Share

Pagi yang Berat

Author: ArunaLys
last update Last Updated: 2025-09-14 21:21:59

Cahaya pagi menembus celah-celah papan rumah. Udara dingin sisa embun masih menggantung, bercampur aroma nasi uduk yang dimasak istrinya di dapur. Suara piring beradu, anak-anak kecil berlari di halaman, dan beberapa tetangga mulai datang membantu menyiapkan tasyakuran.

Namun di tengah riuh persiapan itu, Pak Slamet duduk di kursi panjang dekat jendela, diam, matanya kosong menatap keluar. Seakan ada tirai tipis yang memisahkan dirinya dari keramaian.

Sejak bangun subuh tadi, wajahnya murung. Bayangan mimpi semalam belum juga hilang. Sosok ayahnya, kata-kata yang menggema, dan teriakan Bowo dalam kegelapan, masih begitu jelas. Bahkan terlalu jelas—seperti kenyataan yang baru saja terjadi.

Sekar, yang tengah menata hantaran kecil di meja, sempat melirik mertuanya. Ada keheranan di wajahnya. Biasanya, setiap ada ac

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Pagi yang Berat

    Cahaya pagi menembus celah-celah papan rumah. Udara dingin sisa embun masih menggantung, bercampur aroma nasi uduk yang dimasak istrinya di dapur. Suara piring beradu, anak-anak kecil berlari di halaman, dan beberapa tetangga mulai datang membantu menyiapkan tasyakuran.Namun di tengah riuh persiapan itu, Pak Slamet duduk di kursi panjang dekat jendela, diam, matanya kosong menatap keluar. Seakan ada tirai tipis yang memisahkan dirinya dari keramaian.Sejak bangun subuh tadi, wajahnya murung. Bayangan mimpi semalam belum juga hilang. Sosok ayahnya, kata-kata yang menggema, dan teriakan Bowo dalam kegelapan, masih begitu jelas. Bahkan terlalu jelas—seperti kenyataan yang baru saja terjadi.Sekar, yang tengah menata hantaran kecil di meja, sempat melirik mertuanya. Ada keheranan di wajahnya. Biasanya, setiap ada ac

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    KEPUTUSAN BESAR

    Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Setelah semua kata pahit terucap, tak ada lagi percakapan. Arya duduk di kursi dengan rahang mengeras, sementara Sekar masih menggenggam tangannya erat, takut melepaskan. Bu Sri bolak-balik mengusap wajah, mencoba menenangkan diri, tapi sorot matanya tak bisa lepas dari suaminya.Pak Slamet menyalakan lampu teras, lalu menutup gorden jendela. “Tidurlah… besok kita bicara lagi,” katanya pelan, walau suaranya terdengar kosong.Namun ketika rumah mulai hening, sebuah suara asing terdengar dari arah halaman depan—krakkk! seperti ranting patah diinjak seseorang. Sekar terlonjak. “Mas, kau dengar itu?” bisiknya panik.Arya langsung berdiri, melirik ke arah pintu. “Ada orang di luar.”

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Bisikan dari Alam Sunyi

    Slamet menunduk. Rahasia itu ia simpan rapat—sebuah bisikan kematian yang tak sanggup ia bagikan, bahkan pada adiknya sendiri. Kalau kukatakan kebenaran, akankah hatinya luluh? Atau justru semakin panas, merasa dikesampingkan dalam wasiat ayah?Ia menutup mata, menghela napas berat. Ada rasa bersalah yang membayang: bersalah karena merahasiakan, bersalah karena membiarkan sang adik hidup dalam prasangka. Tapi di sisi lain, ada ketakutan: ketakutan jika rahasia itu terbongkar, luka akan semakin dalam."Bowo… seandainya kau tahu, aku tak pernah ingin lebih. Aku hanya menjalankan pesan yang tak pernah sampai padamu. Rumah ini bukan milikku, tapi milik kenangan kita, milik doa ayah dan ibu," bisik Slamet dalam hati, serasa berbicara pada bayangan adiknya yang jauh

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Undangan yang Tertahan di Ujung Lidah

    Malam itu, ruang tamu rumah sederhana Pak Slamet diselimuti temaram lampu minyak. Angin dari jendela bambu berdesir pelan, menyelipkan aroma tanah basah sisa hujan sore. Di kursi kayu tua yang sudah mulai keropos di beberapa sisinya, ia duduk termenung. Tangannya meraba-raba lipatan sarung, seolah mencari pegangan untuk keraguan yang tak juga menemukan ujung.Sejak sore, pikirannya penuh dengan satu perkara: siapa yang harus ia undang pada acara tasyakuran empat bulan kehamilan Sekar, menantunya. Acara itu sederhana saja—sekadar doa bersama, kenduri kecil, dan harapan yang dilangitkan untuk keselamatan ibu dan calon cucu. Namun bagi Pak Slamet, acara itu bukan sekadar doa; melainkan pernyataan kepada dunia kecilnya bahwa keluarganya tengah menunggu titipan suci dari langit.Ia melirik ke arah istrinya yang

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Rahasia yang Mengetuk Pintu Kembali

    Hari-hari Sekar terasa semakin indah. Wajahnya kian berseri, tubuhnya yang mungil menyimpan rahasia kehidupan baru yang tumbuh di dalam rahimnya. Kehamilannya sudah memasuki bulan keempat, dan setiap pagi ia merasa lebih bersemangat. Arya selalu setia mendampinginya, kadang terlalu protektif, tapi itu justru membuat Sekar tersenyum bahagia.“Sayang, jangan terlalu capek, ya. Aku yang angkat galon. Kamu cukup duduk manis,” kata Arya suatu pagi sambil bercanda, membuat Sekar terkekeh.Di ruang tengah, Bu Sri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Sebagai seorang ibu dan calon nenek, ia merasa kebahagiaan itu perlu dirayakan.“Saya ingin buat tasyakuran kecil, Sekar. Biar ada doa bersama, tanda syukur atas kehamilanmu,” ucap Bu Sri sambil merapikan kerudungnya.Pak Slamet, ayah mertua Sekar, mengangguk setuju. “Ya, kita undang tetangga dekat saja. Sederhana, tapi penuh doa.”Sekar menyambut ide itu dengan hati hangat. “Terima kasih, Bu. Aku senang sekali.”Namun, di balik kegembiraan it

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Serial siaran

    Pagi itu, loteng rumah mertua diselimuti cahaya hangat matahari yang menembus jendela kecil. Sekar duduk di kursi kayu, menatap mikrofon, dan tersenyum tipis. Hatinya masih hangat dari siaran kemarin, dari keberanian Rina membagikan ketakutannya.“Tadi aku berbicara tentang keberanian menghadapi ketakutan,” bisik Sekar ke mikrofon. “Hari ini, kita akan membahas tentang keberanian dalam mencintai… bahkan saat kita tidak tahu harus berbuat apa.”Dering telepon studio memecah keheningan. Sekar menekan tombol terima, dan terdengar suara laki-laki muda, canggung namun penuh rasa ingin berbagi.“Halo… ini… ini saya, Bu Sekar. Nama saya Dito. Saya ayah baru… dan saya bingung. Anak saya baru tiga tahun, tapi saya… saya merasa sering salah. Saya tidak tahu cara mend

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status