan tampak berdiri kaku. Hanya menatap. Tidak bergerak. Tidak bicara.Tawa getir lolos dari bibir Saskia. Bahkan untuk sekadar menahan, kau tak mampu, Keenan.Hatinya seolah menjerit, memohon agar logikanya berhenti berharap. Tapi langkah kakinya tak mau diam di sana selamanya. Ia menunduk, membenahi tali tas kecil di pundaknya, lalu berjalan di bawah hujan.Setiap tetes air

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 9 - Batas Gengsi Yang Retak

    Langit malam di atas kota seolah penuh sorot lampu dan suara klakson bersahutan. Tapi di dalam mobil hitamnya, Keenan hanya mendengar deru napas sendiri. Tangannya meremas setir, matanya menatap lurus ke depan seolah di kepalanya hanya ada satu tujuan: menjemput Saskia.Beberapa jam lalu, ia melempar Renata keluar mobil. Keputusan paling cepat yang pernah ia buat, dan anehnya… Keenan merasa sedikit lega. Tapi rasa lega itu digantikan panik begitu ia kembali ke rumah, hanya untuk mendapati kamar kosong. Saskia pergi. Mbok Marni bilang, gadis itu butuh menenangkan diri — tapi bagi Keenan, itu berarti alarm bahaya.Jika Saskia pergi sekarang, akankah dia kembali?Ponselnya berdering di kursi penumpang. Reno menelepon, lagi. Tapi Keenan mengabaikannya. Ia menepikan mobil, membuka pesan lama di kontaknya: Saskia. Tangan Keenan bergetar di atas layar. Ingin mengetik, ‘Di mana kau?’ Tapi jemarinya hanya terpaku. Sial. Kenapa kata sesederhana ini sulit keluar?

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 8 - Luka Yang Tak Mau Pergi

    Setelah hujan reda, Saskia masih terjaga di kamar. Baju tidurnya lembap, sisa hujan di taman tadi belum sepenuhnya kering. Di kursi samping ranjang, Keenan duduk diam hanya menatap Saskia yang membelakangi dia di bawah selimut. Mereka seperti dua orang asing yang dipaksa tidur di ranjang sama.Saskia memejamkan mata, tapi pikirannya justru makin gaduh. Pelukan Keenan tadi di taman, kehangatan dadanya semua terasa nyata, tapi juga semu. Kalau memang tak mau aku pergi, kenapa tak pernah bilang kau butuh aku?“Kalau dingin, kau bisa bilang. Aku akan nyalakan penghangat ruangan,” suara Keenan pelan, parau. Tapi Saskia hanya diam. Punggungnya tetap kaku. Beberapa menit kemudian, Keenan berdiri, menarik selimutnya pelan. Saskia menahan napas, berharap ia bicara sesuatu. Tapi Keenan hanya menatapnya sesaat — lalu berjalan pergi ke sofa panjang, membiarkan dirinya terbungkus rasa sepi yang semakin menyesakkan.Pagi datang, membawa denting g

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 7 - Retakan Di Antara Kebisuan

    Hujan semalam meninggalkan bau tanah basah yang samar menusuk hidung Saskia. Pagi ini, suasana rumah Aryasatya terasa lebih dingin dari biasaya, meskipun sinar matahari mencoba menembus tirai jendela yang setengah terbuka.Saskia masih duduk di pinggir ranjang, dengan mata bengkak bekas semalaman menahan tangis. Di sampingnya, ranjang Keenan kosong. Tidak ada jejak tubuh hangat di sana. Seperti biasa, Keenan pergi pagi-pagi sekali, tanpa sepatah kata pun. Dan Saskia terlalu lelah untuk bertanya ke mana. Ia menatap jemarinya yang saling menggenggam. Sampai kapan aku begini? Pertanyaan itu berputar di kepalanya. Ia tidak pernah menyangka bahwa perasaan bisa tumbuh begitu ruwet. Dulu ia pikir, ia hanya akan menunaikan kontrak, menutup hutang ayahnya, lalu pergi. Tapi setiap malam ia mendengar napas Keenan di sisinya, ia tahu… hatinya sudah tak bisa diajak kompromi. Saskia bangkit, merapikan bantal yang berantakan. Tatapan matanya jat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status