BUGH!
Suara gedebuk keras membuat semua orang terkesiap mendengarnya. Namun, pukulan itu justru Radit yang merasakannya karena berusaha menghentikan Raja. Saking kerasnya, wajah sepupu Ayyara itu memerah dan ada sedikit darah ke luar dari mulutnya.
Raja tak tinggal diam, dia memberikan pukulan keras yang mengenai perut Marcel hingga terpental jatuh tak tertahan. Semua orang melongo tak percaya dengan semua yang Raja lakukan. Orang gila macam apa yang berani memukul Direktur HRD perusahaan ternama di Indonesia? Kini suami Ayyara itu bukan hanya pekerjaannya saja yang terancam, melainkan sama saja mencari kematian.
“Bangsat! Berani-beraninya kamu ...” Radit melayangkan sebuah pukulan, tetapi dengan santai Raja menangkapnya di udara dan menghempaskannya.
“Kamu juga pantas menerimanya!” Aura kemarahan Raja, membuat nyali Radit menciut untuk kembali melayangkan pukulan.
“Raja! Kamu gila, ya? Dia ini Marcel Putra Wirdoyo, anak dari pemilik perusahaan WNE Group. Kamu sudah bosan hidup, hah?!” Damprat Radit penuh emosi sembari menunjuk-nunjuk wajah Raja. “Dan perlu kamu ingat! Istrimu bekerja di sana. Kamu yang berbuat kesalahan, istrimu yang kena imbasnya.”
“Hei miskin! Berani kamu pukul aku?!” teriak Marcel sembari berdiri dan tangan kanannya memegangi perut yang amat terasa sakit.
Raja tersenyum pahit, “Jangankan memukul. Aku bisa membunuhmu jika kamu menghina istriku lagi.”
Lagi-lagi, semua orang tercengang mendengar ucapan Raja. Mereka menganggap kejiwaan suami Ayyara itu terganggu. Berani melawan Marcel, itu sama saja menggali kuburannya sendiri.
Sebelum ada yang menjawab, tatapan Raja bergeser ke arah Radit, “Aku sangat kecewa padamu! Seharusnya kamu marah mendengar orang lain melecehkan Ara. Tapi kamu malah mendukungnya. Sepupu macam apa kamu?”
“Bangsat! Aku akan membunuhmu!” murka Radit sembari melayangkan sebuah pukulan, tetapi lagi-lagi Raja menepisnya dengan enteng.
Marcel tiba-tiba membusungkan dada dengan menatap tajam pada Raja, “Aku tandai kamu! Aku pastikan kamu menyesal seumur hidupmu. Aku pastikan dalam minggu ini kamu nggak bisa lagi menginjakkan kaki di Kota ini! Aku Marcel Putra Wirdoyo akan membalas perbuatanmu!”
Ancaman Marcel tidak main-main. Dia memang memiliki koneksi yang cukup kuat untuk menyingkirkan seseorang.
“Kamu bukan Tuhan. Aku gak takut selama aku gak salah.” Raja menjawab dengan tatapan serius, membuat semua orang menganga tak percaya.
Marcel tersenyum miring. Lalu dia melangkah mengambil ponsel miliknya yang ada di atas meja, “Aku memang bukan Tuhan. Tapi semua yang aku kehendaki pasti terjadi.”
Kata-kata Marcel begitu arogan. semua orang pun semringah, mereka tidak sabar menyaksikan hidup Raja sebentar lagi sudah pasti akan tamat.
“Tarik ucapanmu sebelum Tuhan menghukummu.” Raja mengingatkan.
Radit tertawa renyah, wajahnya begitu semringah, “Tuhan enggak akan menghukum Marcel. Tapi sekarang justru kamu yang akan mendapat hukuman dari Marcel. Bersiap-siaplah, Sampah!”
“Cepat kesini!” titah Marcel pada seseorang di seberang sana setelah teleponnya diangkat.
Raja tetap bersikap tenang, walaupun sebentar lagi ada hal buruk yang akan menimpanya.
Di titik ini, manajer restoran masuk ke ruangan VVIP dan menghadap Marcel dengan sikap yang ramah, “Ada apa, Pak Marcel? Kenapa anda sepertinya sangat marah? Apa pelayan restoranku berbuat kesalahan?”
“Pelayan sampahmu itu sudah berani memukul Radit dan menendangku. Sekarang juga aku memintamu untuk memecatnya sebelum aku viralin masalah ini ke publik,” seru Marcel bernada ancaman sembari menunjuk ke arah Raja.
“Apa?” Manajer restoran spontan terkejut, tapi dia harus segera mengambil keputusan. Orang dihadapannya itu sangat kuat dan bisa membuat restorannya bangkrut mendadak.
Manajer restoran memutar badan dan menghampiri Raja dengan ekspresi wajah penuh amarah.
“Kesalahanmu di luar batas. Sekarang juga kamu dipecat. Mulai detik ini, kamu bukan lagi karyawan di restoranku! Pergi cepat!”
“Hei sampah! Jika kamu gak mau dipecat, berlututlah di kakiku seratus kali minta maaf sama aku,” sambung cepat Marcel dengan wajah begitu semringah.
“Berlutut di kakimu?” respon Raja datar.
Marcel tertawa renyah, wajahnya begitu semringah, “Makanya jadi orang miskin jangan belagu! Sini Sampah, berlutut di kakiku meminta pengampunan!”
Raja berjalan mendekati Marcel. Semua orang pun tertawa dengan sorot mata merendahkan karena mengira pelayan restoran itu mau menuruti permintaan Marcel.
Namun, dugaan mereka ternyata salah. Bukannya berlutut, Raja malah menginjak keras kaki Marcel, “Lebih baik aku berhenti daripada mencium kaki seorang bajingan!”
Semua terhening melihat tindakan bodoh Raja. Suami Ayyara itu sudah mencari masalah dengan orang yang jelas-jelas bukan tandingannya.
“Raja!” Radit dan manajer restoran berteriak, bersamaan dengan jeritan Marcel.
Raja mengabaikan kemarahan mereka. Dia melepas celemek restoran dan meletakkannya di atas meja. Lalu, dia pergi meninggal ruangan VVIP, mengambil barang-barangnya, dan meninggalkan tempat tersebut tanpa sepatah kata pun.
Hanya ketika dia berjalan cukup jauh dari tempat itu, barulah langkah Raja terhenti sesaat. 'Bagaimana kamu bisa berakhir diinjak-injak seperti ini, Raja?'
Melihat sebuah kursi taman, Raja pun memutuskan duduk terlebih dahulu untuk mendinginkan kepalanya. Dia bertindak berdasarkan emosi, dan sekarang berakhir kehilangan pekerjaan.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumam Raja seraya menyisir rambutnya dengan frustasi.
Tidak memiliki pekerjaan sama saja tidak ada pemasukan. Bagaimana dia akan menafkahi keluarganya sekarang? Memang Ayyara, sang istri bekerja di perusahaan ternama dan punya penghasilan cukup. Akan tetapi, Raja adalah kepala kekuarga, dia yang harus menghidupi istrinya, bukan sebaliknya! Dulu dia dihina karena hanya bekerja sebagai pelayan restoran, tapi kini pasti dia lebih dihina karena telah menjadi pengangguran yang hanya menumpang hidup dengan istrinya.
Di saat Raja memikirkan nasibnya, tiba-tiba ponsel miliknya yang ada di saku celananya berdering. Dia mengambil dan mendapati sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar ponsel.
Dengan kening berkerut, Raja pun mengangkat panggilan. Dengan suara parau, dia berujar, "Halo?"
“Pak Raja? Ini benar nomor Pak Raja, 'kan?!" Sebuah suara yang terdengar familier di telinga Raja berucap dengan semangat.
"Dengan siapa ini?" tanya Raja, alisnya tertaut erat.
"Ini saya, Pak, Alexander. Sudah lama Ayah Bapak mencari Bapak selama bertahun-tahun. Pulanglah, Pak!"
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton